09

72 9 0
                                    

Kelas pertama Luna dan Jess di hari ini baru saja selesai. Sudah 2 hari ke belakang, pelajaran di kelas belum begitu intens. Mungkin karena masih masa orientasi, jadinya beban perkuliahan belum terlalu berat.

"Abis ini kita kelas jam berapa sih?" tanya Luna.

Jess membuka jurnalnya, "Jam 3 sore. Masih lama banget, makan siang dulu kali ya?" tanya Jess. Luna mengangguk.

Mereka berjalan keluar kelas. Beberapa mahasiswa yang sejurusan dengan mereka berlalu lalang di depan koridor. Ada beberapa yang mereka sudah kenal, namun ada juga yang bahkan masih belum tahu namanya.

"Gue ajak Juni ya." ujar Jess.

Luna hanya tersenyum geli. Selama masa orientasi ini, Jess sering sekali mengajak Juni ikut bersama dengan mereka. Padahal Jess bukan tipikal orang yang mudah adaptasi dengan kehadiran orang baru dalam circle nya.

"Ajak aja."

Mereka pun berjalan ke cafetaria yang jaraknya cukup jauh dari kelas terakhir mereka. Disana sudah tidak terlalu ramai karena jam makan siang sudah lewat sejam yang lalu.

"Lo cari tempat duduk deh, gue yang pesenin makan." ujar Jess. Luna mengangguk.

Ia mengambil tempat di ujung ruangan. Luna mendudukkan dirinya di sebuah bangku panjang berwarna biru.

Ia mengeluarkan ponselnya. Senyum lebar langsung terpampang di wajahnya saat ia melihat sebuah pesan singkat disana.

 Senyum lebar langsung terpampang di wajahnya saat ia melihat sebuah pesan singkat disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ini adalah pertama kalinya Luke kembali menghubunginya setelah kepergiannya ke Inggris. Mengingat bahwa mereka berpisah secara baik-baik, mereka seharusnya bisa berteman lagi. Seharusnya.

Luna mengetikkan balasan untuk Luke dengan senyum lebar di wajahnya. Bahkan ia tidak sadar Juni dan Jess sudah duduk di hadapannya.

"Kenapa lo? Abis menang lotre?" tanya Juni asal. Luna tak menghiraukannya.

"Tarohan sama gue pasti dia lagi chat sama mantannya." ujar Jess yang disambut dengan tatapan heran Juni.

"Yang anak ITB itu?" tanya Juni. Jess mengangguk.

Luna masih tidak menghiraukan kedua temannya dan masih asyik membalas pesan dari Luke. Sepiring pasta sudah disodorkan ke hadapan nya oleh Jess.

"Dalem hitungan ke lima gak makan gue tinggal." ancam Jess. Luna langsung mengalihkan pandangan dari ponselnya dan meletakkannya di meja.

"Sorry." cengirnya lebar. Jess mendengus sementara Juni hanya tertawa melihat kedua temannya bertengkar.

"Gimana kelas kalian?" tanya Juni membuka pembicaraan.

"Biasa aja, masih orientasi jadi belom terlalu hectic." jawab Jess. "Lo gimana?"

Juni menggeleng, "Minggu ini gue udah mulai praktikum."

Jess melotot, "Cepet banget?" Juni hanya menghela napasnya.

"Ya emang selalu begini lah setiap tahun juga." ujarnya pasrah. Jess menepuk-nepuk bahunya.

"Weekend nanti kita ke London Eye deh, gimana?" ajak Jess. Luna langsung sumringah.

"Mau banget!!" pekiknya.

Jess mencibir, "Giliran jalan-jalan aja nyaut lo." Luna terkekeh.

"Ayo. Mumpung kuliah kita masih belom padet juga kan?" Juni mengiyakan.

Sesuai rencana, minggu itu mereka pergi ke London Eye. Tempat yang menjadi salah satu ikon dari kota London. Juni membayar tiket untuk mereka bertiga (don't bother asking Juni is a total rich), dan langsung menaiki salah satu kapsul dari London Eye setelah antre beberapa saat.

Pemandangan kota London langsung terhampar luas saat kapsul mulai bergerak. Sebenarnya Juni agak sedikit takut dengan ketinggian, maka dari itu tangannya tidak pernah lepas memegangi lengan kanan Jess.

"Liat nih temen lo kayak bayi." gumam Jess pada Luna. Luna terkekeh saat melihat Juni yang berdiri dengan tegang.

"Santai aja, Jun. Gabakal jatoh." ujar Luna, namun Juni tetap tidak bergeming.

The landscape of London is really eye-pleasing. They finally can take a very short break from their college, even though they've only passed 5 days of it.

Selesai satu putaran, mereka bertiga pun menuruni kapsul. Lutut Juni masih sedikit gemetar namun senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia nampaknya begitu senang meskipun sempat takut setengah mati.

"Abis ini makan es krim deh biar Juni rileks." ledek Luna. Juni mencibir namun tetap mengiyakan ajakan Luna.

Mereka bertiga pun menghampiri kedai es krim yang tak jauh dari sana. Kali ini Luna yang membelikan es krim untuk mereka bertiga.

"I wish i could visit London Eye with my mom." gumam Luna sambil menjilat es krim coklatnya.

Jess menoleh, "She's here. Up there." ujarnya. Luna mengangguk.

Sudah hampir 12 tahun sejak kepergian ibunya. Ibunya meninggal saat Luna dan Caleb masih duduk di bangku sekolah dasar di London akibat kanker payudara. Selepas kepergian ibunya, Luna dan Caleb langsung dibawa ke Jakarta oleh ayahnya, alasannya agar mereka tidak terus menerus menangisi ibunya.

Jujur saja, kepingan memori Luna tentang ibunya sudah sedikit memudar. Mungkin karena dulu ia masih terlalu kecil, sehingga tidak banyak kenangan tersimpan di otaknya. Namun yang Luna ingat, dulu ibunya begitu berjuang keras melawan penyakitnya sejak Caleb berusia 2 tahun. Sejak saat itu, Luna menghabiskan masa kecilnya mengurus ibunya dan juga Caleb yang masih kecil, sementara ayahnya sibuk bekerja.

She didn't have a bright childhood memory. She had a really big pressure back then, as the oldest daughter, she carried the world on her shoulder. After her mom left, all houseworks was handled by her. She didn't even have a lot of time to be spent as a teenager. That's what makes Luke's presence was so meaningful to her.

"I miss you, mom." gumam Luna seraya meraba kalung bertuliskan huruf L di lehernya. Kalung pemberian ibunya.

A Place Called Home | nct haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang