GOLD RUSH 13

4.1K 551 97
                                    



Noren/ Jenren Omegaverse AU

Warn: bxb, ooc, typo, etc


.


.


"Serius?? Memangnya kalian kemana saja?"

Kilat penasaran memenuhi tatap Karina di samping rasa lelah (efek beraktivitas seharian) yang menyerang. Gadis itu sejak setengah jam lalu sampai di kamar Jeno dan menguasai tempat tidur dimana ia seharusnya berbaring dengan damai sekarang.

Usai kembali dari makan malam sekaligus menikmati sunset terindah di Oia, Karina tahu ada yang tidak beres dengan kembarannya. Jeno terlihat seperti kehilangan separuh nyawa, juga jadi lumayan 'tidak nyambung' saat diajak bicara. Karina benar, sesuatu memang telah terjadi selama Jeno absen dari kegiatan mereka. Di luar dugaan, anak itu malah menghabiskan waktu seharian dengan berkeliling bersama Renjun—berdua saja.

Ha, intuisinya sebagai kembaran, memang patut mendapat penghargaan dari organisasi rekor dunia. Pernyataan tentang jalan-jalan berdua sempat mengikis rasa penasaran, namun sikap tidak biasa Jeno masih memberi hatinya sedikit ganjalan.

Kalau benar mereka bersenang-senang, bukankah paling tidak, seharusnya Jeno terlihat lega, bukan malah sebaliknya? Bukankah ini yang selalu ia inginkan? Bisa mengajak Renjun bergabung kembali dalam sebuah konversasi tanpa perasaan canggung membebani? Apa ada peristiwa lain yang telah terjadi, di samping jalan-jalan mereka tadi?

"Kami ke Fira, lalu ke Oia." Jeno menyenggol lengan saudarinya, isyarat agar Karina membuat sedikit ruang untuk ia merebahkan badan. "Aku yang menawarkan diri untuk mengantarkan berkeliling saat tahu kalau Renjun ternyata hendak pergi keluar juga. Kami tak sengaja bertemu di ruang makan saat dia akan sarapan..."

Jarum-jarum jam menunjuk pukul sepuluh malam. Kantuk sudah sedari tadi sibuk merayu Jeno agar segera bertemu empuk bantal, setelah ia melewatkan satu hari yang sangat melelahkan. Kemunculan Karina (dengan setumpuk tanya yang siap dilontarkan) pada ambang pintu, sebenarnya tidak lagi membuat ia heran.

Jeno terkadang seringkali lupa kalau sejak terlahir ke dunia, baik ia maupun Karina punya firasat kuat mengenai satu sama lainnya.

"Kenapa tidak ajak dia sekalian ikut makan malam bersama saja, sih?"

Komplain tersebut diabaikan, satu kalimat di luar perkiraan malah meluncur keluar tanpa petimbangan.

"Aku mencium Renjun."

"Ya, heh, kau—apa?!"

Mata Karina membelalak tidak percaya, namun sedetik kemudian si gadis lekas mengulas senyum maklum. Sudah sedari lama ia mengetahui tensi tak kasat mata setiap kali nama Renjun disinggung-singgung atau jadi topik bicara. Bagaimana berjuta emosi (dari admiration sampai sort of romantic tension) tergambar jelas dalam pandangannya, meski mulut Jeno tidak pernah mengucapkan sepatahpun kata.

"Whoa, bro..." Karina bangkit dari posisi tidur lalu duduk bersila di atas kasur. Rambut hitam beraroma bunga, lurus terurai mengikuti gerakan bangkitnya yang tiba-tiba. "Ini baru perjumpaan pertama kalian setelah sekian lama, lho..."

"..."

"Kuharap dirimu punya alasan bagus untuk itu."

"Aku juga tidak tahu alasannya, tapi yang pasti bukan karena aku terbawa suasana."

Dan tentu saja dia bakal melewatkan detil mengenai sesi berenang berdua untuk tidak diceritakan pada Karina.

"Kurasa kau tahu benar apa alasannya sampai dirimu nekat mencium seorang Huang Renjun."

GOLD RUSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang