4.

399 72 3
                                    

Laki-laki bermarga Na itu tengah mengusak rambutnya yang setengah kering saat ponselnya berbunyi. Tertulis jelas nama Jeno di layarnya, ia langsung menjawab dengan senyum merekah.

"Hey, bukankah kau harusnya sudah tidur?" Jaemin menyampirkan handuknya di pundak.

"Aku tidak bisa tidur, Na~" kalimat yang diucapkan dengan nada merengek itu membuat senyumnya melebar.

"Aku temani, sleepcall seperti biasa?"

"Mm.. sepertinya tidak akan berhasil?" Jaemin terkekeh.

"Bukannya itu selalu berhasil?"

Terdengar suara berisik gesekan antar berbagai benda —tebakan Jaemin mungkin seperti selimut, bantal dan sebagainya— yang cukup rusuh sebelum Jeno kembali menjawab

"Karena.. aku mau kau kesini hehe"

Mendengar suara manis yang sedikit teredam itu membuat jantung Jaemin seolah akan meledak. Hanya membayangkan betapa lucunya Jeno berbicara dibalik telepon sambil membungkus sekujur tubuhnya dengan selimut ditambah senyum malu-malunya membuat Jaemin spontan meraih kunci motor.

"Tunggu disana sebentar"

**

Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Jeno. Kini keduanya tengah berbagi kehangatan di bawah selimut yang sama. Jeno memeluk erat, bersandar pada dada Jaemin, mendengarkan degupan teratur laki-laki itu. Ia menikmatinya, merasa nyaman setiap kali Jaemin mengelus keningnya dengan lembut. Perlahan namun pasti mengantarkannya pada rasa kantuk.

Jaemin pun tidak beda jauh, tak berhenti tersenyum sejak tadi mengamati kedua mata Jeno yang berusaha keras untuk tetap membuka meski akhirnya menyerah dan terpejam lelap. Ia terkekeh, ibu jarinya masih betah mengelus kening Jeno.

'Seperti bayi' itulah yang terlintas dibenaknya tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Jeno. Napas yang teratur menandakan bahwa ia telah tertidur nyenyak.
Jaemin membenarkan selimut yang mereka kenakan, kemudian beralih mengecup kening Jeno untuk beberapa saat.

Lalu membisikkan kalimat yang membuat Jeno tersenyum sekilas dalam tidurnya seolah Jaemin mengucapkan hal yang sama dalam mimpinya.

"Sweet dreams, my angel baby"

**

Setelah melalui sesi sarapan yang dimeriahkan dengan sedikit omelan nyonya Lee pada anaknya ketika mengetahui Jaemin datang larut malam hanya karena Jeno yang meminta, keduanya pergi ke sebuah daerah di pusat kota.

Dimana terdapat banyak sekali restoran cepat saji, street food dan sebagainya karena Jeno tiba-tiba sangat menginginkan semua itu. Memang masih cukup pagi untuk makanan-makanan seperti itu, tapi Jeno sepertinya tidak peduli ditambah Jaemin dengan senang hati menuruti.

Terbukti sesaat setelah Jaemin memarkirkan motornya, Jeno telah menjelajah entah kemana indra pengecapnya membawa. Jaemin berhasil menemukannya mengantri disebuah kedai tteokpokki, menunggu pesanannya dengan sangat antusias.

Hal itu membuat Jaemin menggelengkan kepala sambil menahan senyumnya. Ia duduk di kursi taman terdekat, mengawasi Jeno dari jauh. Jeno yang melihatnya melambaikan tangan, bersamaan dengan senyum manisnya.

"Kau beli satu saja?" Jaemin menatap sosok yang baru duduk di sampingnya.

"Aku kira kau kenyang?" Jeno menatapnya sambil mengunyah.

"Kalau kau mau, sini aku suapi" ucap Jeno lagi.

"Kalau pakai tangan aku tidak mau" mendengar itu Jeno mengangkat sebelah kakinya.

"Ini mau?" Ucapnya, masih asik mengunyah. Jaemin tergelak.

"Cepat buka mulutmu" Jeno mengarahkan sumpit dengan tteok yang terbalut lelehan keju ke mulut Jaemin, laki-laki itu menurut, menerima suapan dari Jeno.

"Enak, kan? Pilihanku memang tidak pernah salah" Jaemin mengangguk setuju.

"Berarti memilihku juga tidak salah?"

Jaemin tertawa menatap Jeno yang hampir tersedak karena perkataannya. Ia menerima pukulan yang dilayangkan Jeno di bahunya.

"Tapi kalau memang itu pertanyaanmu, iya. Aku tidak salah memilihmu."

Jaemin kembali membeku melihat senyuman Jeno, matanya yang juga ikut tersenyum membentuk bulan sabit lucu. Ia terkagum akan bagaimana makhluk ini membuatnya begitu jatuh.

**

Kembali berakhir duduk di kursi taman yang lain, Jeno memegang sebuah kotak berisi donat dengan berbagai rasa, kembali sibuk mengunyah. Jaemin asik menyesap iced americano di tangannya.

"Pulang setelah ini?" Jeno hanya sanggup mengangguk.

Jaemin yang khawatir Jeno akan tersedak donat menawarkan americanonya yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Jeno.

"Itu racun, bukan minuman. Pahit" Jaemin terkekeh. Matanya sibuk mengamati Jeno.

Setelah penantian panjang, akhirnya mereka tiba disini. Menikmati waktu bersama, melewati hari-hari bersama dengan perasaan yang sama.

Meskipun memang belum 'resmi' dan masih secara rahasia —tidak begitu ditunjukkan terlebih di kampus karena Jeno masih belum terbiasa, Jaemin tetap bahagia, ini pun lebih dari cukup.

Tak pernah menjadi masalah untuk Jaemin, ia selalu percaya hanya butuh selangkah lagi untuk membuat Jeno yakin bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dan semuanya akan baik-baik saja saat mereka benar-benar bersama.

Dan selama menunggu saat itu, baginya, apapun yang sekarang mereka miliki sudah sangat-sangat cukup.

Kembali sadar dari lamunannya, ia melihat si manis itu seperti tidak peduli selama ia masih bisa memasukkan donat ke mulutnya. Lihatlah entah sudah seberapa banyak noda krim, gula, coklat dan lain-lain bertengger di sekitar bibir Jeno.

"Sudah! Ayo pulang" Jeno membersihkan remahan gula dan sisa sprinkles di celananya.

"Sebentar" Jaemin menangkup kedua pipi Jeno, membuat laki-laki itu menatapnya bingung.

Jaemin mengusapkan ibu jarinya pada beberapa noda yang menempel di sekitar bibir dan dagu Jeno, membersihkannya perlahan.

"S–sudah?" Jeno menatap Jaemin yang sudah beberapa detik lalu menatap bibirnya tanpa henti. Jujur saja, dia gugup.

"Belum, masih ada sisa sedikit" ucap Jaemin, kini ia menatap kedua mata Jeno, lalu perlahan namun pasti menghapus jarak antar wajah mereka.

Kedua mata Jeno membesar, memang tidak terlalu ramai tapi tetap saja ini tempat umum?!

Tidak sanggup lagi menatap Jaemin, ia memilih memejamkan matanya. Pasrah apapun yang Jaemin lakukan. Detik berikutnya ia merasakan itu. Bibirnya dan bibir Jaemin menyatu.

Apa yang orang-orang katakan, apa yang telah dia lihat di film atau di buku-buku bergenre romantis, itu semua benar. Seolah waktu berhenti, dunia berputar begitu lambat. Hanya karena sebuah kecupan lembut yang Jaemin berikan.

Kening Jeno berkerut saat ia merasakan lidah Jaemin menjilat sudut bibirnya, ada sensasi aneh yang baru saja ia rasakan. Jaemin lebih dulu menjauhkan diri setelah mengecup sekilas bibir Jeno. Sementara yang bersangkutan mematung di tempat, masih dengan mata terpejam yang sesekali sedikit membuka, mengintip Jaemin.

"Hahah kenapa kau begitu?" Jaemin mengamati wajah Jeno dari dekat, membuat Jeno spontan mendorongnya dan Jaemin kembali tergelak.

"Kenapa malah tertawa?? Ini tempat umum tau?!"

"Ah, maaf.. nanti ku lakukan di kamarmu saja bagaimana?"

"Ssst! Diam kau, ayo cepat pulang!" Jeno langsung menarik tangan Jaemin dengan cepat sembari mengawasi sekitar takut-takut ada yang memperhatikan mereka sejak tadi.

***

Hei :D

You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang