CHAPTER 12

34 4 11
                                    

“Sebelum bubar, untuk nama-nama yang disebutkan tolong temui saya di ruang konseling -”

Setelah melakukan Upacara Bendera pagi ini para siswa siswi SMA Pelita Harapan kembali ke kelas mereka masing masing kecuali mereka berdelapan yang terlibat perkelahian kemarin.

“Bisa-bisanya sekolah ampe tau, bapa lu gimana sih Div.” Gerutu Kala. Ia berjalan menuju ruang konseling bersama ketiga sahabatnya.

“Ngapa lu jadi nyalahin papi gua?!”

“Santai dong mbanya, marah-marah mulu etdah.”

Saat sampai di ruang konseling, bu Ina selaku guru pembimbing konseling SMA Pelita Harapan ini menyuruh keempat anak muridnya untuk duduk di sofa yang tersedia.

“Yang lainnya mana?” Tanya bu Ina.

“Yang lain siapa bu?” Zaya balik bertanya.

“Clara dan teman-temannya.”

“Mat–” Della reflek membekap mulut Kala dengan tangannya, karena ia tahu apa yang akan Kala ucapkan selanjutnya.

“Lagi di jalan kali bu.” Ucap Della menjawab pertanyaan bu Ina.

Tak lama dari itu, yang di tunggu pun datang dengan wajah tanpa dosanya.

“Kenapa sih ibu manggil-manggil kita, mau belajar nih.” Ujar Clara yang langsung duduk padahal belum di persilahkan.

“Pake adab ya tolong.” Ucap Diva.

Clara hanya melemparkan tatapan sinis untuk Diva dan sahabatnya itu.

“Langsung aja ya. Jadi gini, ibu dapat laporan dari kepolisian kalau kemarin kalian sempat terlibat perkelahian di kompleks lavender dekat sekolah itu, apa benar?”

Hening.

Tak ada yang menjawab satu pun.

“Ibu masih belum percaya sampai ibu mendapat jawaban dari kalian sendiri.” Lanjut bu Ina.

“Iya bu benar.” Jawaban yang Della lemparkan sontak membuat para gadis itu melemparkan tatapan malas dan tak suka kepada Della. Della jujur. Yang lain tak suka. Bukan, bukan tak suka hanya saja mereka berusaha untuk menutupinya.

“Saya tau kamu anak baik Della, tapi kenapa?”

“Itu semua berawal dari kesalahpahaman bu.”

“Lah kesalahpahaman apa, udah jelas-jelas temen lu yang mulai duluan ya anjir!” Seru Clara tak terima.

“Clara, jaga bicaramu! Lagian kalian ga perlu capek-capek boong karena saya juga udah liat rekaman CCTV. Polisi sendiri yang memberikannya pada saya atas permintaan pak Arnesh.”

“Dan pak Arnesh juga yang minta agar kalian di skors selama tiga hari. Oh iya bareng Dani Prasetya juga, saya lupa manggil dia tadi, nanti tolong sampaikan.” Lanjut bu Ina.

“Lah bu ga bisa gitu dong!” Ucap Clara tak setuju.

Bukan hanya Clara. Tapi ketiga temannya yang lain. Gina, Kaitlin, dan  Jessi.

“Bagian mana yang kamu tidak setujui, bilang saja.”

“Pak Arnesh kan bukan guru pembimbing konseling apalagi kepsek, kenapa dia bisa sejenak jidat ngehukum kita.” Ujar Clara dengan nada tak santai.

“Pertama, selain pak Arnesh donatur terbesar di sekolah dan yayasan ini, ia juga bertanggung jawab besar atas sekolah ini. Lagi pula ini sudah di diskusikan dengan kepala sekolah, jadi kalau mau protes bisa langsung temui pak Ferdi di ruangannya.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love (In Silence)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang