Maaf ya udah lama banget book ini nggak update. Gue ragu sih ada yang masih setia nungguin book nggak jelas ini hahaha. Gue sibukkk bgt karena gue lg banyak ujian guys :") otak gue nggak bisa dipake buat mikir keras. Tiap nyoba ngetik, malah jadinya amburadul. Jadinya gue nunggu momen yg tepat ae dulu. Lagian gue nulis buku ini buat ngisi waktu luang gue dan semata-mata hobi. Jadi... mohon pengertiannya ya guys.
——○——
Arkan memeluk pinggang Ican dengan erat. Selimut tebal menyelimuti keduanya, hingga membuat seseorang mungil dalam dekapan Arkan terus bergerak tak nyaman. Ican menggerutu samar sedari tadi. Pemuda itu kesulitan bernafas, karena begitu sempit dan sesaknya posisi yang dimilikinya sekarang.
Arkan tertawa kecil, sambil menyelami wajah Ican yang merengut gemas. "Kamu kelihatan lebih manis malem ini..." pujinya sambil menatap netra Ican lurus.
"Ah makasih, tapi please lepasin aku. Ini sempit bangettt sayang..." Ican mencoba berontak, tetapi Arkan terus menahan gerak tubuhnya dengan kekuatan tangan.
"Ish! Kamu kenapa sih? Aku nggak bisa nafas Arkannnn begooo!" tutur Ican kembali. Ia menendang-nendang kakinya ke udara kosong, karena kesal.
"Sebentar ajaaa. Di kosan aku kan nggak ada guling, jadi aku mau puas-puasin dulu," saut Arkan dengan mata terpejam dan hidung yang menempel pada pundak Ican. Ucapannya hanya main-main, yah, setidaknya begitu menurutnya.
"Ih jahat kamu. Jadi keberadaan aku disini cuma buat pengganti guling kamu doang ya?"
Arkan diam tak berniat membuka suara, baru kemudian mengecup pipi Ican dengan satu kali serangan kuat. Lantas terduduk di tepi kasur, mengusap rambut setengah ikalnya yang membandel, dan akhirnya bangkit berdiri.
"Aku mau mandi, kamu tunggu sebentar ya di sini?"
Ican yang akhirnya lepas dari jeratan Arkan, menatap Arkan dengan pandangan masih setengah kesal karena pertanyaannya tak dijawab. Dia memilih membuang muka dan membuat lengkungan marah di bibirnya.
"Mandi tinggal mandi, gausah laporan. Petugas upacara lu?"
Arkan terkekeh. "Duh kok marah-marah terus, maaf deh. Maaf ya sayang? Ya?"
Ican yang masih tetap dengan pendiriannya, lantas merubah posisinya menjadi posisi duduk. Walaupun begitu, ia masih saja tak sudi memandang wajah Arkan. Ia masih kesal dan hanya Tuhan lah yang tahu sampai kapan Ican akan mempertahankan kekesalannya itu.
"Yaudah ah sana kamu mandi, aku mau buatin makan malem dulu. Mau buat nasi goreng. Kamu, cabenya mau berapa?"
Arkan mendekat pada punggung Ican, memancarkan senyuman seperti bocah usil yang menjengkelkan. Tatapannya terpaku pada punggung semestanya yang candu, dengan wangi khasnya yang tak pernah sekalipun menguap dibawa kabut.
"Cabenya tiga!"
Suara Arkan terdengar dekat di kuping Ican. Tentu saja dia syok berat. Oleh karena itu, kini ia tampak mengelus dada kirinya, seolah-olah benar habis terkena serangan jantung mematikan.
Ya, yang tadi itu mendekati sih.
"Anjing! gaada adabnya ya lu lama-lama gue liat. Kaget bangsattt!" makinya. Lupa kalau yang diajak bicara sekarang bukan lah Ren atau pun Jendral.
Arkan itu, pacarnya bukan?
Tapi tentu saja Ican nggak mau ambil pusing. Ican ini orangnya gak suka banget sama hal ribet. Lagian, kenapa juga sih pakai acara jaim-jaim segala. Gak usah deh, alay. Lagi pula, pastinya Arkan sudah hafal betul dengan sifat dan wataknya yang gak ada bagus-bagusnya itu sejak dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Supposed To Met You | Noren ft Markhyuck
Fanfiction{On Going} ‼️ PLEASE BACA TAG ‼️ ➡️ Berkisah tentang lika-liku percintaan Rendi bersama Jendral yang cukup rumit. Adalah kisah ketika semesta menentang kepada yang lebih pandai menantang. Ini Ren, dan perjalanannya yang berundak panjang. /noren, m...