0 - Prolog

12 2 0
                                    

"Zarda!"

"Zarda Halmahera! Open the door yo buddy!"

Aku mendengus sebal. Oh, Tidak kah orang-orang dapat membiarkanku mengerjakan tugas dengan tenang? Ini sudah kesekian kalinya seseorang datang. Sekarang siapa lagi?!

Aku membuka pintu dengan wajah datar. Di sana berdiri seorang pria dengan paras timur tengah, Zayn Malik— sahabatku. Dia mengangkat sebuah kotak pizza seraya melemparkan senyum yang menampakkan giginya. Dan jangan lupakan wajah konyol itu.

Zayn mendorong bahuku. Dia masuk ke dalam apartemenku seperti manusia tanpa dosa. Pria itu meletakkan kotak pizza dan duduk pada sofa dengan menaikkan kedua kakinya ke atas meja. Sopan sekali, huh.

Setelah menutup pintu, aku berjalan menghampiri Zayn. Memukul kakinya dengan keras dan duduk bergabung di sofa. Zayn meringis lantas menurunkan kedua kakinya.

"Kau kejam, Zarda!"

"Dan kau tidak sopan, Malik." Balasku. Zayn terkekeh.

"Biar saja. Ini apartemen sahabatku."

Aku tidak lagi menanggapi Zayn. Memilih untuk kembali fokus pada laptop dan mengerjakan tugas kuliah. Sementara Zayn mulai meraih kotak pizza yang dia bawa, membuka dan memakannya seorang diri.

"Aku haus, Zarda." Rengek pria di sebelahku.

"Ambil saja di dapur." Ujarku tanpa menoleh sedikit pun pada Zayn. Tugas kuliahku lebih penting daripada wajah tampannya.

"Kau tahu, tamu adalah raja."

"Aku tidak peduli." Sarkasku.

Kudengar Zayn mendengus. Namun kemudian pria itu beranjak, yang kurasa dia pergi ke dapur untuk mengambil minuman.

"Kau ingin juga atau tidak?!" Aku memutarkan bola mataku malas. Tidakkah dia sadar bahwa apartemen ini kecil? Teriakannya dapat menggangu tetangga lain, dasar bodoh.

"Ya!" Balasku, balik berteriak.

Memang, kami sama bodohnya.

Tepat setelah Zayn kembali dengan dua gelas minuman, akhirnya tugas kuliahku selesai. Tidak sia-sia mengambil cuti dari pekerjaan paruh waktuku untuk mengerjakan tugas dengan jangka waktu tiga hari. Aku merasa hebat sekarang karena mampu menyelesaikannya dengan cepat dan tepat.

Zayn memberikan minuman digenggamannya padaku, lantas mulai menikmati pizzanya lagi. Dia kembali menggigit potongan pizza, kemudian mendekatkannya untuk menyuapiku. Aku menerima suapan dari Zayn, mengigitnya ditempat yang sama dengan gigitan yang cukup besar.

"Dasar rakus!" Protes Zayn.

Aku meraih remot televisi dan menyalakannya. Mencari tayangan yang sekira dapat kutonton malam-malam begini.

"Kau darimana?" Aku membuka obrolan.

"Mengejar bidadari."

"Aku serius, Malik!"

"Memangnya aku terdengar bercanda?" Aku mengedikkan bahu tidak peduli dan menyaksikan tayangan yang kupilih. Tiba-tiba layar televisi berubah menjadi gelap. Zayn dengan lancang menekan tombol power pada remot.

"Zayn?!" Aku menoleh menatapnya tajam, namun dia malah tersenyum senang tanpa perasaan bersalah.

Meraih kembali remot, aku mengayunkannya untuk memukul Zayn. Sayang dia berhasil menahan lenganku lebih dulu seraya terkekeh geli.

"Chill, Zarda! Aku punya kabar gembira." Senyumnya semakin lebar.

Lagi dan lagi, aku memutar bola mataku malas. Mengubah posisi dan duduk menghadap Zayn. Manusia di hadapanku ini pun melakukan hal yang sama. Kami saling berhadapan sekarang.

"Apa?"

Sekarang senyumnya super lebar. Jujur, dia terlihat menyeramkan. Namun tidak dapat dipungkiri, kebahagiaan terlukis jelas di wajahnya. Aku yang sempat merasa kesal pun berhasil menerima koneksi kebahagiaan itu darinya.

"Kau penasaran?" Tanya Zayn dengan sangat bersemangat.

"Tentu saja, cepat katakan!" Aku tidak kalah antusias.

"Aku dan Noura resmi menjadi sepasang kekasih hari ini!"

Aku membeku dalam sekejap. Hatiku mencelos mendengar pernyataan dari Zayn. Tapi perasaan bahagia juga turut hadir mendengar gadis yang selama ini tidak pernah absen dari curhatan Zayn, kini menjadi kekasihnya.

"Benarkah?! Kalau begitu kau harus mentraktirku, Moron!" Ujarku bersemangat. Zayn terkekeh sambil mengangguk-anggukan kepalanya tidak kalah semangat.

"Tentu saja!"

tbc.

Short Story About Our FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang