DARK ROMANCE -MYSTHERY THRILLER
🚫Rating 17+ (Mengandung adegan kekerasan)🚫
Charan Parsi hanya ingin hidup damai setelah menjadi mantan gangster, yang merupakan imbas dari kematian adiknya.
Sebagai seorang kakak, ia tak bisa tenang sebelum...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Dasar berengsek,” cibirnya pelan. Sangat pelan hingga hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
“Permisi, bilang apa tadi?” tanya Charan, ia menjejal tangannya ke saku dan memiringkan kepala.
Pendengaran pria itu sangat tajam. Meski suara Zee sangat pelan dan menyatu dengan suara gesekan angin, Charan tetap bisa mendengarnya. Untuk menghindari kontak mata, Zee buru-buru mengalihkan pandangannya dan memungut gawai. Ia merasa sangat kesal meraba gawainya yang memang sudah tak berbentuk lagi.
Tak terima, Zee lalu mendorong tubuh Charan hingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Angin kencang membuat payung Zee terbang ke sembarang arah, tetapi Zee tak mempedulikannya.
Zee menatap Charan dengan amarah yang tersulut. “Lo harus tanggung jawab! Ini aiphong keluaran terbaru, tau,” ketus Zee, cuping hidungnya kembang kempis.
Ia menatap tajam Charan yang sama sekali tidak peduli. Parahnya lagi, Charan mengejek Zee dan mendorong pelan dahi gadis itu. “Socrates pernah bilang, cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Bekerjalah dulu, baru berharap.”
“Kurasa, kau tak pernah berpikir untuk memahami, sehingga berkata seperti itu. Makanya, jangan muka aja yang diglowingin, tapi otak juga.”
Ia mengkatapel dahi Zee dengan jari tengah dan telunjuknya. Ia memunggungi Zee dan meninggalkan gadis itu dengan amarah yang masih membara.
Zee hanya bisa memandang punggung Charan yang telah mananjak ke atas jembatan. Ia lalu ikut pergi dari bawah ngarai jembatan. Hari itu, ia bolos sekolah untuk menenangkan diri karena ulah pemuda yang tidak memberitahukan namanya itu, sekaligus mencari cara agar Charan mau menjadi pasangannya.
Charan dan Arsen membawa jenazah Mia pulang ke markas yang telah mereka anggap seperti rumah kedua. Arsen membantu membopong jenazah gadis itu masuk ke markas. Namun, belum sempat mereka masuk, Charan menguping suara televisi yang cukup keras.
Lamat-lamat, ia mendengar suara televisi memberitakan tentang kematian ayahnya lagi dan yang paling membuat Charan kesal adalah … berita tentangnya yang memukuli petugas. Pembuluh darah di pelipis Charan menyembul, ada rasa panas yang sulit ia jelaskan di dada kirinya.
Dengan berang, ia mendobrak pintu markas yang tak begitu kokoh, hingga pintu itu terpelanting ke samping, membuat penghuni markas yang sedang serius menonton berita terperanjat.
“Cha-Charan?” lirih seorang pria paruh baya dengan gagap.
Charan menatap pria yang berumur lebih tua darinya itu satu persatu dan berakhir dengan melihat berita apa yang sedang mereka tonton.
Charan mengepalkan tangan hingga urat-urat halus menyembul dari balik kulitnya. “Lagi nonton apa?” Pemuda itu melayangkan pertanyaan retoris.