Selamat membaca♡
1
2
0Perhatian!
Cerita ini berlatar distopia Indonesia. Segala kejadian, organisasi, latar tempat dan waktu, serta kesamaan tokoh hanya kebetulan belaka. Seluruh cerita hanya fiksi tidak berkaitan dengan kenyataan.Prolog: Permulaan
Masa lalu yang kelam bukan berarti masa depanmu tidak memiliki cahaya.
***
Sepuluh tahun yang lalu.
Seorang anak berusia tujuh tahun menatap kosong. Dia duduk di dalam ambulans yang pintu belakangnya terbuka. Kakinya dibiarkan menggantung. Di tubuhnya terlilit selimut berwarna biru. Orang-orang di depannya bergerak kesana kemari. Suara sirine bersahutan. Anak kecil itu meremas jari-jarinya.
Sebuah brankar lewat di depannya. Di atas brankar itu terdapat kantong jenazah yang di dalam berisi seseorang. Anak kecil itu menatap brankar dia mengenali sosok itu membuatnya segera melompat turun. Dia menangis berteriak agar orang-orang yang membawa brankar berhenti sejenak tapi teriakannya hilang oleh suara bising dari sekitar. Brankar tadi segera dimasukkan ke dalam ambulans kemudian berlalu pergi.
Anak kecil tadi terduduk di jalan, dia menangis pelan. Matanya menangkap sesuatu yang jatuh sebuah benda berwarna biru. Dia mengenali benda itu. Tangan kecil itu meraih dan menggenggam erat benda tersebut.
***
Di tempat yang berbeda seorang anak berusia tujuh tahun juga sedang memukul-mukul dinding. Kepalan tangannya dipenuhi dengan darah. Tapi dia tidak peduli.
Dia harusnya tidak patuh dengan begitu ia dapat mencegah kejadian ini tidak terjadi. Agar seseorang yang dia sayangi tidak pergi dengan cara begini. Seseorang itu harus membayar atas apa yang terjadi.
Brukk!
Suara itu membuat anak kecil itu membalikkan badan. Seseorang yang berada tidak jauh dari tempatnya jatuh pingsan. Dia semakin mengepalkan tangan.
***
Di hari yang sama di tempat yang lain.
Seorang anak lain berusia tujuh tahun menatap kosong ruangan berwarna putih itu. Seseorang yang amat dia sayangi baru saja pergi. Meninggalkan suara tangis dari beberapa orang di sekitarnya. Dia menatap seseorang yang terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit dengan kain putih menutupi seluruh tubuh.
Anak kecil itu mengelap air matanya. Semua pengandaian memenuhi kepalanya. Dia menggeleng kedua tangannya meremas rambutnya.
***
Anak kecil yang sedang menatap kejauhan menggenggam semakin erat benda di tangannya.
Anak kecil yang menatap sosok yang terbujur kaku di balik kain putih mengepalkan tangannya erat.
Anak kecil lain dengan tangan di penuhi darah memukul kembali dinding ruangan.
"Siapapun itu harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Tunggu pembalasanku!" Ketiga anak itu menggumamkan kalimat yang sama.
***
Hai ketemu lagi^^
Ini cerita aku selanjutnya. Semoga kalian suka dan tolong beri cinta yang banyak untuk cerita ini.
Cerita ini sebenarnya udah aku rencanain dari 2 tahun yang lalu dan baru sekarang bisa dimulai. Soalnya dulu tuh males banget nulis, sekarang juga masih sih dikit😂.
Jangan lupa tinggalkan jejak♡Sampai bertemu di part selanjutnya.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Killers 120: The Thrilling Fight [on Going]
Teen Fiction⚠️Plagiat dilarang mendekat⚠️ Apa yang terlintas pertama kali saat mendengar The Killers? Para pembunuh? Ya, mereka adalah para pembunuh. Tapi mereka bukan pembunuh kebanyakan. Mereka adalah para pembunuh kejahatan. Tiga remaja yang memiliki sepoto...