19. MESSAGE

4.1K 633 126
                                    

19. MESSAGE

BERKALI-KALI Kinan menghela napasnya berat saat dirinya kembali terjebak berdua bersama Khatulistiwa Lakeswara.

Selepas pertandingan antara Khatulistiwa dan Samudra berakhir, Rhea si sahabat bangsatnya memilih untuk pulang bersama Revan, kekasihnya.

Tadi, dia dan Rhea memang datang ke Lapangan Meteor dengan grab. Inilah yang membuat sahabatnya itu memilih pulang bersama kekasihnya sekalian kencan katanya.

Kinan tentu saja langsung protes dan mengumpati Rhea. Namun, Rhea teteplah Rhea si bangsat. Gadis itu bahkan sempat menertawakan Kinan sebelum naik ke jok belakang motor kekasihnya.

Jika dipikir-pikir, sebenarnya Kinan bisa saja memesan ojek online dan pergi dari tempat ini sendirian, namun Khatulistiwa kembali berulah. Pria itu merebut ponselnya seakan sudah tahu isi pikiran Kinan. Sial!

Dan kini akhirnya dia terjebak bersama pria jangkung itu di toko perlengkapan alat lukis.

Laki-laki itu katanya besok ada pelajaran seni budaya dan disuruh untuk melukis. Dan ya, kini dia terlihat sedang memilih-milih kuas dan segala alat-alat yang dibutuhkan untuk melukis. Gemintang, Rama, dan Agoy memilih untuk nitip saja daripada hanya akan dijadikan kacong jika nekat untuk mengintili kedua pasangan bulol itu.

"Lo suka lukis gak?" Pria itu menolehkan kepalanya dan menatap Kinan yang saat ini berdiri sembari melipat tangannya di depan dada.

Kepala Kinan langsung menggeleng mendengar pertanyaan itu. "Enggak. Tahu sendiri gue anaknya malesan."

"Terus bakat lo di bidang apa?" Khatulistiwa menaikkan alisnya.

"Ga ada bakat," jawabnya dengan begitu santai.

Jujur, Kinan memang merasa bahwa dia tak mempunyai bakat sama sekali entah dalam bidang akademik maupun non-akademik.

Nilainya dalam semua mata pelajaran bisa dibilang mepet KKM. Di lain sisi, dia juga tak ada bakat dalam bidang seni maupun olahraga. Jadi ya dia mengambil kesimpulan bahwa dia memang tak memiliki bakat.

Tidur, makan, rebahan, main game zombie, apakah itu bisa disebut dengan bakat?

Khatulistiwa terdengar tertawa pelan.

"Lo itu ada bakat tahu, Cay." Pandangan pria itu kembali terfokus menatap banyaknya kuas yang berada di depannya setelah beberapa saat menatap Kinan.

Tangannya tergerak untuk kembali memilih kuas satu persatu yang menurutnya paling sempurna.

"Apa?" Kinan menaikkan alisnya menatap pria yang kira-kira berjarak tak satu meter di depannya itu.

Mengambil satu kuas, Khatulistiwa memandang Kinan yang juga saat ini juga sedang memandang dirinya dengan tatapan datar.

Dengan bibir yang tertarik ke atas membentuk senyuman yang begitu manis, kakinya melangkah guna mengikis jaraknya dengan Kinan.

Tak lama setelah itu, dia berbisik tepat di samping telinga gadis itu.

"Bakat lo yaitu buat gue jatuh cinta."

"Modus lo, Jamet!" Tangan Kinan tak tahan untuk tidak mendorong tubuh pria jangkung yang saat ini benar-benar sangat dekat dengannya.

Aroma parfum maskulin khas seorang Khatulistiwa benar-benar tercium di indera penciumannya. Wangi tubuh pria itu benar-benar khas. Bahkan jika boleh jujur, Kinan merasa bahwa hanya Khatulistiwa yang mempunyai wangi seperti ini.

KHATULISTIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang