The Night

2 3 0
                                    

di rumah hutan

"Sekarang kita harus ngapain?" tanya Uisa dengan sangat cemas

"Aku juga nggak tau, lebih baik memang kita tunggu aja"

"Kamu emang yakin kalau kita tunggu semuanya bakal baik-baik aja apa?"

"Nggak sih, tapi mau gimana lagi coba?"

"Semuanya tiba-tiba banget ga sih menurut mu?"

Nancy pun juga bingung, dia hanya bisa menunduk dan khawatir.

di desa

"CEPAT CARI ANAK ITU," teriak orang bermata satu itu. Suara itu, suara orang itu terdengar seperti suara naga yang mengamuk, seperti pembunuh yang tak kenal ampun, suara yang sangat mengerikan, walaupun memang suara manusia, tetapi keserakahan dan ketamakannya sungguh dapat terdengar dari kerongkongannya. Penduduk desa, terutama yang pria tetap bertahan mempertahankan desa, tidak hanya pria dewasa, pria remaja pun harus bertarung mati-matian untuk melindungi keluarganya, tetapi usaha mereka tidak cukup baik untuk melindungi mereka semua. Banyak korban yang berjatuhan.

"Sord, dari mana aja kau? Dan siapa ini?" tanya Woodz

"Maaf guys, I sedikit late, after ku dengar ada bahaya, I langsung cepat-cepat kesini, thankyou untuk pesannya Far, your bird sangat membantu, dan Blaide, ini teman-teman daddy dulu, gak usah introduce yourself, mereka kenal kamu" jawab Sord, sang ahli pedang, teman dari Woodz dan Farma.

"Oh hai Blade, om adalah om Farma, senang ketemu sama kamu-- ayo, waktunya kita memulai melindungi desa ini," kata Farma dengan serius.

Sord menghunuskan pedangnya, Woodz mengeluarkan kapak besarnya, dan Farma dengan tongkat sihirnya, mereka bertarung seperti saat mereka masih muda, Sord, Woodz, dan Blaide menyerang di depan dan Farma support mereka dari belakang. Mereka bertarung dan bertahan tanpa ampun, bahkan Blaide mampu mengikuti ketiga pahlawan itu: Woodz, Sord, dan Farma. Mereka memang tidak sekuat dulu, dan mereka tidak lengkap lagi, tetapi mereka tetap berusaha mati-matian untuk melindungi penduduk desa, desa, dan juga, pastinya putri mereka, Nancy dan Uisa.

Namun keadaan tidak seperti yang mereka harapkan sama sekali, mereka tumbang, wajah Pak Woodz terbakar, sampai ke akar-akar, dan tangan Pak Sord terpotong, sama sekali tidak tertolong.

"Blaide lari !!" teriak Sord memerintah anaknya untuk kabur, sementara Woodz masih melawan lawan-lawan lain.

"No dad, I won't leave without you," sahut Blaide menangis

"Don't cry, kamu adalah kesatria pedang bulan, kamu harus strong, ambil pedang daddy, dan larilah bersama Farma," lanjut Sord kepada Farma, "Farma, tolong pergi bersama anakku.

Tanpa basa-basi, Farma langsung berlari ketimbang ke tempat yang aman, ia ke arah rumahnya, bersama dengan Blaide yang berlari terus melihat ke belakang berharap ayahnya baik-baik saja. Untunglah rumah Farma sedikit lebih jauh dari rumah lain sehingga api belum terlalu menyentuhnya, dan sedikit lebih dekat ke hutan. Farma berlari secepat yang ia bisa.

Setibanya mereka di rumah Farma, Farma langsung pergi ke kamarnya, menyuruh Blaide agar tetap di dalam ruangan utama, berjaga-jaga apabila ada musuh datang. Farma dengan tergesa-gesa mencari barang, barang peninggalan untuk Nancy yang pernah ia ceritakan, "Dimana... dimana... dimana......" Farma membuat kamar begitu berantakan, sebab ia mencari barang itu dengan tertekan, saat dia sudah menemukannya, "Akhirnya, sabit necromancy," Farma langsung bergegas ke bawah, sebab kamarnya ada di atas.

"Berhenti di situ," pria bermata satu itu, menyandra Blaide dan menaruh belati di lehernya, "aku tau kalian tau dimana perempuan itu"

"Perempuan apa? ada banyak...."

"Diam, tidak usah basa-basi, cepat kasi tau dimana, kau pasti udah tau apa yang bakal terjadi ke anak ini kan kalau"

/tang

Pria mata satu itu langsung terjatuh karena di pukul tepat di kepalanya dengan panci oleh burung Pak Farma, Tuki, si Tukan, burung itu tidak pernah berada di rumah, karena burung itu burung yang bebas, tapi burung itu tau tuannya. Blaide langsung mengambil pedangnya dan lari ke arah Pak Farma, tapi Pak Farma langsung turun, menarik tangan Blaide, dan pergi ke kandang kuda.

"Blaide, kamu pergi ke arah hutan dengan Tiago, di sana ada dua gadis, mereka anakku dan anak om Woodz, berikan sabit ini kepada Nancy, yang berambut putih, dan katakan kepada anakku, yang paling cantik, Uisa, untuk pergi ke Cidad de Vida, dan cari Tia Maria.

"AAKKKHHH" teriak Tuki, si pria bermata satu membakar Tuki, dan bersiap melempar bola api ke arah mereka, "sudah kuduga kau tau anak itu,"

"Cepat Tiago, bawa anak ini pergi ke rumah Woodz, dan Blaide, jangan lupakan pesanku, jaga terus kedua gadis itu, nyawa mereka kuserahkan ke tangan mu." Blaide mengendarai Tiago dengan air mata dan kebingungan, pedang di punggungnya terasa sangat berat, dan angin serasa mencabik wajahnya tanpa ampun, "aku baru saja berjalan-jalan sore dengan daddy, kenapa tiba-tiba kayak gini?" pikir Blaide dalam hati. Dan malam itu, menjadi malam terakhir bagi mereka bertiga. Hari terakhir mereka melihat orang tua mereka.

RIP TUKI si Tukan pemegang panciChapter 6 - Chapter 6

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


RIP TUKI si Tukan pemegang panci
Chapter 6 - Chapter 6

Things We Won't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang