3 - Festival

5 1 0
                                    

Akhir pekan. Kudengar hari ini ada bazar makanan di taman kota Bradford. Kedengarnnya menyenangkan bukan? Berburu makanan di sana hingga pulang dengan perut kenyang. Namun akan kurang rasanya jika pergi seorang diri. Aku sempat menghubungi Sara dan mengajaknya, namun dia bilang tidak bisa.

Zayn? Kemarin dia bercerita akan menghabiskan akhir pekan dengan Noura. Aku tidak mungkin mengganggu mereka.

Aku berbaring di ranjang dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Rasanya melelahkan jika harus terus merasa kesepian begini. Sepertinya akan menyenangkan jika memiliki seorang pacar. Eh, tidak, tidak. Aku terlalu lelah untuk memiliki hubungan semacam itu. Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku dengan satu orang yang sama. Aku tidak ingin ada kata mantan dalam kamus hidupku. Tidak ingin buang-buang waktu hanya untuk gonta ganti pacar.

Apa yang kukatakan? Tuhan, aku melantur!

Aku bangkit saat mendengar pintu diketuk. Berjalan dengan malas ke sana dan membukanya.

"Hi, lonely girl!"

Sialan.

"Apa?" Ujarku, ketus. Dia tertawa dan melenggang masuk begitu saja ke dalam apartmenku dan membanting tubuhnya ke atas sofa.

"Kau mau menemaniku ke bazar makanan tidak?"

"Bukankah kau memiliki janji dengan Noura?" Aku balik bertanya seraya duduk pada sofaku yang lain, yang tidak ada Zayn dengan tubuh besar penguasanya.

"Yeah, dia sudah menunggu di sana."

"Lalu untuk apa kau datang kemari?"

Zayn bangkit dan berdiri di hadapanku. Membuatku harus mendongak untuk menatapnya. Dia tersenyum. Bolehkah aku mengagumi ketampanan sahabatku sendiri?

"Aku ingin mengajakmu, genius! Aku tahu sahabat jombloku ini kesepian."

Wajahku menjadi datar dalam sekejap. Memutar bola mata malas, lantas berdiri berhadapan menyamai tingginya. Ya, walau tetap tidak akan sampai karena tinggiku hanya sebatas dada bidang milik Zayn saja.

"Kau ini mau berbuat baik atau menghinaku?"

Zayn terkekeh geli, "Keduanya."

"Sialan!" Tanganku secara gemas melayang hendak mencubit pinggangnya. Tapi kalah cepat dengan Zayn yang berhasil menahannya terlebih dulu.

"Sudah cepat sana bersiap. Aku menunggu di parkiran!"

Aku begitu terkejut saat dengan kecepatan kilat Zayn mencium pipiku, kemudian detik berikutnya dia sudah berlari keluar dari tempat ini.

"Zayn, you idiot!" Teriakku secara spontan dan tidak terima. Astaga! Pipiku ternodai.

Apa-apaan ini?!

•••

Aku jalan beberapa langkah di belakang Zayn dan Noura sambil memakan permen kapas ditanganku. Kami sudah mencicipi banyak makanan, mulai dari camilan manis hingga pedas, yang ringan, sampai yang berat sekalipun, aku suka semuanya. Sangat menyenangkan dan ramai.

Namun kini fokusku bukan lagi tentang bazar makanan. Melainkan pemandangan manis di depan sana. Lihat? Betapa serasinya mereka saat berdamai seperti sekarang ini. Tidak ada keributan, tidak ada teriakan, mereka benar-benar terlihat saling mencintai.

Zayn yang merangkul Noura dengan hangat, mungkin saja menciptakan perasaan iri pada setiap gadis yang tertangkap basah olehku tengah mengamati sepasang kekasih itu.

Mereka sesekali tertawa bersama karena obrolan yang mereka ciptakan sendiri. Noura yang berputar sambil memegang tangan Zayn— seperti di lantai dansa— membuatku memimpikan ingin seperti itu kelak dengan orang yang akan bersamaku nanti.

"Zarda, ingin mencoba makanan apa lagi?" Noura menoleh ke belakang untuk menatapku.

"Aku ikut dengan kalian saja." Noura mengangguk lantas berhenti. Menungguku untuk menyejajarkan langkah kami.

"Kau menikmati bazarnya?" Noura kembali bertanya saat aku telah berada di sebelahnya.

"Tentu saja, aku sangat menikmati." Seruku dengan begitu bersemangat.

Zayn dan Noura mengangguk secara bersamaan disertai persembahan senyum terbaik untuk sahabat jomblonya ini.

"Terima kasih telah mempersilahkanku mengganggu waktu kebersamaan kalian."

Noura hanya terkekeh lantas menggeleng. Zayn yang berdiri di sebelah Noura berhasil memukul kecil dahiku dengan jarinya. Oh, ayolah, mengapa dia masih saja menyebalkan walau sedang bersama kekasihnya?

"Zayn.." Noura memberi peringatan halus disertai kekehan. Gadis ini tahu kalau pacarnya sering mengganggu hingga membuatku kesal.

"Kau sama sekali tidak mengganggu, Halmahera!" Omel Zayn, terkekeh diakhir kalimat. Sudut bibirku menukik naik tanpa perintah.

tbc.

Short Story About Our FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang