Prolog

692 32 2
                                    

Happy Reading!

“Jangan sampe, kejadian gue telat ke ulang lagi deh.” gumam seorang gadis sembari melihat jam di pergelangan tangannya dengan raut wajah cemas. Sudah sedari sepuluh menit lalu ia berdiri di halte menunggu angkutan umum lewat, namun tidak ada satu pun angkutan yang mau berhenti untuk mengangkutnya.

Shalsa berdecak, saat lagi lagi satu angkutan umum melewatinya–yang sudah melambaikan tangan meminta tumpangan. Sebenarnya, bisa saja Shalsa memesan ojek online melalui aplikasi di ponselnya. Namun mengingat waktu yang tidak banyak, gadis itu tak ingin mengambil resiko jika pengemudi ojek tidak datang dalam waktu dekat.

Sedang asik menghitung waktu yang tersisa, Shalsa yang masih berdiri menunggu angkutan berikutnya harus dikejutkan dengan suara derum motor yang berhenti tepat didepannya.

Mendongak, Shalsa mendapati seseorang yang ia kenal tengah menaik turunkan kedua alisnya jemawa–lantaran senyum lelaki itu tertutup oleh helm fullface.

“Lima belas menit lagi gerbang sekolah ditutup lho, Shal. Lo ngapain masih berdiri disini?” tanyanya membuat Shalsa mendengus sebal.

“Lo pikir kenapa gue masih berdiri disini?” Shalsa balik bertanya. Menatap malas kakak kelas yang saat ini terkekeh di tempatnya.

“Gue kira lo udah sampe sekolah tau,” Shalsa mengerutkan kening tak mengerti saat lelaki di depannya menjeda kalimat sebentar. “Soalnya Bang Al udah berangkat daritadi.” lanjutnya dengan tawa yang berderai.

Shalsa menghela nafas. Selalu seperti ini, ketika kakak kelas yang merupakan teman Alfa si most wanted bertemu dengannya. Nama lelaki itu terus saja menjadi asupan Shalsa setiap saat.

“Apaan sih, Kak. Gak jelas.” balas Shalsa sembari mengalihkan tatapannya ke arah lain.

“Ah elo, Shal. Suka pura-pura gak tau. Hahaha...”

“Kak Ian!” Shalsa menatap tajam Ian di depannya. Bukan berhenti tertawa, Ian justru terkekeh geli saat melihat raut wajah adik kelas nya yang nampak menggemaskan.

Eling gue eling. Punya Bang Al.

“Iya, iya, sorry.” Ian berkata tulus. Setelah berhasil meredakan tawanya, lelaki yang memakai jaket denim itu kembali menyalakan motornya yang sempat ia matikan. “Ayo naik. Nunggu angkot kelamaan, waktu mepet nih.” ajak Ian sembari menunjuk jok di belakangnya dengan menggerakkan kepala.

Shalsa terlihat ragu. Namun saat Ian kembali memanggil dan mengajaknya, Shalsa akhirnya mengangguk setuju.

“Pegang tas gue, Shal. Kita ngebut.”

Setelahnya, suara derum mesin motor terdengar dan perlahan lahan menghilang.

.

Suara bel istirahat memenuhi setiap penjuru sekolah, membuat setiap guru yang mengajar mau tidak mau menghentikan pertemuan mereka dan beristirahat sejenak melepas kepenatan.

Shalsa, Tania, dan Bella telah menempati salah satu bangku kantin yang kini sudah dipenuhi oleh siswa siswi Pelita yang ingin mengisi perut atau sekedar nongkrong untuk cuci mata.

Sembari menunggu pesanan datang, ketiga gadis itu asik bercerita yang diselingi tawaan sesekali. “Kak Alfa marah nggak ya kalo dia tau halu gue?” Shalsa tertawa geli sesaat setelah ia selesai bercerita. Tadi gadis itu menceritakan sedikit halu nya kepada Tania dan Bella jika sedari kemarin ia tengah memikirkan seseorang.

“Kalo lo cerita sih bisa jadi. Tapi kalo pun doi tau, gapapa dong. Kita menghalukan seseorang itu wajar, ngehaluin aktor juga sah-sah aja tuh. Kenapa Kak Alfa harus marah ya, gak?” Bella berujar santai.

ALSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang