4

19 1 120
                                    

Waktu menunjukkan pukul 07.35 WIB. Nampak seorang gadis tengah berdiri dengan gusar di depan gerbang sekolah. Sambil terus berusaha mencari satpam yang menjaga, gadis itu berpikir apakah ia harus bolos saja?

"Ini satpam nya kemana sih? Sial banget lagi gue hari ini, mana ditinggal Arzan sama Leo juga." gerutu gadis itu, Ziva.

Zivana memang terlambat ke sekolah, akibat semalam menonton drakor sampai pukul 4 subuh. Dan karena ulahnya itu, dia bangun pukul 7 pagi. Dia pun mengomel sepanjang saat, apakah mamanya tidak membangunkannya, atau memang ia sudah coba dibangunkan tapi susah? Entahlah Ziva jadi pusing. Dasar Ziva.

"Apa gue bolos aja, ya? Eh, tapi kan udah janji sama mama nggak bakalan sering bolos lagi," monolog Ziva sambil terus berpikir. "Ah iya Leo kan pernah bilang kalau ada tembok samping sekolah yang biasa dipakek anak-anak manjat."

Tanpa berpikir dua kali, Ziva pun berlari menuju tembok samping sekolah. Setelah sampai, Ziva melihat tombok yang cukup tinggi berdiri kokoj di depannya.

"Ini gue manjatnya gimana coba?" gumam Ziva melirik kanan-kiri, apakah ada alat yang bisa membantunya untuk memanjat ke atas.

Melihat ada sebuah bangku usang, Ziva pun berniat menggunakannya untuk memanjat. Baru ingin menaiki bangku tersebut, deheman seseorang menghentikan aktivitasnya.

"Ekhem."

Dengan kaget, Ziva menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki dengan wajah datar. Melihat lelaki tersebut Ziva pun tersenyum cengengesan.

"Eh, ada kakak ganteng, hai kak." sapa Ziva sok akrab dengan lelaki tersebut.

Yang disapa hanya menatap Ziva datar tanpa berniat membalas. Kasian banget Ziva dicuekin.

"Kak El ngapain di sini? Oh, kak El pasti telat juga, 'kan?" seru Ziva kepada lelaki yang ternyata adalah Adzriel.

"Hm." balas El singkat.

Ziva yang mendengar jawaban El pun mengelus dadanya sabar, "Singkat amat sih, sariawan kali ya?" gumam Ziva pelan.

Tanpa mempedulikan Ziva yang asik dengan pikirannya sendiri, El pun berniat menaiki tembok tersebut. Ziva yang melihat pergerakan El, lantas menahan tangan El.

"Eh, tunggu dong kak. Lo nggak ada niatan bantu gue manjat gitu? Biar kayak di film-film gitu, kan romantis." Ziva tertawa garing. Gimana sih, Ziva? Tadi kan mau naikin kursi, kenapa sekarang jadi El? Dasar Ziva modus.

El pun yang dasarnya masih mempunyai hati nurani, sedikit kasian kepada Ziva. Tanpa aba-aba El berjongkok di samping Ziva, "Naik!" titah El.

"Hah? Gimana? Gue naik di pundak lo gitu? Oh My God, beneran kayak di drakor yang sering gue ton-" belum selesai Ziva berbicara, El terlebih dahulu memotongnya, "Sebelum gue berubah pikiran." ancam El.

Ziva yang mendengarnya, lantas bergegas naik ke pundak El dengan sedikit kesusahan, karena memang ia memakai rok. "Kak El jangan ngintip ya, awas aja kalau ketauan ngintip." peringat Ziva.

"Nggak minat."

Setelah perjuangan Ziva menaiki tembok, akhirnya ia pun mendarat dengan selamat di dalam lingkungan sekolah.

"Kak El buruan naik, nanti ketauan guru." ucap Ziva sedikit berteriak dari balik tembok.

Tak lama, El pun juga mendarat dengan selamat di samping Ziva. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, El bergegas ingin pergi. Namun, baru selangkah, El berhenti karena tangannya ditarik Ziva.

"Cuman mau bilang makasih aja kok, makasih ya, kak El." ujar Ziva tulus sembari terseyum manis.

"Ya. Ada lagi?" tanya El.

Our DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang