Chapter Two.

351 50 16
                                    


{02}


Ren. Jika kalian bertanya siapakah yang pertama kali mencetuskan nama panggilan itu untuk Ren, maka jawabannya adalah Jendral. Ya, Jendral lah yang membuatnya dan Ren begitu menyukai nama panggilan itu. Dulu waktu jaman sekolah, Ren lebih sering dipanggil Disa. Setiap ada yang memanggilnya dengan nama itu, Ren tidak suka sebab Disa adalah nama yang terlalu perempuan menurutnya.

Tentang Ren, nggak ada yang menarik sih. Hidup Ren nggak ada manis-manisnya sama sekali. Sejak kecil, Ren udah terbiasa sendiri. Orang tua? Ah, Ren nggak pernah punya orang tua. Ren dibuang di panti asuhan dan hidup susah semenjak kecil.

Tapi ternyata, Tuhan masih sayang sama Ren. Ren akhirnya dipertemukan sama Nenek. Ren bener-bener nggak nyangka kalo ternyata Ren masih punya anggota keluarga yang peduli. Ren bahagia banget waktu itu. Tapi lagi lagi, kebahagian Ren nggak berlangsung lama.

Beberapa bulan kemudian, Nenek juga akhirnya pergi. Nenek sakit keras dan meninggal dunia di rumah sakit tanpa ada kehadiran Ren di sisinya. Ya, Ren tidak pernah tahu jika Nenek mengidap penyakit seserius itu sebelumnya.

Dan dari situlah, Ren pun memutuskan untuk memulai kehidupan baru. Ren yang waktu itu masih SMA, dengan giatnya Ren belajar untuk mengejar beasiswa. Ren belajar sampai larut malam, Ren ikut kelas tambahan di sekolah, dan Ren rutin mengikuti perlombaan apapun yang Ren bisa. Beruntungnya Ren, ia akhirnya memperoleh kejuaraan lomba dan dari lomba itu, Ren pun mendapatkan beasiswa untuk masuk kuliah. 

Itulah Mengapa Ren sekarang ada di sini, di Kota Yogyakarta—sedang berkuliah dan berkumpul bersama teman-teman terbaiknya. Ren begitu mencintai kehidupannya yang sekarang. Apalagi ia mendapatkan kesempatan untuk bisa mengenal seseorang bernama Jendral Mandala Putra. Orang itu entah mengapa selalu saja menempati tempat dan ruang spesial di hati Ren.

Tak!

Jendral melemparkan garpunya ke dalam mangkuk, hingga menimbulkan suara. 

"Kenapa nggak dimakan sih Ren? Masih sedih ya karena lo kira gue tadi beneran mati? HAHAHAHA," tanya Jendral. Lelaki itu kembali tertawa.

Sekarang, ia dan Jendral sedang makan di atas kasur. Ingat mie rebus yang Ren beli waktu itu? Ya, itulah yang sedang ia makan bersama Jendral. Tapi, Ren benar-benar sudah kehilangan nafsu makan. Rasa laparnya sudah hilang entah pergi ke mana.

"Males ah, lo makan aja nih semua. Aduh! kepala gue pusing." Ren membuat alasan. Ia tak mau Jendral semakin menanyainya lebih dalam.

"Eh pusing? Lo gapapa? Aduh gimana nih! Minum obat ya Ren?"

Ini yang sering buat hati Ren meleleh. Sikap ini lah yang Ren suka dari Jendral. Ya, Ren memang haus perhatian. Tapi jangan salahkan Ren, sebab ini semua terjadi karena semenjak kecil Ren tidak pernah mendapatkan perhatian bahkan sekecil butiran upil pun.

"Gausah, Jen. Gue mau tidur aja," jawab Ren kalem, padahal hatinya sudah tak tertolong di dalam sana.

"Mm gitu? Okey, gue makan dulu. Selamat tidur Rennn!" kata Jendral sambil menunjukkan kedua jempol tangannya. Ren dibuat tersenyum karena tingkah Jendral. Kalau begini, Ren jadi tidak ingin tidur rasanya.

——○——

Suara notifikasi pesan dari ponsel Jendral, membuat Ren terbangun. Ren meraihnya dengan mata setengah tertutup. Ia terkejut begitu melihat ada begitu banyak pesan dan panggilan telepon dari seseorang. Ren heran, ke mana perginya Jendral? Kenapa ponselnya ada di sini?

Not Supposed To Met You | Noren ft MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang