23|Fatal

235 16 1
                                    

Kirana masih setengah linglung saat ditarik Herrita sedikit menjauh. Sengaja mengambil sudut ruang makan yang jarang dilewati.

"Ini..." Kirana masih tampak tidak percaya. Sejurus kemudian sebuah senyuman haru tidak kuasa ditahannya. Dirinya masih tidak percaya.

"Nyonya harus menyembunyikannya"

"A—apa?"

Herrita tampak mengatur ekspresi wajah meski sudah tidak sekalut sebelumnya, tetap saja Kirana dapat melihat sorot cemas disana.

"Ini tidak akan baik, seharusnya sejak awal saya melakukan tindakan pencegahan. Semuanya sudah terlanjur dan—"

"Bu," Kirana masih tidak mengerti kenapa wajah Herrita begitu tegang padahal yang datang adalah berita bahagia. "Ada apa?"

"Kita harus melakukan sesuatu, ini adalah bencana dan harus segera dihentikan. Ini—"

Kirana terkejut menangkap apa yang tengah diracaukan kepala pelayannya tersebut. Bencana? Maksudnya yang adalah bencana— tidak mungkin! Wajah Kirana mengeras seketika.

"Aku memang akan melakukan sesuatu dan pertama-tama yang akan aku lakukan adalah memberitahu Mas Bima—"

"Jangan!" Seru Herrita tanpa sadar

Ini semakin aneh. Selama mengenal wanita dihadapannya, ini adalah kali pertama Kirana mendengar Herrita sampai berteriak.

"Tolong jangan lakukan Nyonya... i—ini kesalahan dan Tuan tidak akan senang"

Apa maksudnya?!

"Bu, tolong bicara yang jelas. Apa yang salah? Aku seorang wanita bersuami dan wajar kalau saat ini aku mengandung karena kami berhubungan secara normal"

Herrita masih memandang ngeri tetapi jelas berusaha menguasai diri. Merasakan napas sang Nyonya yang kian memburu, Herrita semakin sadar telah bertindak berlebihan saat seharusnya mampu bersikap tenang dalam situasi tergenting sekalipun.

"Aku rasa nggak ada yang salah dan aku mohon berhenti menyebut anakku sebuah kesalahan!" Kirana secara insting memeluk perut saat kata anakku disebutkannya. Amarahnya begitu saja memuncak saat tahu seseorang menunjukkan ketidaksukaan terhadap makhluk kecil dalam perutnya.

Pandangan Herrita jatuh ketempat dimana Kirana mendekap posesif. Perlahan sorotnya melembut meski jelas maaih tersisa gelisah disana. "Maafkan kalau kalimat saya kelewatan tadi Nyonya, tapi seharusnya ini memang tidak terjadi. Kehamilan adalah sesuatu yang dilarang dirumah ini"

Kirana hampir-hampir tidak percaya kalau tidak mendengar langsung dari Herrita yang jelas tidak mungkin mengatakan omong kosong semacam itu. Dan benar, selama tinggal di mansion Wissesa, tidak pernah sekalipun Kirana melihat ada anak kecil. Bahkan pelayan yang ada pun berhati-hati saat Kirana pernah tidak sengaja menyinggungnya.

"Dilarang?! Tapi kenapa? Apa yang salah..."

Herrita menghela napas panjang sebelum bersiap menjelaskan. Butuh menata kata-kata yang tepat agar tidak lagi membuat Nyonyanya ini tersulut.

"Tidak ada yang salah dari mengandung Nyonya, tapi tidak dirumah ini. Lebih tepatnya tidak dalam keluarga Wissesa"

Kirana masih tidak mengerti, kenapa tidak boleh?

"Tuan Bima sangat menyayangi Nona Flo... kecelakaan beberapa tahun lalu membuat Nona lumpuh dan Dokter memvonis Nona tidak akan pernah bisa memiliki keturunan. Nona Flo... sangat terpukul"

Kirana memang hanya sedikit mendengar tentang kecelakaan yang dialami Flo beberapa tahun lalu. Bima sendiri selalu murung dan tidak pernah senang saat dirinya bertanya. Apalagi penghuni mansion yang jelas berhati-hati sekali setiap pembahasan mengenai princess Wissesa tersebut.

 The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang