5 | Just as I remember

19 3 1
                                    

Aloha! Happy Reading! (≧ω≦)

Playlist: All These Years - Camila Cabello

Aphrodite menatap mata itu lekat, mata Jason yang masih segar dalam ingatannya, meskipun sudah delapan tahun berlalu sejak terakhir kali Aphrodite melihatnya secara langsung. Mata itu masih sangat indah, persis seperti yang diingatnya.

Mata yang menarik semua wanita--atau itu hanya perasaannya saja--untuk menyelaminya. Mendorong untuk tenggelam di dalamnya. Aphrodite selalu menyukainya. Meskipun tenggelam di sana berarti tidak ada jalan untuk kembali. Aphrodite tidak masalah. Mencintai Jason itu menyenangkan.

Semuanya sama, bahkan Aphrodite mencium bau petrichor, wangi kesukaan Jason, yang juga merupakan wangi kesukaannya. Jason memang aneh. Pria itu menyukai cahaya matahari sekaligus wangi hujan, sesuatu yang berkebalikan. Tetapi itu jugalah yang menyadarkan Aphrodite.

Ketika kita menyukai sesuatu, belum tentu kita tidak akan menyukai sesuatu yang berbeda dalam hidup kita. Aphrodite tidak pernah menyangka akan jatuh cinta sebegini dalamnya kepada pria yang sama sekali bukan tipenya, bukan jenis pria yang akan ditaksirnya.

Dan ketika Jason tersenyum tipis, alias senyum formalitas antara orang yang baru bertemu, Aphrodite merasa dadanya benar-benar akan meledak. Aphrodite menatap pria itu lebih lekat sebelum akhirnya menuai kecewa. Jason ternyata sudah tidak sama lagi. Fisiknya masih sesempurna dulu, tetapi tatapannya berbeda.

Perbedaan itu terlihat jelas saat dia tersenyum. Tatapan itu bukan lagi tatapan hangat seperti yang dulu sering dilihatnya. Bukan lagi tatapan memuja yang selalu pria itu lemparkan. Dan Aphrodite ingin sekali menangis saat ini juga.

Tiba-tiba, lagu Havana yang sempat hits itu terputar dan ternyata berasal dari ponsel Clarisse yang membuatnya menjauh sebentar. Hal itu memberikan waktu bagi Aphrodite untuk menenangkan dirinya.

Merasa sudah mampu mengendalikan dirinya, sambil tersenyum tipis, Aphrodite berkata, "Long time no see, Jas. Apa kabar? Nice to meet you again, by the way." Aphrodite merasa suaranya agak bergetar. Kabar. Memangnya apa ucapan pembuka obrolan dua orang yang sudah tidak pernah berkomunikasi selama delapan tahun yang lebih baik dari bertanya kabar? Meskipun ada banyak sekali hal yang ingin dikatakan Aphrodite, benang ruwet yang sudah terjalin bertahun-tahun, Aphrodite ingin sekali memperbaikinya.

"I'm fine." Lihat? Jason bahkan tidak repot-repot menanyakan kabar Aphrodite, atau membalas dengan kalimat 'nice to meet you' yang sama. Meskipun itu hanya untuk formalitas.

"Gimana rasanya tinggal di Manhattan? Pasti indah banget ya di sana. Dari dulu pengen ke sana, tapi belum kesampaian." Pengecut. Hanya berani menanyakan topik umum yang sebenarnya jelas tidak penting.

"Manhattan is amazing, of course. Jakarta juga sudah banyak berubah."

"It's been eight years, Jas sejak kita terakhir kali ketemu. Selama ini jarang pulang ya? Kita gak pernah ketemu lagi."

"Iya," balas Jason singkat. Aphrodite melihat bahwa rahang pria itu sempat mengeras sejenak. Aphrodite langsung menyesal menanyakan hal itu, melihat sikap Jason yang menjadi semakin dingin, semakin menjauh, dan semakin keras.

Bingung harus membalas apa, Aphrodite mengangguk, kemudian tersenyum tipis dan menundukkan pandangannya. Dia harus berhenti menatap wajah pria di depannya ini sebelum dia benar-benar menangis.

"Hei, kalian sudah saling kenal sebelumnya?"

"We're friends," balas Jason sebelum undur dan duduk bersama Clarisse di meja di sudut kafe.

Teman. Aphrodite melirih dalam hati. Memangnya apa yang pantas diharapkan dari seorang pria yang sudah kamu patahkan hatinya, pria yang dulu mencintaimu namun kamu lukai karena kebodohanmu? Aphrodite tertawa miris, menertawakan dirinya sendiri.

Bahkan, Jason juga sudah menemukan kebahagiaannya sendiri. Clarisse, Aphrodite tidak begitu mengenalnya tetapi dia tahu bahwa Clarisse adalah perempuan cantik, mandiri, dan sukses yang baik hati. Clarisse juga sempat tinggal di Amerika sebelum pulang ke Indonesia. Mungkin mereka bertemu saat masih sama-sama di Amerika.

Inilah kebahagiaan yang pantas didapatkan orang sebaik Jason. Aphrodite turut berbahagia untuknya. Aphrodite akan tetap mendoakan Jason, meskipun perempuan itu tahu, hatinya akan semakin tersayat-sayat mengetahui fakta bahwa Jason sudah menemukan cinta baru, dan perempuan beruntung itu tentu saja bukan Aphrodite.

***

"Sore Bu Wanda, ada tetangga baru ya? Tumben-tumbenan rame. Kalau ga salah memang rumah di depan lagi diisi kan kemarin?"

"Iya Mbak. Mbak belum sempat ketemu orangnya ya? Masih muda, ganteng lagi. Pasti cocok sama Mbaknya."

Aphrodite hanya tersenyum geli, tidak berminat untuk menanggapi perjodohan mendadak ala ibu-ibu yang dilontarkan istri ketua RT perumahan ini. Bu Wanda pernah berkata bahwa Aphrodite cantik sekali dan sejak saat itu dia selalu berusaha mengenalkan Aphrodite dengan para pria di perkomplekan rumah Aphrodite yang dikenali oleh Bu Wanda. Dan tentu saja, Aphrodite tidak tertarik meskipun banyak di antara pria lajang itu yang tertarik padanya.

"Sayang malam ini dia belum ke sini katanya, nanti deh kalau dia sudah mulai menetap di sini, Ibu kenalkan."

Aphrodite menggeleng, "Tidak perlu, Bu."

"Ini yang terakhir deh, gimana?"

"Ibu mah selalu bilang begitu. Tapi ditolak juga Ibu pasti tetap semangat sekali."

"Kan, sudah Ibu bilang, kamu cantik sekali. Ibu pengen lihat kamu cepat menikah, pengen lihat anakmu, pasti lucu sekali. Ibu sudah anggap kamu anak Ibu, Mbak."

Aphrodite tersenyum lagi. Bu Wanda mungkin memang ingin melihat anaknya menikah, tetapi mengingat Bu Wanda tidak memiliki anak, Aphrodite jadi diminta segera menikah. Aphrodite tertawa, dia hanya akan menikah jika dengan Jason, hal yang paling tidak mungkin untuk terjadi. Aphrodite tiba-tiba merasakan pelukan dari Bu Wanda.

"Aphrodite harus berani mencoba lihat ke depan. Ibu yakin tunanganmu kini sudah bahagia. Kini giliran kamu, Dy." Bu Wanda memang mengetahui hal ini. Bu Wanda sebenarnya adalah teman dekat Mama dan sudah menganggap Aphrodite sebagai anak perempuannya.

"Terima kasih Ibu, tadi aku lihat dia. Lebih ganteng, lebih bahagia. Dia--," suaranya melirih, "sudah bahagia. Bukan denganku, tentu saja."

"Aphrodite juga bisa bahagia kok. Kamu perempuan hebat, Sayang. Percaya sama Ibu."

"Terima kasih Bu."

"Kamu anak Ibu." Aphrodite tersenyum tipis, dia tahu banyak yang menyayanginya tetapi dia tetap mengharapkan satu orang yang tidak memedulikannya. Begitu bodoh dan egois. Tetapi Aphrodite hanya tidak bisa tidak mencintai pria itu. Entah ini semua cinta atau hanya penyesalan, Aphrodite tidak tahu.

tbc.

VOTES AND COMMENTS WILL BE VERY APPRECIATED.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

All These YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang