Bab 4

39 0 0
                                    

             "....Charles G. Finney, in his Lectures on Systematic Theology Class, once said that 'Children obey your parents in the Lord for this is right' And according to that, everyone should obey his mother and father seems a good thing..."

            Tyas R. Tedjaseputra belum beranjak sedikitpun dari ruang kerja Papa-nya dimana pria tua itu masih berceloteh mengenai Tyas yang harus segera menikah. Sayangnya, ia tidak menangkap sedikitpun apa yang dibicarakan oleh pria tua itu, melainkan pikirannya terbang ke beberapa tahun lalu saat ia masih menjadi mahasiswa di Oxford.

            Tyas masih mengingat dengan jelas setiap kata yang pernah disampaikan oleh Prof. James saat mengajarkan 'Philosophy in the Light of the Oracle of Gods' di kelas Embracing Lectures on The Moral Law pada saat itu.

          "Children obey your parents in the Lord for this is right"...

           Tyas tidak bisa mengalihkan pikiran-nya dari mengingat kalimat tersebut. Selama dua tahun ia keluar dari rumah ini, selama itu pula Tyas merasa sangat bersalah kepada orang tuanya karena telah membangkang— walaupun sampai detik ini ia tidak menyesali keputusannya tersebut. Ia mulai berfikir apakah kembali menuruti perintah Papanya adalah hal yang benar untuk Tyas lakukan. 

           Tentu saja tidak masalah jika ia harus menikah dengan Bhian walaupun Tyas bisa jujur, ia sendiri tidak menginginkan pernikahan ini. Bukan karena itu adalah Bhiantara Buana, tapi karena orang tuanya. Terlebih ketika Papanya adalah sosok yang otoriter, sangat menuntut, dan tidak suka dibantah.

           "Kamu dengar, Rajni? Kamu akan menikah." Ucap Tedjoseputra tegas.

           Ya, Terserah.

           "You have no choice, Rajni. You know I can't do anything termasuk menutup toko roti kamu bukan hal yang sulit Papa lakukan."

           Ya Papa, I know.

           "Not even like you did last time to me, you're not going anywhere again. You are going to married soon." 

----

            Dua orang dengan setelan hitam sedang berdiri di depan Audi silver saat Tyas baru saja keluar dari gerbang rumah. Pertemuan dengan kedua orang tuanya tadi berakhir dengan kesepakatan bahwa Tyas menyanggupi perjodohan tersebut sekalipun ia sendiri tidak menginginkannya.

           Adam melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada kendaraan yang lewat sehingga ia bisa menyeberang jalan. "Permisi, Mbak Tyas?" Panggil Adam memastikan.

           "Kamu kenal saya?" Tanya Tyas bingung.

           Adam mengangguk, "Pak Bhian menyuruh kami untuk menjemput Mbak Tyas. Mari Mbak, saya antarkan ke lokasi." Tyas mengikuti kedua orang tersebut untuk masuk ke dalam mobil.

           Ketika akhirnya Audi hitam yang ditumpangi Tyas tiba di Gormeteria, ia turun dari mobil kemudian berjalan memasuki kafe. Beberapa orang dengan setelan hitam yang sama termasuk dua orang yang menjemput sebelum ini, ikut berjalan dibelakang Tyas dan membuat wanita itu sedikit risih karena tidak terbiasa dengan perlakuan seperti itu.

           Tyas berdeham kecil, "Kalian jangan di belakang saya gitu, dong. Sini, jalan barengan saja," Ucapnya sambil tersenyum.

           "Nggak apa-apa, buk. Sudah prosedurnya." Jawab Adam sambil tersenyum sungkan.

           "Mbak Tyas ayu pisan." Bisik Agung tiba-tiba kepada Ningsih sambil tersenyum kecil. Ningsih mengiyakan, "Iya, Mbak Tyas cantik."

The Day When Nashville RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang