AR1

28K 1K 8
                                    

Derap kaki melangkah, raut wajah tegas dan angkuh. Mata yang tajam seperti elang menatap satu persatu orang - orang. Jangan ada kesalahan, jika ada maka tamatlah mental orang itu. Dia akan berakhir menangis tersedu akibat ucapan tajam sang macan gedung. Supervisor yang ditakuti semua bawahannya. Perempuan bak bidadari berhati iblis. Tidak ada belas kasih untuk orang yang melakukan kesalahan. Siapa pun itu tidak akan terlepas dari kata-kata yang bisa membuat sakit hati orang yang mendengarnya.

Almira Rinjani, perempuan yang lebih cocok menjadi seorang model daripada kuli pabrik. Tapi, apalah daya Tuhan mentakdirkan dirinya untuk menjadi kacung di perusahaan orang. Bekerja dibawah telunjuk orang.

Merantau dari kampung ke kota berharap menjadi orang sukses, mengubah nasib dan mengangkat derajat orang tua agar tidak terus dihina dan dipandang rendah orang lain, semua menjadi nyata sekarang.

Sumpah janji gadis kampung yang akan mengadu nasib ke kota kala itu ia ucapkan, sekarang bisa membungkam mulut orang yang lancang menghina orang tua nya dan merendahkan dirinya. Gubuk yang dulu kerap disebut kandang kambing oleh orang-orang kini menjadi istana yang diirikan mereka yang menghina. Belum lagi sawah dan kebun menjadi bukti nyata keberhasilan gadis lugu itu. Kini gadis yang dulu polos itu sudah berubah menjadi wanita angkuh dan sombong. Itu semua bukan kemauannya tapi alur kehidupan yang menuntun dirinya untuk melakukan itu. Angkuh dan sombong hanyalah benteng perlindungan agar orang tidak menghina dirinya, tidak menyakiti hatinya dan memperdalam luka batin dari ucapan yang dilontarkan orang tanpa berfikir dulu. Dia hanya memakai topeng jahat untuk melindungi dirinya. Memperlihatkan pada dunia bahwa dia wanita kuat yang tidak mudah untuk disakiti. Semua itu hanya bentuk perlindungan dirinya sendiri.

Masih teringat dengan jelas bagaimana orang-orang menghina keluarga nya. Dia hanya mampu menangis dalam diam, menerima setiap goresan luka yang orang - orang buat. Berfikir bagaimana caranya agar bisa membungkam mulut mereka.

Menjadi seorang dokter adalah impiannya. Dokter adalah profesi yang hebat. Dia yakin orang - orang akan berhenti mencibir seandainya dia bisa mengenakan snelli. Namun, malang nasibnya. Dia tidak seberuntung itu. Beasiswa tidak bisa dia dapatkan karena dia tidak sepintar sang kakak yang kini menjadi guru sekolah dasar karena mendapat beasiswa kuliah. Biaya sendiri pun dia tak punya, jangankan untuk sekolah untuk makan sehari-hari pun susah.

Dengan tekat yang kuat dia memutuskan merantau, meski sempat terhalang restu orangtua yang tidak menginginkan putrinya jauh dari jangkauan.

Dengan berat hati sang Abah dan Ambu mengizinkan Almira pergi ke kota. Doa restu mengiringi langka Almira untuk mengubah nasib.

Usia sembilan belas tahun saat itu dimulai, kini wanita itu sudah berusia dua puluh sembilan tahun dan mimpi nya sudah teraih. Namun sayang seakan melupakan dirinya berasal sudah sepuluh tahun dia tidak pulang ke tempat lahirnya. Hanya uang yang terus mengalir setiap bulan untuk orangtua. Jika Abah dan Ambu nya merindukan Almira, maka mereka yang akan menemui Almira ke kota bersama Teh Risa, sang Kakak.

Suara mesin setia menemani Almira setiap harinya. Dengan melipat tangan di dada dia perhatikan satu persatu karyawan yang sedang bekerja. Hingga kaki nya berhenti di satu operator yang kerjaannya menumpuk.

" Ini kenapa numpuk gini? " suaranya mengagetkan orang yang dia tanya

"Itu Bu, mesin saya rusak. " jawab operator itu.

"Ya cari mekanik dong bukan malah di biarin. Liat jadinya numpuk gini. Kedepannya juga jadi gak ada kerjaan. Gimana mau dapat target ? Mana atasan kamu ? " ucap Almira dengan nada tinggi.

"Teh Indri lagi nyari mekanik nya, Bu. " jawab si operator dengan takut.

Almira berjalan agak cepat, dia menghampiri orang yang operator tadi sebut Teh Indri yang sedang kebingungan.

"Indri ngapain kamu di sini, liat Line kamu barangnya numpuk gitu kamu malah celingak celinguk di sini! " dengan nada membentak Almira berucap.

"Iya, Bu. Maaf, saya lagi cari mekaniknya. Dari tadi belum ketemu. " jawab Teh Indri.

"Kamu balik aja ke Line biar saya yang cari, urus Line kamu biar gak numpuk gitu, sepet saya liat nya. Saya gak mau tau ya hari ini kamu harus dapat target. Sana pergi ! " perintah Almira.

"Iya, Bu. " jawab Teh Indri mengangguk pasrah.

"Pada kemana sih? Yang kaya gini juga harus gue yang turun tangan. " gumam Almira.

Setelah sang anak buah pergi, Almira pergi ke office produksi. Dia akan memanggil mekanik nya agar segera ke Line tadi.

"Dela, tolong panggil mekanik sewing ke Line tiga. Cepat ! " Almira memerintah kepada salah satu admin produksi.

Setelah Almira beberapa langkah meninggalkan office produksi suara speaker berbunyi sesuai perintahnya.

"Panggil kepada mekanik sewing ditunggu di Line tiga segera. Sekali lagi, panggilan kepada mekanik sewing ditunggu di Line tiga segera. Terimakasih. " suara admin produksi tersebut.

Saat Almira memantau kembali Line tiga yang dipanggil tadi tengah memperbaiki mesin yang rusak dan kerjaan yang menumpuk tadi mulai berkurang.

Almira memperhatikan mekanik itu dengan sorot mata yang tajam, membuat sang mekanik gugup seakan dirinya sedang dikutili.

"Silahkan dicoba dulu, Teh. " ucap mekanik itu pada operator.

"Ini masih timbul bawahnya, A. " ucap operator pada mekanik itu setelah mencoba mesinnya.

"Sini coba liat, " ucap mekanik.

Setelah memeriksa hasil jahitan operator mekanik itu kembali memperbaiki mesin yang belum baik itu.

Beberapa saat mesin masih belum bagus tapi Almira sudah murka.

"Kenapa lama banget sih memperbaiki nya. Kamu bisa nggak sih kerjanya? Tadi dicari susah, sekarang memperbaiki mesin lama. Ini target gimana, kalo kaya gini gak bakal mencapai. Rugi kita. Gak becus banget. Aduh! " Almira mulai mengeluarkan amarahnya.

Semua orang diam tidak ada yang berani bersuara. Mekanik itu semakin gemetar dan gugup.

"Bu Mira, maaf. Ada apa? " seorang lelaki mengintrupsi Almira yang sedang marah.

"Dimas, kamu kemana aja sih baru nongol sekarang? Anak buah kamu juga pada kemana? " bentak Almira.

"Tadi saya meeting dengan mekanik lainnya. Anak buah saya, saya suruh ambil mesin dibelakang. Kalo yang lain saya kurang tau. "

"Harusnya salah satu dari kalian ada yang stand bye si Line. Kalo ada yang mesinnya rusak gampang bisa langsung dipanggil. Gak harus saya yang turun tangan langsung kaya gini. Masa yang kaya gini juga harus saya sih. Liat yang lainnya pada diam karena kerjaanya numpuk di satu mesin, gimana mau dapat target coba. Apalagi ini anak buah kamu gak becus kerjanya, dari tadi ngerjain satu mesin aja gak selesai - selesai. " murka Almira.

"Maaf, Bu. Ini anak baru. " jawab leader mekanik itu.

"Baru? Pantesan kerjanya lelet. Harusnya kamu dampingi dong kalo baru, bukan malah keluyuran gak jelas gini. Saya gak mau tau cepat beresin mesin itu." kata Almira pedas.

"Baik, Bu. " ucap Dimas. "Awas, biar saya yang perbaiki. " lanjutnya. Si mekanik baru itu mundur.

"Indri, saya gak mau tau hari ini kamu harus mencapai target. Awas kalo nggak ! " Ancam Almira, setelah itu dia melenggang pergi.

Hati Almira agak panas setelah marah-marah tadi. Bahkan cuaca pun ikut panas. Sekarang dia dalam mode senggol bacok. Bahkan dering ponsel saja membuat dirinya geram. Tanpa melihat nama penelepon Almira mengangkat panggilan itu dan membentak orang disebrang sana.

"HALO? " bentaknya.

















Hallo teman-teman, cerita ini SUDAH TERSEDIA di aplikasi KUBACA yaa... silahkan mampir ke sana untuk membaca cerita ini dengan lengapnya. Search cerita ALMIRA RINJANI untuk mencarinya. Terimakasih.

Almira RinjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang