AR4

10.7K 746 8
                                    

Raut wajah cemberut masih Almira tampakan di depan mata semua orang, dia masih kesel mau dinikahkan secara tiba-tiba. Sekarang dia sedang di dalam kamarnya yang sudah berubah total, ditemani Teteh yang dari tadi ngebujuk Almira agar berhenti nangis. Takut juga Almira beneran kabur.

Suara sesegukan itu masih terdengar meskipun lirih, sesekali gumaman kata "Nggak mau kawin. " terus terucap.

"Jangan gitu atuh Neng, semua persiapan udah beres. Nanti Abah sama Ambu malu kalo nggak jadi mah. "

"Kenapa atuh nggak pada bilang sama aku dulu, Teteh juga kenapa nggak ngehubungi aku kemarin pas nelfon. "  marah Almira kepada kakanya.

Siapa yang nggak marah sih tiba-tiba mau dinikahkan, mana nggak tau calon nya seperti apa lagi. Gimana kalo dia itu lelaki suka mukul, suka main perempuan, nggak punya pekerjaan, orang nya jelek, pemalas. Nanti nasib Almira gimana? Blangsak lagi dong. Almira nggak mau ya hidupnya berubah lagi, udah cukup yang dulu. Sekarang udah lebih baik, udah enak juga.

"Ya pas Abah bilang Neng mau dijodohkan, ya udah we Neng teh udah siap. Teteh juga nggak tau bakal cepat kaya gini. Dari pihak sananya juga udah ngabereg atuh Neng da katanya nggak mau diduluin sama Bapaknya yang mau nikah lagi. Calon mertua kamu juga mau nikah lagi tau Neng. " jelas Teh Alia.

(Ngabereg = diburu-buru.)

"Tapi masa depan aku gimana Teh? "

Untuk saat ini nggak peduli calon mertua nya mau nikah lagi atau apa, sekarang tuh masalahnya kehidupan Almira selanjutnya seperti apa.

"Sok dangukeun Teteh, ayena Neng ikhlaskeun sagala. Demi Abah sareng Ambu. Da Abah sareng Ambu ge moal asal nyomot pameget kanggo pendamping Neng. Abah sareng Ambu terang nu terbaik kanggo Neng. "

(Dengerin teteh, sekarang neng ikhlaskan semuanya. Demi abah sama ambu. Abah sama ambu nggak akan asal ngambil lelaki buat pendamping neng. Abah sama ambu tau yang terbaik buat neng.)

Orang tua kebanyakan seperti itu, mereka merasa paling tahu apa yang baik atau buruk untuk anaknya. Padahal anaknya pun berhak menggambil keputusan apa yang dia inginkan. Jika ada pendapat alangkah lebih baiknya dibicarakan lebih dulu dengan sang anak bukan menggambil keputusan sepihak seolah semua akan menjadi baik seperti pemikiran mereka.

"Alim atuh teh hiks... Jung we nikah na sareng Teteh. "

(Nggak mau atuh teh hiks... Sana nikah aja sama teteh)

Dengan sabar Teh Alia mengusap air mata yang membasahi pipi adiknya. Dia pun mengerti perasaan Almira, pasti sangat syok ketika pulang disuguhi tenda pernikahan berdiri di depan rumahnya. Semua persiapan sudah rampung, tinggal menunggu hari H saja. Dan itu tinggal dua hari lagi. Namum sang mempelai tidak tau akan menikah.

"Kan Teteh mah tos nikah atuh ari Neng teh. " ucap Teh Alia.

(Kan teteh mah udah nikah) 

"Bae atuh, jang naon mertahanken lalaki siga si eta mening kawin dei. "

(Biarin, ngapain mertahanin lelaki seperti dia lebih baik nikah lagi. )

"Astagfirullah, ari nyarios teh sok kamana wae. " Teh Alia meloto galak mendengar ucapan Almira. Meskipun benar yang dikatakan adik nya itu karena suaminya sangat pemalas tapi bagaimana pun lelaki itu tetap suaminya.

(astagfirullah,  kalo ngomong suka kemana aja)

Teh Alia memeluk Almira dengan sayang, menenangkan adiknya yang sedang kalut itu.

"Udah ya Neng, insha allah Yuda baik. Bertanggung jawab dan bisa ngejagain kamu. "

Oh jadi namanya Yuda.

Almira RinjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang