bab 5

2K 167 13
                                    

Dadaku serasa terbakar memikirkan Mas Ibram ada main di belakangku. Entah Rena itu Maharani, atau Rena sebenarnya adalah selingkuhan Mas Ibram. Walaupun penampilan Rena seperti ondel-ondel begitu, tak menutup kemungkinan mereka berselingkuh.

Bukankah syarat menjadi selingkuhan itu tak harus cantik? Cukup menjadi murah saja. Itu sudah cukup.

Besok pagi aku akan menemui ondel-ondel itu di minimarket. Akan kubongkar topeng yang ia pasang kemarin di hadapanku.

Dia bilang pindah dari Kalimantan? Lalu pindah ke sini karena mau kerja atau buka usaha? Pintar sekali ia mengarang cerita. Tak tahunya selama ini ia bekerja di mini marketku. Benar-benar pembohong besar mereka berdua.

"Ma!"

Aku tersentak saat terdengar Mas Ibram memanggilku. Lelaki itu mengakat kepalanya sembari masih berbaring.

"Lagi ngapain? Kok, belum tidur?" tanyanya.

"Ini lagi balas pesan," dustaku.

"Udah malam ini, lanjut besok aja!" titahnya.

Aku beranjak dari sofa, kemudian mengganti handuk kimono dengan baju tidur. Setelahnya kurebahkan badan di samping Mas Ibram.

Lelaki yang baru saja terbangun itu menunjukkan gelagatnya ingin menyentuhku. Namun, karena sekarang aku tahu ada yang tak beres dengannya, terpaksa aku berdusta. Aku bilang sedang berhalangan. Aku tak mau disentuhnya dulu, sebelum Mas Ibram terbukti setia dan Rena benar-benar bukan siapa-siapa.

Mas Ibram menghela napas berat. Tampak ia kecewa, malam ini hasratnya tak bisa tersalurkan. Sementara aku langsung memejamkan mata, pura-pura langsung tertidur.

Pagi hari berjalan seperti biasa. Tak ada yang istimewa. Cahaya berpamitan untuk ke sekolah bersama pengasuhnya, Mbak Susi. Mereka berdua diantar oleh Pak Udin, supir keluarga kami.

Beberapa saat setelah Cayaha berangkat, Mas Ibram belum juga keluar dari ruang kerjanya. Penasaran, aku naik ke lantai dua untuk menyusulnya. Aku tak langsung masuk. Kuamati dulu lelaki itu dari kaca lebar yang membentang sebagai dinding ruang kerjanya.

Terlihat lelaki itu sedang sibuk mencari-cari sesuatu. Mengangkat-angkat tumpukan berkas. Bolak-balik membuka laci. Menghentak-hentakkan buku agenda yang kemarin dia pakai menutup foto yang telah kuamankan. Bahkan ia sampai menunduk mencari-cari di kolong meja.

"Sedang cari apa, Pa?" tanyaku begitu membuka pintu ruang kerjanya.

Mas Ibram tampak terkejut melihat kedatanganku. "Ehm, ini, Ma. Ehm, ada berkas laporan yang terselip," jawabnya sembari merapikan berkas dan buku-buku yang berserak di mejanya.

Benarkah berkas laporan yang kamu cari, Pa? Atau selembar foto yang kini ada padaku? Baru tahu aku. Ternyata selama ini kamu pandai sekali berdusta!

"Laporan apa?" tanyaku pura-pura percaya. Padahal aku yakin, lelaki itu sedang mencari fotonya bersama Rani. "Aku bantu cari, ya?"

"Enggak usah!" serunya seketika. Wajah itu tampak terperangah.

Aku sampai terkejut dengan reaksinya. Dalam hati aku tersenyum jahat. Pasti Mas Ibram takut sekali kalau aku yang menemukan apa yang sedang dicarinya.

"Loh, kenapa?" tanyaku pura-pura bingung.

Kita lihat, Pa! Siapa yang akan menjadi juara dalam sandiwara ini? Kamu pikir aku tak bisa?

"Ehm, itu, Ma. Nanti biar aku cari di kantor aja. Kayaknya kemarin tertinggal di sana," kilahnya.

"Ya, sudah. Kamu cari di kantor, aku cari di sini. Siapa tahu terselip di sini," ucapku sok peduli.

TERBONGKARNYA KEBUSUKAN SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang