Anger

257 14 0
                                    

    Seorang remaja laki-laki duduk dihadapan sepasang suami istri. Ya, itu Aska dan orang tuanya. Ia tidak diceramahi, namun ditatap oleh mereka terus-menerus. Itu membuatnya risih.
"Kenapa disekolah tadi?" Tanya mama
"Nggak ada, ma" dijawab oleh Aska
"Terus kalau nggak ada, kenapa kami dipanggil sama guru?" Pertegas mama
"Udah pandai kelahi sekarang, besoknya mau jadi apa?" Kali ini papa yang bertanya
"Dia yang mulai duluan m-" tak sempat Aska menjawab, mama sudah angkat bicara duluan.
"Guru adek tadi bilang, adek yang mulai duluan. Walaupun dia mulai duluan, kenapa adek tanggapi? Biarin aja lah, kalau ditanggapi terus makin menjadilah dia!" Omel mama
"Kalau diladeni, dia makin senang tuh dia. Senang dia liat adek emosi. Nanti digitnah mau?!" Marah mama

     Tak pernah ia mengira orang tuanya memarahinya seperti ini. Ia kesal. Bukan ia yang memulai duluan. Kenapa papa dan mama hanya menilai dari sebelah pihak saja? Kenapa ia tak dimintai untuk menceritakan kejadian tadi juga?

"Aaaaaa, nggak ada aku yang mulai, ma. Aku cuma bela diri aku sendiri. Apa aku salah membela diri aku? Kalau aku nggak membela diri, lama-lama aku diinjak-injak sama mereka. Kenapa papa sama mama cuma dengar cerita ini dari sebelah pihak? Nggak adil tau. Bela aja dia, dia kan anak mama?!"
Emosi Aska menggelegak. Entah mengapa, ia tak pernah seperti ini sebelumnya.

Papa dan mama tak menyangka putra semata wayangnya itu melawan.
Aska berjalan meninggalkan mereka, ia menuju ke kamar.

Suara bantingan pintu terdengar keras. Tampaknya Aska benar-benar emosi.
Orang tuanya hanya membiarkannya, sampai ia tenang.

Waktu terus berganti, sore telah berganti malam. Aska tak kunjung keluar dari kamarnya.

Tok tok tok
Pintu diketuk oleh mama
"Dek, makan dulu yuk. Papa udah nunggu nih" ajak mama
Hening. Seruan mama hanya disambut oleh keheningan dari Aska.
"Dek, keluar dulu. Masa dari siang tadi belum keluar" ucap mama yang mulai khawatir.
"Sana aja, aku bukan anak kalian lagi kan? Anak kalian kan dia, yang duluan mukulin aku di sekolah tadi" balas seseorang didalam kamar. Aska mulai menjawab mamanya, dengan ketus.

"Dek jangan gitu dong. Nanti kita bicarakan lagi ya" bujuk mama
"Nggak" dijawab dengan singkat oleh Aska
"Yaudahlah" balas mama

Mama berlalu meninggalkan kamar Aska dan turun ke dapur untuk makan.
"Gimana ma?" Tanya papa
"Dia nggak mau, masih marah" jawab mama
"Yaudah, biarin tenang dulu" ucap papa lagi
Mama mengangguk setuju.

Selepas makan malam, mama dan papa tak mengganggu Aska lagi. Mereka membiarkannya tidur.

Subuh menjelang pagi. Aska tak kunjung keluar dari kamarnya. Sudah berkali-kali mereka mengetuk pintunya,dan terus dibalas oleh keheningan.

Pagi hari, papa bersiap untuk berangkat ke kantor. Sambil bersiap, ia menunggu Aska.
Lebih tepatnya,menunggu mama yang dari tadi mengetuk pintu kamar Aska.

"Adek keluar dong, nanti telat ke sekolahnya" seru mama
"Aku nggak sekolah, biarin aku bodoh, mama juga nggak pedulikan?" Balas Aska
"Kok gitu sih, keluar dulu yuk. Nanti telat, papa udah nungguin nih" suruh mama cepat
"Nggak" jawab Aska didalam kamar
Mama segera berlalu meninggalkan kamar Aska lagi

Deg, tiba tiba Aska merasakan denyut jantungnya berdetak cepat dan napasnya terasa sesak. Keringat mulai mengucur dan lama kelamaan pandangannya menjadi gelap.

 Keringat mulai mengucur dan lama kelamaan pandangannya menjadi gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

/•Alaska•\


Komen dong :)

13:31 WIB
Rabu, 27 Oktober 2021
Pekanbaru, Riau, Indonesia
-Ryy

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang