Chapter Six.

235 34 4
                                    


{06}


[Ren POV]

Sekarang, pikiranku sudah lebih tertata. Aku duduk di sebelah Jilan yang beberapa menit lalu baru saja sampai, lantas dengan bangganya ia menaruh kakinya di atas pahaku. Menyuruhku untuk memijat-mijat kakinya yang kelelahan.

"Berengsek! Emangnya gue pembantu lo hah?!"

"Ya itu bayarannya! Gue kira lo ada masalah serius, taunya-eh cuma mau bicarain tentang cowo. Mana gue nggak kenal lagi. Jendro? Jarwo? Ah gatau lupa!"

"Jendral, bangsat!"

"Nahhh Jendral," tutur Jilan.

Aku terdiam sejenak. Memikirkan suatu hal yang sedari tadi berputar-putar di kepalaku. Tentang pengakuanku beberapa menit yang lalu. Pengakuanku pada Jilan bahwa aku bukanlah lelaki normal. Pertama kali dia mendengar pengakuan itu dari mulutku, reaksinya hanya biasa-biasa saja. Seolah-olah itu adalah hal yang cukup lumrah baginya. Dia tidak memandangku dengan pandangan jijik sama sekali. Dia hanya tersenyum, lantas memelukku dengan begitu hangatnya. Membuatku merasa lebih baik.

"Apa nih? kenapa lagi? Lo takut gue jijik? Atau lo bingung kenapa gue tadi reaksinya biasa aja?"

Lagi dan lagi. Jilan memang terlalu peka. Seolah-olah dia bisa membaca seluruh pikiranku.

"Gapapa, Lan."

"Gapapa kata lo? Aduhh! Lo itu emang gabisa boong ya, Sa. Gue tau kok lo lagi mikirin itu, bilang aja kalii!" katanya. Matanya terpejam, dengan kaki yang masih bertumpuk di atas pahaku.

"Iya deh iya. Sorry gue bohong."

Jilan tertawa. Ia menarik kakinya dari pahaku, lantas duduk dengan nyaman di sebelahku.

"Gini Sa.. Mm gue harus mulai dari mana ya?"

Jilan memegang dagunya. Tampak berpikir. Aku hanya diam sambil menatap Jilan terpaku.

"Gue juga," katanya setelah terdiam cukup lama.

"W-What?!"

"Yeah," jawab Jilan singkat.

"Kenapa? Gue kira l-lo straight?!"

Jilan mengerutkan dahi.

"No i'm not."

Jilan memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, lantas memandangku dengan pandangan yang begitu sulit diartikan.

"Gue suka sama lo, Sa. Maaf banget gue baru berani bilang ke lo sekarang."

"Lo tau? Waktu gue bilang gue mau dengerin semua cerita lo, mau ketemu sama lo, dan kenapa gue ada disini sekarang nyusul lo ke Jogja, ya itu semua murni karena rasa cinta gue buat lo," sambungnya.

Mendengar kata-kata Jilan, jantungku tak bereaksi apa-apa. Tak ada debaran aneh, seperti ketika aku bersama Jendral. Aku tak tahu harus menanggapi Jilan dengan kalimat apa. Jujur, aku juga kaget kalau Jilan akan menyatakan perasaanya padaku hari ini. Dan, sayangnya aku tak memiliki perasaan yang sama seperti yang Jilan miliki. Dia hanya kuanggap teman dan saudara laki-laki yang baik. Sama sekali tak lebih dari itu.

Not Supposed To Met You | Noren ft MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang