Mingi menarik Isla dari tempat duduknya lalu mengangkat tubuh gadis itu ke atas meja makan. Isla memberontak, tentu saja. Tetapi Mingi menahan kedua tangannya dan menunduk sehingga napas mereka beradu.
Lalu, Mingi mencium Isla.
Kedua tangan Isla memang ditahan oleh Mingi, namun bukan berarti ia tidak punya kaki bukan? Isla baru hendak menendang perut Mingi tetapi pria itu bergerak lebih cepat. Ia mengubah posisi Isla dari duduk menjadi terbaring di atas meja makan kemudian melingkarkan kedua kaki gadis itu pada pinggangnya.
Pria ini memang gila.
Isla menyerah, ia kalah tenaga. Mingi melepas ciumannya dan Isla kira semua sudah selesai. Mingi memandanginya beberapa detik sebelum beralih mengecup leher Isla.
Fuck...
Jemari Isla meremat rambut Mingi, gadis itu menahan desah yang nyaris keluar dari bibirnya. Ia tidak boleh terlihat menikmati saat-saat ini. Isla tidak boleh terlihat lemah. Ciuman Mingi pada leher Isla tidak berlangsung lama karena lelaki itu menarik dirinya menjauh. Ia mengusap pipi Isla singkat dan kembali mendudukkan gadis itu.
"Akan kuminta Wooyoung untuk menyiapkan semua perlengkapanmu." Lalu Mingi melangkah pergi. Meninggalkan Isla yang masih berusaha mengatur napas dan kebingungan. Lelaki itu menciumnya dengan paksa dan berlalu begitu saja. Isla tidak habis pikir dengan perlakuannya yang aneh serta tidak habis pikir dengan dirinya sendiri karena tidak menampar pria itu.
Isla rasa, ia tahu jawabannya. Karena Mingi berengsek dan memikat disaat yang bersamaan.
*****
"Ada lagi yang kau butuhkan?"
Wooyoung benar-benar menyiapkan semua perlengkapan untuk Isla. Mulai dari pakaian, sepatu, alat mandi, sampai skincare dan makeup. Wooyoung tidak tahu tipe kulit Isla jadi ia membeli banyak sekali produk kecantikan. Ini bukan lagi sebuah kamar, ini adalah Sephora.
"Wooyoung, ini terlalu banyak."
Lelaki itu mengangkat bahu, "Bukan salahku, aku hanya menjalankan perintah dari Mingi."
"Ia melakukan semua ini agar aku betah dan tidak kabur?"
"Mungkin, tapi aku tahu kau menarik baginya jadi ia melakukan semua ini."
"Kami saling membenci, Wooyoung."
Pria itu berbalik untuk meninggalkan Isla, tetapi kemudian ia berkata. "Kau yakin? Karena jika dua orang saling membenci, mereka tidak akan bertukar liur satu sama lain."
Wooyoung melangkah pergi, meninggalkan Isla yang menyembunyikan wajahnya yang memerah. Ia tak menyangka jika Wooyoung melihat apa yang Isla dan Mingi lakukan di meja makan tadi. Benar-benar memalukan.
*****
Semangkuk sereal dengan susu stroberi benar-benar menggugah selera makan Isla. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi dan para pelayan di rumah ini sudah mulai beraktivitas. Tidak, Isla tidak bangun pagi untuk membuat Mingi terkesan. Isla hanya kelaparan karena tidak bisa tidur semalaman. Jadi, ia memilih bangun dan menyelinap ke dapur untuk menyantap semangkuk sereal masih dengan piyamanya. Piyama yang dibelikan Mingi.
"Good morning."
Isla mendongak dari mangkuk serealnya. "Hai."
"Kutebak, kau tidak tidur?" Mingi ikut-ikutan menuang sereal ke dalam mangkuk di sebelah Isla.
"Hmm."
"Apakah kamarnya tidak nyaman?"
Isla menggeleng, "Terlalu nyaman malah, aku hanya harus beradaptasi dengan kamar baru."
Mereka duduk bersisian, Isla dapat menghirup wangi parfum mahal yang menguar dari kemeja putih pria itu.
"Pelayan menyiapkan sarapan untukmu di meja makan, Mingi. Kau tidak seharusnya berada disini."
"Tak apa, biar Wooyoung yang memakannya." Mingi menoleh ke samping dan tersenyum pada gadis itu, "Lagipula, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu."
Isla mendecih, ia harus waspada dengan buaya satu ini.
"Kau pernah berpacaran?" Tanya Mingi.
"Tentu saja, kau kira aku tidak laku?"
Pria itu terkekeh, "Hanya penasaran. Ayo, ceritakan."
"Aku pernah pacaran dua kali saat SMA, dan hampir berpacaran saat menjadi mahasiswa baru."
"Hampir?"
Isla mengangguk, "Atau sebenarnya tidak. Aku saja yang terlalu menyedihkan dan menganggap kami hampir sampai pada tahap itu."
Mingi terlihat penasaran, ia sedikit memutar tubuhnya untuk mendengarkan cerita Isla lebih lanjut.
"Namanya Jeong Yunho, kami satu fakultas dan ia benar-benar pribadi yang menyenangkan. Yunho baik, lucu, tampan. Ia juga sering membantuku ketika kesulitan mengerjakan tugas kuliah."
Isla menarik napas sebelum melanjutkan ceritanya.
"Aku suka padanya dan kurasa ia tahu tentang itu, Yunho juga merupakan orang yang peka."
"Kau hanya menebak kan? Kau tahu tidak ada gunanya berandai-andai."
Isla mengangguk, "Benar, tetapi kemudian ia bilang bahwa ia tidak suka komitmen. Yunho mengatakan ia tidak mau berkomitmen dengan orang lain dan aku berpikir kalau Yunho memang tidak mau berpacaran."
"Setelah itu?"
Sereal di hadapan Isla mendadak tampak memuakkan, "Lalu beberapa minggu kemudian, kudengar Yunho berpacaran. Sahabatku bilang, pacarnya itu merupakan teman semasa kecil Yunho. Aku tidak tahu dan tidak mau mencari tahu."
Mingi ikut merasa bersalah, entah kenapa. "Ia tidak ingin menyakitimu."
"Ia menyakitiku karena berbohong. Katakan saja jika tidak menyukaiku, aku pasti bisa menerimanya." Isla menggelengkan kepalanya beberapa kali, "Lupakan saja, tidak penting. Bagaimana denganmu?"
Mingi menunjuk dirinya sendiri, "Aku?"
"Ya, kau. Apakah kau pernah berkomitmen?"
"Ya."
"Pacaran?"
"Ya."
"Menikah?"
Mingi terdiam, ia mengaduk sisa serealnya dengan wajah sendu.
"Tidak berjalan lancar ya?" Tebak Isla.
"Tidak, maksudku, lupakan. Itu sudah sangat lama."
Isla ingin menanyakan apakah Mingi baik-baik saja tetapi sepertinya Isla salah bicara. Ia tidak tahu bahwa Mingi sudah menikah, mungkin seharusnya Isla tidak bertanya sejak awal.
"Maaf."
"Tidak apa-apa." Mingi tersenyum lalu bangkit dari duduknya, "Ternyata menyantap sarapan di dapur lumayan asyik, tapi aku harus pergi bekerja. Sampai jumpa lagi, Isla."
Sebelum pria itu benar-benar pergi, Mingi menyempatkan untuk mengusak rambut Isla. Hanya sebentar, mungkin tiga detik. Tetapi sensasinya berakibat kedua pipi memanas dan debaran jantung yang tak karuan. Anehnya lagi, bukan hanya Isla yang merasakan efeknya, tetapi Mingi juga.
*****
to be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
THE VICIOUS ONE // Song Mingi ✔
FanfictionYoon Isla hanyalah seorang mahasiswa biasa yang bekerja paruh waktu untuk mendapatkan tambahan uang. Tetapi hidupnya seketika berubah ketika menyaksikan suatu peristiwa yang seharusnya tidak ia lihat. Detik itu juga, Isla terseret ke dalam permainan...