Mistake 5

27 11 0
                                    

Bagi Juyeon orang yang paling berharga bagi hidupnya kini adalah maminya.

Kalau dia lagi berada di luar kota pasti yang jadi pikiran adalah maminya, Juyeon bisa lima kali nelpon rumah hanya untuk memastikan kalau maminya baik-baik aja.

"Kamu kenapa Juy?? Kok gelisah gitu keliatannya" tanya Suho sambil meletakkan secangkir kopi di depan Juyeon.

"Aku khawatir sama mami om, mbak Mia tiba-tiba ijin mau nikah. Dia nggak di bolehin kerja lagi." Jelas Juyeon pada saudara ipar maminya itu, Suho.

"Coba kamu telepon Irene, siapa tau dia punya solusi."

Benar juga, pasti tantenya itu punya jalan keluar dari masalahnya. Tapi sebenarnya dia berat melepas mbak Mia dan menggantinya dengan perawat lain. Terakhir kali perawatnya mengundurkan diri karena mami Juyeon yang suka kabur dan suka tiba-tiba ngamuk.

Cuma mbak Mia yang bisa sabar menghadapi mami, apalagi mbak Mia saudara sendiri jadi Juyeon menaruh kepercayaan besar terhadapnya.

Disela pikirannya tentang maminya, Kevin hadir sambil menyodorkan beberapa lembar kertas kepada Suho.
"Ini laporan keuangan bulan ini pak, mohon untuk di cek ulang" ucapnya pada Suho, setelahnya ia menyeruput kopi milik Juyeon tanpa pamit.

Juyeon nggak kaget, kelakuan temennya itu memang kadang kurang ajar. Tapi karena sudah berteman sejak SMP, Juyeon jadi memaklumi.

"Oh iya Juy, aku belum ketemu Istri kamu lho. Gimana kalau kapan-kapan kita makan bareng." Ujar Suho sambil memeriksa lembar demi lembar laporan yang barusan Kevin berikan padanya.

Sedangkan Juyeon dan Kevin sudah beradu tatap entah apa maksudnya.

"Iya Om." Jawab Juyeon singkat.

"Trimester pertama itu berat lho Juy buat ibu hamil, dulu Irene waktu hamil Yeri suka mual, muntah, badan lemas, nggak nafsu makan. Belum emosinya yang naik turun, tiba-tiba nangis, tiba-tiba marah." Jelas Om Suho pada Juyeon.

Juyeon hanya diam sedangkan Kevin sudah cekikikan di sebelahnya, "dengerin tuh, harus benar-benar dirawat dan di jaga dengan baik istrinya. Apalagi nanti kalau anaknya udah lahir harus siap-siap bergadang, ya kan pak??" Kata Kevin sebagai sindiran buat Juyeon.

Juyeon menginjak kaki Kevin, dia paham kalau sahabatnya itu sebenarnya tidak setuju dengan rencana Juyeon yang akan membantu Sakura sampai melahirkan.
Menurut Kevin, Juyeon cuma orang baik yang kebetulan bodoh yang di manfaatkan sama orang-orang polos tapi licik kayak Sakura.









Di Apartemen Juyeon, Sakura yang sedang sibuk membersihkan rumah tiba-tiba kedatangan Tante Irene.

Dia mengajak Sakura buat pergi untuk belanja keperluan rumahnya dan sekalian ngajak Sakura makan di luar karena dia tau di apartemen sendirian itu pasti membosankan.

"Kak Sakura adeknya laki-laki atau perempuan?" Tanya Yeri dari kursi penumpang.

Sakura tersenyum dan melihat kearah Yeri, "Kakak masih belum tahu Yeri, lusa kalau kakak ketemu sama dokter kakak tanyain ya?" Ucapnya.

"Yeri pingin punya adek perempuan, biar bisa diajak main bareng." Ucap Yeri lagi sambil memainkan rambut boneka miliknya.

"Nanti kalau adeknya perempuan, Yeri harus mau berbagi mainan lho ya? Terus nanti baju-baju Yeri yang di lemari buat adeknya boleh?" Kata tante Irene pada anaknya yang berumur 4 tahun itu.

"Iya boleh, nanti kalau anak kakak Sakura perempuan buat Yeri ya?"

Sakura hanya tersenyum saat mendengar ucapan polos dari Yeri.


MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang