Minggu Pagi

86 49 22
                                    

Setelah sarapan aku mengajak Nana jalan-jalan ke sunmori. Dia sangat senang karena suasana sangat ramai juga banyak makanan dan mainan. Anak ini bukan tipe bocah yang suka minta apapun yang dia mau. keren! Mbak Helmi memang keren dalam mendidik Nana.

"Buyek, bawa uang?" katanya dengan cateyes yang sangat penuh pengharapan.

"Bawa dong, Nana mau beli apa?" tawarku padanya dengan wajah songong, padahal sebelum berangkat Mas Jio memberiku uang saku haha.

"Mau itu. Boleh?" dia menunjuk sebuah gerobak sepeda, dia minta jajan leker. Irit banget ini anak, heran.

"Nana mau itu?, tapi kalau beli harus dihabiskan ya." kataku sambil jongkok menghadap wajahnya.

Dia mengangguk dan kami berjalan mendekati grobak tersebut. Semerbak wangi dari adonan leker membuatku juga ingin beli, aku juga sangat menyukai jajanan satu ini.

"Pak leker 2, yang satu coklat pisang, yang satu, Nana mau rasa coklat apa keju atau coklat keju dikasih pisang?" tanyaku perlahan sambil menjelaskan.

"Coklat." jawabnya.
Bapak itu terlihat bingung karena aku berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan Korea dalam satu kalimat, Nana memang mahir berbahasa Indonesia tapi aku nyaman bicara bahasa Korea denganya.

"coklat pisangnya satu, yang satu coklat nggih Pak." mengulangi pesanan yang tadi sempat tertunda.

Bapak penjual leker sangat lihai memutar teflon yang didesain khusus untuk berjualan leker. Sangat luwes dan berpengalaman. Aku dan penjual leker tersebut membicarakan berbagai hal, mungkin dia juga penasaran kok ada 'Turis' yang paham bahasa Jawa hahaha. Setelah kujelaskan asal usulku akhirnya Pak Slamet memahami itu, lucunya kita akhirnya tau nama masing-masing. Dia memanggilku mbak Lia. banyak yang memanggilku Lia apalagi keluargaku yang ada di Indonesia.

meong... meong.... me....ong

Aku mendengar suara kucing, selain bucin ensiti aku juga bucin sekali dengan kucing. Dua hal tersebut sudah menjadi bagian dari hidupku.
Kucari asal suara tersebut. Semakin lama suara kucing mulai melemah. Apa kucingnya menjauh?

Astaga !!

Kucing itu ternyata tergeletak ditengah jalan, dan tidak ada satu orangpun yang peduli, bahkan mobil dan motor berusaha meliuk melewati tanpa menolong.

"Ya ampun udah pada edan orang-orang itu." aku menghardik setiap orang yang mengabaikannya, tanpa basa -basi aku lari dan mengambil kucing tersebut, namun ada sebuah bus dari arah barat hendak melintas.
Aku tidak sanggup mengindar mataku terpejam dan kupeluk erat kucing tersebut.
Bus tersebut mampu mengerem, dan ternyata pengemudinya tau kalau ada korban tabrak lari disana, kucing ini termasuk korban tabrak lali ya!! aku meminta maaf dan menepi sambil memeluk kucing naas tersebut.

Bus itu membuka pintu, kulihat ada orang yang mau turun, tapi tidak jadi karena kendaraan dibelakang sudah muntab, menlakson tanpa jeda. Akhirnya bus tadi berlalu.

Setidaknya ada manusia baik yang mau menolongnya kecuali aku. Aku langsung melihat kondisi kucing tersebut, dia kesakitan darah mulai keluar dari kakinya, suaranya bergetar, tanpa pipiku sudah hangat. Aku menangis tersedu-sedu dipinggir jalan.

Aku merasa banyak orang yang memandangku aneh, tapi aku tidak ambil pusinh. Kemudian ada seseorang yang menghampiriku.

"Mbak maaf boleh saya lihat kondisinya?" katanya.

"kamu siapa ?." jawabku sambil menjauhkan kucing dari laki-laki itu.

"Saya kebetulan pecinta binatang mbak, saya tau sedikit tentang mengobati binatang." katanya menyakinkan. Akhirnya aku menyerahkan kucing itu ke Laki-laki asing itu.

Miracle in Jogja || NCT 127Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang