Chapter Five.

247 41 5
                                    


{05}


Udara terasa dingin. Tadi malam hujan badai, dan baru saja akhirnya berhenti ketika sang surya menampakkan wajahnya. Ini masih pagi dan Ren sudah kebosanan di dalam panti. Sebenarnya Ren tidak diperbolehkan keluar dari panti sesuka hati seperti ini, tapi karena Ren sudah muak dengan suasana di dalam sana, Ren pun akhirnya tetap nekat untuk keluar. Biarkan saja. Toh lagian, suster-suster juga sudah mengecapnya dengan sebutan anak bandel sejak awal.

Sejak tadi, Ren asyik memandangi langit. Burung-burung liar berterbangan di atas sana. Sebagian ada yang bertengger di pepohonan rindang, sedangkan sebagiannya lagi malah asyik berkecipak-kecipak ria di atas genangan air hujan. Sepertinya, kawanan burung itu sedang mandi.

Mereka berputar-putar, sambil mencelupkan kepala mungil mereka ke dalam air. Dua diantaranya sedikit berisik, karena salah satu dari mereka tak sengaja mencipratkan air ke arah kedua burung yang sedang mandi. Dari bunyinya, Ren tahu kalau mereka sedang marah-marah. Ren tertawa kecil melihat tingkah kawanan burung itu.

Bocah laki-laki usia 12 tahun itu lantas berdiri. Ren sudah ingin kembali ke panti. Takut juga kalau nanti ketahuan. Bisa-bisa nanti jatah makan siangnya dikurangi oleh suster Ghina dan Ren pasti bakalan dihukum berdiri menggunakan satu kaki, seperti yang lalu-lalu. Namun niatnya langsung sirna, begitu mata jelinya menangkap benda elok kekuningan di balik pohon yang dekat dengan tempatnya semula berdiri.

Itu sunflower kesukaannya!

Ren langsung berbalik arah, tak peduli jika habis ini ia akan kena omelan panjang kali lebar dari suster Ghina. Ren pokoknya harus memetik bunga itu dulu, baru setelah itu Ren akan kembali ke dalam panti. Sudah lama sekali ia tak melihat bunga matahari. Terakhir kali Ren melihatnya, adalah ketika Ren diajak jalan-jalan ke pasar bunga oleh suster Fara, yaitu saat usianya masih delapan tahun. Bunga itu, mahal sekali kalau dijual. Ya, bagi bocah miskin seperti Ren, tentu saja akan nampak seperti itu.

"Eh mau ngapain! Jangan!"

Suara dari seseorang yang tak diundang itu, menghentikan gerakan Ren seketika. Ren lantas berbalik menuju sumber suara, dan mendapati seorang bocah laki-laki-mungkin seusia Ren, yang sedang berdiri sambil memegangi stang sepeda roda empatnya.

"Emang kenapa?" tanya Ren. Wajahnya terlihat kesal.

"Nanti kamu bisa diculik hantu kalo ambil-ambil bunga sembarangan gitu!" katanya.

"Aku nggak percaya hantu! Hantu itu nggak ada!" saut Ren dengan suara lantangnya.

Ren marah. Lantas dengan langkah berani, Ren memetik bunga kekuningan itu dengan kasar. Sama sekali tak peduli dengan apa yang dikatakan si bocah asing. Mau hantu, demit, atau apapun itu, Ren sama sekali tak takut pada mereka. Lima tangkai bunga matahari, kini telah berada di genggamannya. Sambil tersenyum bahagia, Ren melangkah mendekati si bocah asing. Ia menabrakkan bahunya, kemudian tersenyum remeh.

"Mana? Katanya bakal diculik? Nggak ada tuh," ucap Ren.

Bocah asing itu langsung menyerngit tak suka. Ia benci diremehkan.

"Tau deh! Kalo tiba-tiba kamu udah beda alam, aku nggak urusan ya," kata bocah itu, kemudian berbalik arah. Ia lantas menduduki sadel sepeda roda empatnya dan mulai mengayuh sepedanya perlahan.

Not Supposed To Met You | Noren ft MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang