6.

495 19 9
                                    

Happy Reading!

Setelah kepergian Alfa yang mengajak Shalsa untuk pulang bersama, kini meja yang masih berisikan teman-teman kedua sejoli itu nampak terlihat heboh dengan suara grasak grusuk dari kursi yang berderit.

“Ini cuma perasaan gue doang apa gimana, ya. Si Alfa makin ke sini makin tancap gas buat deketin Shalsa.” celetuk Fary setelah menggeser bangkunya agar lebih dekat dengan yang lain. Memulai sesi gibah saat dirasa topik kali ini amat menarik.

“Bukan perasaan, Bang. Tapi iya. Gue juga ngelihatnya gaspol banget Bang Al kali ini. Meski masih rada cuek cuek gengsi tai kucing.” sahut Ian membuat ketiga cowok itu tertawa.

“Seriusan Kak Alfa deketin Caca??”

Tawa para lelaki itu seketika terhenti saat suara Bella mulai menginterupsi. Dilihatnya gadis yang merupakan teman Shalsa itu menatap dengan pandangan penuh tanya.

“Sepenglihatan lo aja gimana.” kata David membuat Bella mendengus.

“Sepenglihatan gue sih... Maybe... Yes. Tapi, kan...” ucapan Bella terjeda, seraya menatap keempat kakak kelasnya ragu. “Kak Alfa punya Kak Amara. Gimana ceritanya kalo deketin Shalsa?”

David, Fary, Bagas serta Ian sontak saling pandang. Gadis di hadapannya ini menanyakan hal wajar namun dapat menjebak. Mereka tak mungkin menjawab asal sebab sang pelaku utama dari pembicaraan ini pasti akan melempar kepala mereka dengan bola basket kebanggaaannya.

Sementara itu, Tania yang sedari tadi diam menyimak kini memicing tajam. Ia menatap satu persatu kakak kelas di depannya saat tatapan keempat teman Alfa ini mencurigakan.

“Gue nggak akan biarin, ya, kalo sampe Shalsa jadi bahan taruhan kalian.” seru Tania tenang namun dapat menyentak David dan kawan-kawan serta Bella yang duduk di sampingnya.

“Wahh... Parah!! Jadi kalian jadiin temen gue bahan taruhan???” Bella bertanya garang. Sontak, keempat lelaki itu menggeleng dengan cepat. Takut-takut jika dua teman Shalsa ini salah paham dan mengatakannya pada gadis itu.

Tidak boleh dibiarkan! Akan menjadi masalah panjang jika itu benar terjadi.

“Bukan, anjirr, bukan gitu konsepnya.” Ian menyela dengan cepat.

“Terus gimana?” tanya Bella dan Tania bersamaan.

David menghela nafas. Memang merepotkan jika perempuan dengan kesalahpahaman-nya ini menyatu.

“Nggak gimana gimana. Intinya temen lo sama sekali bukan bahan taruhan kita. Dan itu gak akan mungkin.” jawab David yakin. Membuat Bella mengangguk sedangkan Tania hanya diam masih menatap keempatnya ragu.

“Awas ya, Kak, kalo omongan lo nggak bisa dipegang!”

.

Terlihat seorang gadis yang terburu-buru turun dari motor sesampainya ditempat sang kakak yang beberapa menit lalu menghubunginya.

Tanpa mengucap sepatah kata pun, Shalsa berjalan mendekat kala melihat Amel yang terduduk di atas kap mobilnya.

“Kak Amel!!”

Amel yang merasa dipanggil pun menoleh dan mendapati sang adik berdiri tepat di hadapannya.

“Dek—”

“Apa aja yang hilang? Kenapa bisa? Teledor banget, sih, lo...” cerca Shalsa menjeda perkataan Amel yang hendak di lontarkan.

Gadis itu melihat-lihat sekeliling mobil untuk memastikan ada kerusakan apa di body mobil sang kakak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang