2 - Fight

14 1 0
                                    

"Kau sudah menemukan materi untuk tugasmu?" Sara Hemmings, teman kampus terdekatku bertanya seraya menyerahkan segelas minuman yang kupesan.

Pagi tadi aku memiliki mata kuliah sehingga menyebabkan aku tidak berangkat bekerja. Aku bersyukur. Pekerjaanku itu cukup menyenangkan. Selain karena hal yang kusukai, aku bekerja paruh waktu dan dibebaskan untuk datang ke kantor serta mengerjakan pekerjaanku kapan saja. Dengan syarat, naskah buku yang kusunting harus tetap selesai sesuai dengan tenggat waktunya. Bukan masalah yang sulit, sebab aku bisa mengerjakan itu dimana pun, tidak mesti datang ke kantor. Namun, aku tetap diwajibkan datang minimal tiga hari dalam seminggu.

"Aku hampir menyelesaikan. Deadline tugasnya minggu depan, bukan?" Sara mengangguk tanpa menoleh padaku. Dia sedang asik dengan ponsel dan makanannya.

"Bagaimana denganmu, Sara?" Dia mendongak. Sekarang meletakkan ponselnya di atas meja cafe seraya menyedot minumannya.

"Ya, aku pun hampir selesai."

Aku mengangguk dan kembali fokus pada laptopku. Seperti apa yang kubilang, aku bisa mengerjakan tugas kantor dimana pun aku mau.

"Kau ada kelas lagi setelah ini?" Sara kembali membuka suara.

"Tadi itu kelas terakhirku. Bagaimana dengamu?"

"Ya, dua kelas lagi. Kurasa aku harus pergi sekarang." Pamit Sara.

Aku hanya mengangguk, menyaksikan Sara yang mulai menjauh dari tempat ini.

▪︎▪︎▪︎

Zayn menjemput beberapa waktu lalu. Dia mengajakku untuk menyaksikan penampilannya hari ini. Hanya aku, karena Noura tidak bisa sebab dia memiliki beberapa urusan katanya.

Zayn juga seorang mahasiswa. Dia satu tingkat diatasku. Sama sepertiku, Zayn juga mengisi waktu luangnya dengan bekerja. Kami sama-sama kuliah dan membayar uang sewa apartemen dengan hasil keringat sendiri. Omong-omong, Zayn adalah seorang penyanyi dari satu tempat ke tempat lain, khususnya kafe. Sudah pasti, dia sering diundang ke acara-acara dari yang kecil hingga besar sekalipun.

Aku bersumpah, suaranya sangat merdu.

Setelah selesai menemani Zayn tampil, dia mengantarku pulang. Lantas pria itu segera pamit karena harus menjemput Noura yang sudah selesai dengan urusannya.

Hari ini aku memutuskan untuk tidak datang ke kantor. Mengehabiskan waktu di apartemenku sepertinya adalah ide yang bagus. Aku merasa cukup santai karena beberapa tugas sudah kukerjakan. Jadi kuputuskan untuk duduk di balkon sambil membaca buku.

Tidak terasa matahari mulai melukis langit menjadi jingga. Aku menutup buku tebal yang hampir kuselesaikan. Membaca buku berjam-jam cukup membuat mataku pegal. Aku bangkit dan berdiri di dekat pembatas balkon apartemen seraya menatap pemandangan sore hari kota Bradford.

Jantungku seketika berdetak tidak normal. Aku terkejut bukan main saat mendengar suara pintu yang dibanting. Berusaha untuk kembali tenang, namun agak sulit sebab sedetik kemudian teriakan-teriakan mulai terdengar. Zayn dan Noura kembali dalam pertengkaran.

Kuberitahu, kamar apartemen milik Zayn berada tepat di sebelah milikku. Kami tidak tinggal di apartemen mewah dengan fasilitas ruangan kedap suara. Alhasil, sesuatu dengan suara yang cukup besar mungkin akan terdengar oleh tetangga lain. Seperti aku yang saat ini mendengarkan perdebatan sahabatku dengan kekasihnya di sebelah.

"Kau tidak pernah mengerti diriku, Noura!"

"Mengerti dirimu?! Oh bahkan kemarin kau—"

"Berhenti mengungkit masalah yang sudah berlalu, aku lelah!"

"Kau pikir aku tidak lelah, huh?!"

Aku sedikit melompat, terkejut dengan pintu yang kembali dibanting.

"Jangan berani-beraninya kau mengadu pada sahabatku! She's mine, Noura!"

Ah, lucunya.

"I don't care. Fuck you, Malik!"

Aku berdosa tidak ya karena sudah menguping?

Detik selanjutnya aku mendengar pintu apartemenku diketuk. Aku akan bilang, ini sudah biasa terjadi. Mereka bertengkar kemudian salah satu diantara Zayn dan Noura selalu datang kepadaku diakhir pertengkaran.

Entahlah aku ini bagaikan apa. Mungkin terdengar seperti orang tua kedua mereka? Aku tidak tahu. Setidaknya hidupku ini sedikit bermanfaat untuk orang lain, bukan? Walaupun kadang aku berpikir, bagaimana bisa mereka mendatangi dan mempercayai orang yang sama sekali belum pernah berada dalam suatu hubungan percintaan, ck!

Aku berlari menuju pintu lantas membuka. Noura langsung berhambur ke dalam pelukanku dan menangis sejadi-jadinya.

Oh, kau apakan lagi wanitamu ini, Zayn?

Atau, apalagi yang kau perbuat hingga kembali bertengkar dengannya, Noura?

Tidak. Aku tidak pernah menanyakan hal tersebut secara langsung. Aku membawa Noura ke sofa dan berusaha menenangkan dirinya.

Jangan heran jika aku terlihat dekat dengan Noura. Karena semenjak terciptanya hubungan mereka, sejak itu pula tercipta pertemanan baik antara aku dan wanita yang masih menangis di hadapanku ini.

tbc.

Short Story About Our FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang