Mentariku

57 15 6
                                    

Kulangkahkan kaki dalam sunyi
Berjalan sendiri tanpa arah
Tanpa terang tanpa cahaya
Mencari cintamu yang tak lagi ada

Aku menghabiskan hari dalam tangis
Menatapmu dari kejauhan
Dalam sendiri, dalam sepi
Bertanya kapan asa akan hilang

Adakah kau masih peduli?
Adakah kau masih ingin di sini?
Adakah ... adakah cintamu masih untukku?

Nusa mematikan pemutar musik yang memperdengarkan suara Mentari. Single kedua gadis itu yang berjudul Saudade sudah diluncurkan seminggu lalu, dan sudah meledak di pasaran. Radio-radio tak henti memutarkannya, lagunya sudah menanjak di tangga lagu acara-acara musik di televisi. Dan hari ini, gadis itu meluncurkan video klipnya. Video klip dengan Sangga Adinata sebagai model laki-lakinya.

Nusa tidak ingin melihatnya, sungguh. Awalnya. Ia tidak ingin melihat Mentari bersama Sangga. Ia tidak ingin melihat kemesraan macam apa yang ditunjukkan Mentari dan Sangga di video klip itu. Tapi, seolah tubuhnya berada dalam autopilot mode, jemarinya bergerak dan mengakses akun gadis itu. Memutar video klipnya. Yang kemudian membuat hatinya semakin nelangsa.

Di video klip itu Mentari dan Sangga terlihat mesra. Tertawa bersama, berkencan, bercengkrama layaknya sepasang kekasih. Tatapan Mentari terlihat berbinar. Tatapan yang sudah berminggu-minggu lamanya tidak Nusa lihat. Tatapan yang membuat Nusa tidak rela karena bukan lagi ia yang menikmatinya, tapi orang lain. Pemuda lain.

Nusa mencibir dirinya sendiri. Ia yang memilih diam, ia yang memilih tidak menjelaskan pada Mentari, dan ia sendiri yang tidak rela saat Mentari memilih pergi. Ia yang membiarkan gadis itu, tapi ia juga yang sampai detik ini masih merindu dan patah hati. Ia yang meyakinkan diri sendiri kalau semuanya akan baik-baik saja tanpa Mentari, tapi ia sendiri yang sakit hati saat melihat Mentari bersama pemuda lain.

Paradoks.

Ia sudah berusaha menyibukkan diri dengan segala pekerjaannya. Berkeliling Eropa untuk meninjau anak perusahaan Pradipa Group di sana, bertemu dengan klien-klien dan membuat kesepakatan-kesepakatan baru, merancang berbagai target dan proyek kerja lima tahun ke depan, tapi nyatanya semuanya tidak membuatnya seketika lupa dengan Mentari. Di saat pertama membuka mata di pagi hari, saat mengistirahatkan punggungnya di sela pekerjaan yang padat, saat termenung menatap cangkir kopinya, bahkan saat menatap dirinya di cermin kamar mandi, yang terbayang di kepala adalah Mentari.

Mentari.

Mentari, Mentari, dan Mentari.

Pusat dunianya. Dan harapan keluarganya.

Nusa mengusap wajahnya kasar, teringatkan reaksi keluarganya saat tahu hubungan Nusa dan Mentari kandas. Kara mengamuk, gadis itu memarahi Nusa sambil menangis, bilang, Apa salah kak Tari sampai kak Nusa putusin?-andai Kara tahu, bahwa Mentari yang memutuskannya, dan semua bukan salah Mentari, tapi salahnya. Reaksi sepupunya yang lain hanya mendiamkannya, tapi mereka jelas kecewa saat tahu penyebabnya. Kakek Pandu dan kedua orang tuanya tidak mencecar, hanya bertanya apa alasannya. Saat Nusa mengatakan hal sebenarnya, kedua orang tuanya terlihat kecewa. Bahkan Nusa tahu, ibunya diam-diam menangis saat hanya berdua saja bersama ayahnya. Sementara sang kakek tidak menanggapi banyak, hanya berkata kalau memang itu keputusannya dan Mentari, semoga Mentari mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dibandingkan saat bersama keluarga Pradipa.

Lihat? Sesayang itu mereka pada Mentari. dan Nusa dengan bodohnya melepaskan gadis itu hanya karena sesuatu yang disimpannya sejak lama dan enggan dibaginya dengan Mentari.

Perlahan, jemarinya mengusap wajah gadis itu yang sedang tertawa di layar ponselnya. Tersenyum miris saat sadar, ia merindukan senyum itu lebih dari yang ia sadari.

Teringatkan senyum yang sama, Nusa membuka galeri ponselnya. Membuka satu folder rahasia yang tidak pernah diperlihatkannya pada siapapun, termasuk Mentari. Folder khusus yang ia beri proteksi, sampai meminta tolong salah satu sahabatnya untuk membuat kunci akses pada folder itu. Satu folder yang berisikan tentang Mentari.

Nusa tersenyum menatap foto pertama yang menyambutnya. Foto Mentari remaja. Gadis itu sedang duduk di pinggir kelas, tertawa pada salah satu temannya yang Nusa kenal sebagai Jingga. Foto yang diam-diam diambilnya saat ia sadar kalau tawa itu membuat hatinya dipenuhi rasa senang yang aneh. Rasa senang yang menjadi candu, karena kemudian Nusa sering diam-diam memperhatikan gadis itu demi merasakan rasa senang itu lagi.

Tangannya lalu bergerak, menggulir gambar berikutnya. Nusa tersenyum melihat Mentari, Luna, dan Langit yang tertawa pada kamera. Itu adalah foto saat mereka kenaikan kelas sepuluh, ketiganya berfoto di depan aula sekolah. Foto itu diambilnya diam-diam dari media sosial Mentari, foto dengan keterangan BFF - Best Friend Forever. Nusa ingat ia tidak berhenti tersenyum saat melihat Mentari di foto ini.

Berikutnya tangannya memutar sebuah video. Gadis itu memakai seragam sekolah, sedang bernyanyi di depan kelas. Video itu diunggah salah satu teman sekelas Mentari saat mereka sedang ujian praktek. Dan itu adalah pertama kalinya Nusa terpesona pada suara Mentari. Suara yang selama satu setengah tahun mengenalnya, hanya sering didengarnya saat berdebat atau balas menyindir akan kalimat-kalimat sarkas Nusa. Siapa sangka, suara itu akan membuatnya kecanduan?

Nusa kembali tersenyum saat menatap foto berikutnya. Mentari dan Nusa berfoto di depan bianglala Dunia Fantasi. Foto kencan pertama mereka. Kencan yang benar-benar dipaksakan karena Nusa sudah tidak punya waktu luang lagi. Ia sibuk dengan persiapan S1-nya, sibuk menyiapkan berkas-berkas maupun barang-barang yang perlu dibawanya untuk menjalani S1 di luar negeri sana. Mentari tidak banyak protes dengan long distance relationship yang akan mereka jalani, gadis itu bahkan yang mendorongnya pergi saat Nusa ragu dan mengatakan akan membatalkan rencana kuliah di luar negerinya demi bisa di Indonesia.

"Ini mimpi kamu sejak lama, masa kamu batalin cuma gara-gara aku?" ujar Mentari waktu itu. Gadis itu malah meledek, "Lagian, aku bakal sibuk. Aku mau ambil jurusan musik, Deru juga udah ngajak aku buat kolaborasi. Di sini kamu cuma bakal dikacangin."

Saat Nusa balas mencibir, justru Mentari tersenyum dan mengelus tangannya, "Langit udah bilang sama aku sejak awal, prioritasku dan kamu emang beda. Kamu mungkin udah merancang langkah-langkah kamu jauh ke depan, sementara aku di sini masih belum kepikiran ke sana-yang aku pikirin di sini masih soal bisa lulus UN atau nggak." Mentari tertawa. "Jadi, aku maunya, kita pacaran, tapi sambil fokus dengan mimpi masing-masing. Jangan sampai karena kamu pacaran sama aku, itu bikin kamu lupa sama mimpi kamu, mimpi yang udah kamu rancang dari jauh-jauh hari. Sambil kamu melangkah pelan-pelan ke arah mimpi kamu itu, aku di sini juga mau merancang langkah-langkah buat mimpi aku, biar suatu saat aku bisa percaya diri sama diri aku kalau aku layak buat di samping kamu saat kamu udah raih mimpi-mimpi kamu itu."

Dan, bagaimana bisa setelah semua itu, setelah perjuangan tiga tahun setengah LDR, dua setengah tahun di-negara-yang-sama-tapi-terasa-LDR, Nusa menyia-nyiakan gadis itu demi sesuatu yang tidak seharusnya menghancurkan segalanya? Ia sudah tidak waras.

Pada akhirnya Nusa tahu, jika ingin kewarasannya kembali, ia harus melakukan hal yang seharusnya ia lakukan berminggu-minggu lalu--bahkan bertahun-tahun lalu.

Pemuda itu mengambil ponselnya, mencari sebuah nama yang sudah tidak dihubunginya berminggu-minggu sejak hubungannya dengan Mentari usai.

Nusantara Arkana P.
Na, bisa ketemu?

***

[01-10-2021]

Langit, Bulan, Matahari #2: BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang