Aku dan Tania saling bertatapan. Beberapa saat kemudian aku mengangguk mantap.
"Panggil tukang kunci atau kalau perlu rusak sekalian pintu ini, Pak!" titahku tegas. Sekarang aku tak perlu sembunyi-sembunyi lagi menyelidiki Mas Ibram. Toh, dia sudah tahu kalau aku akan melakukan ini.
Pak Hasim tampak ragu. Dia masih menatapku tanpa bicara.
"Cepat, Pak!" titahku.
"Ba-baik, Bu."
Pak Hasim menyalakan lampu koridor tempat kami berdiri, kemudian beranjak pergi.
"Benar-benar niat Ibram, ya!" geram Tania.
"Aku sebenarnya masih bingung, Tan. Enggak ngerti sama apa yang sebenarnya terjadi. Ini kayak .... Rasanya kayak tiba-tiba semua berubah. Dan aku enggak tahu alasan Ibram apa?"
Tania mengusap punggungku. "Kamu harus kuat! Apapun kenyataan yang terjadi nanti, kamu harus yakin itu yang terbaik."
"Iya, Tan. Cuma rasanya ini kayak tiba-tiba banget. Awalnya cuma kemarin Ibram ketahuan bantu Rena pindahan, setelah itu satu persatu kebohongan dia terungkap. Dan ini terjadi cuma dalam hitungan hari, Tan!"
"Iya, sih, Vi. Apa sebelumnya kamu enggak lihat gelagat dia yang beda?" tanya Tania.
"Enggak, Tan. Semua biasa aja."
"Hapenya? Masa iya, sih, dia enggak ngubungin Rena sama sekali?"
"Enggak ada, Tan. Hape kami tuh biasa sama-sama. Aku sering buka hape dia, begitu juga sebaliknya. Semua normal, enggak ada yang aneh."
Suara langkah Pak Hasim mengalihkan perhatian kami. Lelaki paruh baya itu membawa sebuah kotak. Setelah sampai di depan pintu tempat kami berdiri, lelaki itu menaruh kotaknya dan berlutut membukanya.
Pak Hasim mengotak-atik handel pintu ruang kerja Mas Ibram. Aku dan Tania hanya diam menunggunya berhasil membuka pintu. Sekitar lima menit kemudian, lelaki itu berhasil membuat pintu tersebut terbuka.
Aku dan Tania saling berpandangan. Kemudian bergegas melangkah masuk. Sementara Pak Hasim kembali masih berdiri di depan pintu.
"Pak, tetap di situ, ya!" perintaku.
"Siap, Bu!"
"Kamu cari sebelah situ, aku sebelah sini!" pintaku pada Tania sembari berjalan menuju meja kerja Mas Ibram.
Wanita berambut curly itu menurut, dia mencari di lemari kerja Mas Ibram. Sementara aku mencari di meja kerjanya. Kubuka tiga laci di meja kerjanya. Tak ada apapun. Semua hanya berkas-berkas kerja.
Tak habis akal, aku membuka laptop kerja Mas Ibram. Namun, sayang laptop itu bersandi. Berkali-kali kucoba menebak sandinya, tetapi gagal. Mas Ibram benar-benar penuh misteri.
Cukup lama kami mengobrak-abrik ruangan kerja Mas Ibram. Namun, tak menemukan apapun. Sampai mataku terpaku pada brangkas di samping kursi kerjanya.
"Tan, brankas!" seruku.
Tania menghentikan kegiatannya mengobrak-abrik lemari.
"Kamu tahu kodenya?" tanya Tania.
"Dulu, sih, tahu. Tapi, enggak tahu masih sama apa enggak."
"Dicoba dulu!"
Aku pun berjongkok di depan brankas, kemudian menekan angka kombinasi. Dua kali kucoba gagal.
"Udah diganti, Tan," ucapku lemas.
"Kita jebol aja, gimana?" usul Tania.
"Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
TERBONGKARNYA KEBUSUKAN SUAMIKU
RomancePernikahan Viona dan Ibram yang selama ini berjalan mulus, tak dinyana hanyalah sebagai cara untuk Ibram membahagiakan istri dan anak dari pernikahan sebelumnya. Bagaimana Viona menyikapi kesalahan fatal Ibram?