07

10 2 0
                                    


.
.

Sudah lima hari sejak hubungan kami berakhir. Aku beberapa kali menatap kamarnya yang berada di lantai empat setiap kali berjalan menuju parkiran luar. Jauh di dalam hati, aku masih tidak terima kami putus seperti itu.

"Jongho, beberapa hari ini lo jadi jarang main ponsel," ujar Yeosang menggoda Jongho yang sedang berdiam diri. Memang sepertinya akhir-akhir ini dia jarang memegang ponselnya.

"Lo putus juga kayak Seonghwa hyung?"

Sumpah, aku ingin menampar mulut Yunho yang tidak tahu aturan itu. Apa dia tidak tahu aku masih berusaha healing dari patah hati?

"Berisik, Yunho hyung," tukas Jongho tajam. Dia kemudian menatapku, meskipun beberapa detik kemudian kembali mencari pemandangan lain.

Lift berhenti dengan cepat di lantai satu. Ketika keluar, mata kami disambut kerumunan beberapa orang. Dua dari mereka berpakaian polisi. Sedangkan dua lainnya memegang sesuatu yang terlihat seperti buku catatan.

Aku menduga ada sesuatu yang terjadi karena kami baru kembali dari perusahaan subuh tadi.

"Sebaiknya kita gak terlalu menarik perhatian," ujar Hongjoong yang diiyakan member lain.

Kami merapikan hoodie dan topi yang kami kenakan dan hendak berjalan cepat menuju tempat parkir. Kalau saja mataku tidak bertemu dengan sepasang mata yang terlihat familiar. Aku terpaku menatap pemilik mata itu yang berjalan mendekat.

"Han Byeol..."

Tapi itu bukan Han Byeol. Pemilik mata itu seorang pria. Dan pria itu secepat kilat mendorong Jongho menjauhi kami. Si maknae Choi Jongho itu, ya! Dan dia sama sekali tidak terlihat terkejut.

Kami yang penasaran, samar-samar mendengar percakapan mereka.

"Seharusnya tiga hari yang lalu dia udah di rumah..."

Jongho melirik kami sekilas. Tapi pria itu kembali menarik lengan Jongho untuk fokus pada dirinya saja.

"Udah gue kirim," ujar Jongho menunjuk ponsel lawan bicaranya. "Gue gak lihat dia lagi sejak kami mulai promosi lagu. Gue kira gak akan ada apa-apa."

Pria itu menarik tubuh Jongho mendekat. Berbisik entah apa. Mungkin sadar bahwa kami sedang menguping pembicaraan mereka.

"Siapa sih yang mereka omongin, hyung?" tanya San entah pada siapa. Karena kami semua juga tidak tahu objek pembicaraan Jongho di sana.

Pria itu memeluk Jongho sekilas, menepuk punggungnya. Kemudian kembali berjalan melewati kami dan bergabung dengan orang-orang tadi. Memeluk bahu seorang wanita berusia sekitar lima puluhan yang sedang berbicara pada polisi.

"Siapa-" Pertanyaan San dihentikan oleh gestur tangan Jongho.

"Oh, hyung! Di mana?" tanya Jongho di seberang telepon. "Bisa ngomong sebentar?"

Jongho terlihat mendengarkan jawaban dari lawan bicaranya.

"Itu... emm..." Jongho menatapku sekilas, terlihat ragu. Tapi kembali dia mengalihkan pandangannya. "Manajer produksi yang waktu itu, uh, si..."

"Iya, Kang Yohan brengsek itu! Dia masuk kerja, gak?" Jongho kembali menatap kami sekilas. Sekali lagi mengabaikan wajah penasaran yang pasti terlihat jelas di antara kami.

Yang lebih mengejutkan selain Jongho yang mengumpat adalah amarahnya di wajahnya. Selama ini dia tidak pernah menunjukkan wajah seperti itu.

💜💜💜

Sepanjang perjalanan kami menuju stasiun televisi, Jongho sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Bahkan menghindari tatapan kami. Dia kembali sibuk memandangi ponselnya. Dari gerakan tangannya terlihat dia berusaha menghubungi seseorang berulang-ulang kali.

"Lo beneran gak mau kasih tau ada apa, Jongho?" tanya Hongjoong yang mulai risih dengan suasana di dalam mobil.

"Nanti hyung. Nanti gue jelasin semuanya kalau udah clear." Jongho menatap bayangan Hongjoong yang duduk di sebelah driver dari back mirror.

Taekwoon hyung menyambut kami di lobby. Manajer kami itu jadi lebih sibuk dari sebelumnya. Padahal beban pekerjaannya sudah dibagi dengan manajer lainnya.

"Kita ngobrol sebentar," ujar Taekwoon hyung meraih lengan Jongho, kemudian menatap kami bergantian. "Kalian siap-siap duluan di ruang tunggu."

Donghwa hyung, manajer baru kami, menuntun kami seperti anak ayam menuju lift. Tapi aku tidak bisa lagi menyimpan rasa penasaran ini. Aku melangkah keluar tepat sebelum pintu lift tertutup.

"Nanti gue nyusul," ujarku melambaikan tangan ke arah pintu lift. Kemudian berlari ke arah terakhir aku melihat Jongho dan Taekwoon hyung pergi.

Tidak butuh waktu lama untukku menemukan mereka.

"Hwanwoong yang bilang. Dia punya buktinya."

Itu suara Jongho. Perlahan aku mendekati asal suara itu.

"Gak ada bukti yang jelas dari chat itu, Jongho. Lagipula keluarganya udah lapor polisi kan? Kita tunggu kabar dari mereka. Mungkin aja dia memang lagi liburan sama Yohan-"

"Hyung!" Jongho berteriak kesal. Dia bahkan menarik rambutnya sendiri. Menahan amarahn. "Nuna itu... Hwaseong nuna... dia gak pernah ingkar soal janjinya."

Hwaseong? Pacarnya Jongho?

"Si Kang Yohan brengsek itu gak mungkin ngirim pesan kayak gini ke Hwanwoong cuma untuk main-main. Dia pernah bikin tangan kiri nuna patah dan terpaksa ngelepasin beasiswa Jermannya."

Aku bisa mendengar suara Jongho yang mulai bergetar.

"Gak ada jaminan dia gak bakal ngelakuin hal mengerikan itu lagi, hyung. Kang Yohan brengsek itu psikopat. Apalagi dia tau kalau nuna sekarang hamil anaknya Seonghwa hyung."

Siapa... yang hamil anakku?

"Itu juga... kan belum pasti kalau-"

"Kandungannya baru tiga bulan, hyung..."'

Suara Jongho teredam karena dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ketika aku berhasil memberanikan diri muncul di antara percakapan penting mereka.

"Siapa yang hamil anak gue?"

💜💜💜

STARLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang