05

59 13 0
                                    

"Ada yang ketinggalan gak, dear?"

Kini Luna, Caleb, dan ayahnya tengah berdiri di ruang tamu dengan barang-barang Luna yang cukup banyak. Ya, hari ini adalah hari keberangkatan Luna ke London. Jess tidak berangkat bersamanya, namun mereka janji bertemu di bandara.

"Udah sih pa, kayaknya." gumam Luna sambil mengingat-ingat.

"Papa udah hubungi Uncle Ben buat jemput kamu di London nanti." ujar papanya sambil berjalan ke mobil dengan koper Luna di tangannya.

"Loh, rumah Uncle Ben bukannya di Edinburgh?" tanya Luna.

Papanya mengangguk, "Yes, but he agreed to it. Katanya sekalian dia kangen sama kamu udah hampir 10 tahun gak ketemu."

Luna hanya manggut-manggut. Uncle Ben adalah adik ayahnya yang sudah hampir 10 tahun ini tinggal di Inggris karena menikah dengan Aunt Meryl, gadis Inggris yang ditemuinya saat kuliah di Edinburgh.

Setelah semua barang-barang masuk, Luna menoleh ke arah Caleb yang masih asyik bermain games di ponselnya. Luna langsung menarik ponsel tersebut dari tangan adiknya.

"What the hell?" teriak Caleb.

"Language!" seru papanya dari garasi. Caleb mendengus.

"Your big sist is about to leave to England and all you do is fucking playing video games are you nuts?" bisik Luna karena ia takut akan diomeli papanya karena berbicara kasar.

"So what am i supposed to do? Crying my ass off on the floor?" balas Caleb sambil berbisik juga.

Luna mencibir dan mengembalikan ponsel Caleb ke tangannya. Surprisingly, he put his phone in his pocket.

"Do you want me to hug you?" tanya Caleb.

Tanpa babibu, Luna langsung menarik Caleb ke dalam pelukannya. Adik satu-satunya yang kini tingginya sudah jauh melampaui dirinya padahal umurnya 2 tahun di bawahnya.

"I will be missing our fights." ujar Luna. Caleb hanya terkekeh.

"Nanti pas gue grads, gue minta kado ke papa flight ke Inggris aja kali ya nyusul lo?" tanya Caleb setelah mereka melepas pelukannya.

"Boleh. Nginep di rumah Uncle Ben aja nanti gue nyusul." ujar Luna.

"Gampang lah itu bisa diatur." ujar Caleb.

Luna kini sudah berada di ambang pintu. Papanya sudah menunggu di mobil. Caleb tidak ikut mengantarnya ke bandara karena pagi ini ia harus sekolah. Ya, sekarang memang masih jam 4 pagi karena flight Luna jam 7 nanti.

"I'm gonna miss you, big sist." ujar Caleb sebelum Luna benar-benar menutup pintu gerbang rumahnya.

"Jess, I'm on my way." ujar Luna di telfon saat mobilnya sudah keluar dari kompleks rumahnya.

"Me too. Ketemu di gate masuk terminal 3 aja kan?" tanya Jess di seberang sana.

"Okay! See you there." Luna menutup teleponnya.

"Luke mau nganter ke bandara juga kah?" tanya papanya. Sepertinya ia belum tahu bahwa Luna dan Luke sudah putus seminggu yang lalu.

"We're breaking up." jawab Luna.

"Oh!" papanya menutup mulutnya. "Sorry to hear that."

"It's okay, shit happens." jawab Luna.

"Why? Thought you guys were planning on getting married."

Luna memutar bola matanya, "Pap, I'm 18. It feels illegal talking about marriage."

Papanya terkekeh, "Okay, yang tadi bercanda kalo yang sekarang serius." ujarnya. "Why did you break up? Did he hurt you?"

Luna menggeleng, "No. We're just not ready for the distance." jawabnya.

Papanya hanya manggut-manggut. Ia tidak akan bertanya lebih jauh lagi karena ia melihat air muka putri sulungnya sudah tidak terlihat senang dengan bahasan ini.

"Wanna grab some McD before you leave?" tanya papanya berusaha mencairkan suasana.

Mendengar junk food favoritnya disebut, mata Luna langsung berbinar, "Yes, please."

McD pun segera habis dilahap Luna di perjalanan sebelum sampai ke airport. Sesampainya di airport, ia langsung turun dan mengeluarkan semua barangnya dari bagasi.

"I'm gonna ask for the trolley." ujar papanya sambil berjalan menjauh darinya untuk mencari troli.

Setelah troli didapatkan, Luna dan papanya berjalan masuk ke terminal 3 internasional. Disana sudah ada Jess dan juga kakaknya yang mengantarnya.

"Pulang aja pap, aku sama Jess aja." ujar Luna setelah kakak Jess pulang.

"Are you sure?" tanya papanya.

"Cmon i'm not 5." cibir Luna. Papanya terkekeh dan memeluknya.

"Take care, my girl." ujarnya. Luna mengangguk.

Setelah berpamitan dengan papanya, Luna pun masuk ke dalam bersama Jess. Mereka berjalan menuju ruang tunggu.

"Gue mau ke kamar mandi dulu ya, mules abis makan McD." ujar Luna.

"......okay." jawab Jess.

Luna pun berlari kecil menuju kamar mandi. Perutnya sangat sakit, mungkin karena tadi di perjalanan ia menghabiskan burger dan kentang hanya dalam waktu 15 menit.

Setelah menuntaskan urusannya di kamar mandi, Luna langsung berjalan keluar. Ia sedang membetulkan jam tangannya saat seorang laki-laki menabrak bahunya. Ia refleks menoleh dan menatap tajam laki-laki berambut cokelat itu.

"Eh sorry gue gasengaja." ucap laki-laki itu dan langsung pergi meninggalkan Luna menuju kamar mandi.

"Sialan." umpat Luna sebelum akhirnya ia kembali ke ruang tunggu.

Ia membuka tas nya untuk mengambil tisu basah, namun matanya menangkap sesuatu di dalam tas nya. Sebuah kotak berisikan kalung berwarna perak dengan huruf L sebagai bandulnya ada di dalam sana. Terselip juga secarik kertas di dalam kotak itu.

Wear it as your lucky charm, baby girl.

-pap

Luna tersenyum. Her last day in Indonesia probably not one of her best day, but her dad is making sure that she left Indo with no more sadness.

A Place Called Home | nct haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang