1

24 4 17
                                    

Dengan langkah yang santai, seorang gadis menyusuri koridor sebuah SMA sambil melirik kanan kiri untuk mencari keberadaan seseorang. Ketika ingin berbelok kearah lapangan, sebuah teriakan menghentikan langkah gadis itu.

"Alma!"

Ya, dia Zivana Almahyra, gadis yang sedari tadi berjalan di koridor sekolah. Di rumah orang-orang memanggilnya Ziva, namun beda cerita jika dia sudah berada di lingkungan sekolah. Dari SMP teman-temanya lebih sering memanggilnya Alma. Tapi Ziva tidak suka dipanggil Alma. Entah apa alasannya tapi dia lebih suka dipanggil Ziva.

"Mentang-mentang sekarang udah nggak ada orientasi sekolah, jam segini baru berangkat." sindir salah satu dari dua orang yang tadi memanggil Ziva.

"Nonton drakor lagi?" tanya gadis satunya lagi.

"Biasalah. Oh ya, btw jangan manggil Alma lagi ya, 'kan udah gue bilang kalau gue nggak suka dipanggil Alma" minta Ziva kepada kedua gadis yang memanggilnya.

Kedua gadis yang memanggil Ziva tadi merupakan sahabatnya dari SMP. Kayla Maharani, orang-orang suka memanggilnya Lala. Gadis cerewet yang terkadang terlewat polos dalam situasi genting pun. Karena kepolosan Lala yang di atas rata-rata, Lala sering dimanfaatkan oleh banyak orang. Sepertinya Lala memang harus berguru lebih serius lagi dengan Ziva, agar tidak terlalu polos.

Berbeda dengan Felysia shaelynn, panggil saja Sia. Gadis pendiam yang selalu membawa buku kemana pun, tetapi bukan buku pelajaran pastinya, melainkan novel dan komik. Walaupun pendiam, jika sudah marah, Sia akan menerkam orang hidup-hidup. Eh, tapi nggak juga sih, soalnya mulut Sia nggak muat buat nerkam orang. Paling muatnya buat nelen cilok Mang Udi yang mangkal di depan sekolahnya dulu.

Tepat hari ini ketiga sahabat tersebut resmi menjadi murid SMA Trijaya. Karena kesepakatan mereka bertiga, jadi mereka memutuskan untuk melanjutkan ke sekolah yang sama.

"Mending kita liat mading aja, nanti kita di kelas mana." ajak Sia kepada dua sahabatnya.

"Kalian duluan aja deh, nanti kabarin gue di kelas mana. Gue mau cari Arzan dulu, dari tadi belum ketemu sama tuh anak." setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ziva berlari meninggalkan Lala dan Sia.

***

"Kemana sih tuh anak, dicari dari tadi juga nggak ketemu-ketemu." gerutu Ziva sambil duduk di salah satu bangku yang ada di kantin.

Baru ingin melanjutkan pencariannya, bel pertanda akan dimulainya pembelajaran pertama, berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah. Dengan cepat, Ziva menghubungi salah satu sahabatnya untuk menanyakan dia berada di kelas mana.

Setelah mendapatkan jawaban bahwa mereka bertiga berada di satu kelas yang sama yaitu X IPS 2, Ziva langsung berlari menuju kelasnya yang berada di atas. Sangking menikmatinya Ziva dalam berlari, sampai tak sadar ia menabrak seorang lelaki.

"Aduh," kaget lelaki yang Ziva tabrak.

Kalau kalian berpikir akan ada adegan saling tolong menolong seperti di drama korea, tentu kalian salah besar. Setelah melihat siapa yang Ziva tabrak, Ziva hanya berdecak dan memutar bola matanya malas. Dengan santainya dia berdiri dan ingin meninggalkan lelaki tersebut.

"Mau kemana lo?" cegah lelaki tersebut, sambil menarik ujung kerah seragam yang Ziva kenakan.

"Heh, lo kira gue anak kucing lo tarik-tarik, lepasin." bentak Ziva melepaskan tangan lelaki tersebut dari seragamnya. "Mau mulung tuh di depan. Ya mau ke kelas lah Leo pinter, nggak denger bel udah bunyi?"

Leonardo Eza Pratama, lelaki yang Ziva tabrak. Panggilannya Leo, ya seperti dugaan kalian kalau Leo itu ganteng kayak namanya. Sekarang Leo sudah resmi menjadi murid kelas XI IPA 3 di SMA Trijaya. Emang sih Leo ganteng dan banyak disukai siswi-siswi Trijaya, tapi karena itu Leo nyabang jadi playboy cap kaki dua di sekolahnya. Udah banyak siswi Trijaya yang jadi korbannya Leo. Tapi menurut Ziva Leo itu nggak ada ganteng-gantengnya sama sekali. Nggak tau juga sih, bisa aja itu pengalihan isu. Soalnya cuman Ziva dan Tuhan yang tahu.

Ziva dan Leo itu udah sahabatan dari masih di embrio. Eh, nggak deng cuma bercanda. Dari SD mereka udah sama-sama terus. Tapi jangan kalian pikir, kalau mereka berdua akur setiap saat ya, yang ada kaya tom and jerry kalau ketemu. Oh ya, masih ingat dengan impian Ziva yang ingin melihat Menara Eiffel bersama sahabat dari kecilnya? Leonardo lah orangnya.

"Nanti istirahat ke kantin," pinta Leo kepada Ziva yang ingin beranjak pergi.

Tanpa membalas perkataan Leo, Ziva hanya mengacungkan jempolnya dan berlalu pergi begitu saja.


***

Bel pertanda istirahat berbunyi dua menit yang lalu. Kini, Ziva, Lala, dan Sia berjalan bersama menuju kantin untuk mengisi perut. Sepanjang perjalanan nampaknya mereka asik dengan pikirannya masing-masing.

"Kenapa sekarang udah nggak diadain orientasi sekolah ya?" celetuk Lala membuka percakapan antara ketiganya.

"Ya enak dong, nggak ada lagi kakak kelas yang bisa jadiin kita babu, disuruh ini disuruh itu." jawab Ziva sambil melirik kanan kiri seperti mencari keberadaan seseorang.

"Iya juga sih."

"Em, kalian ke kantin duluan ya. Gue mau ke toilet bentar." tanpa menunggu jawaban kedua temannya, Ziva berlalu begitu saja.

Di perjalanan menuju toilet, Ziva tampak melihat seseorang yang sedang ia cari sedari pagi. Sebenarnya hanya alasan Ziva saja ingin ke toilet, nyatanya dia sedang mencari seseorang. Dengan segera Ziva berlari menuju orang tersebut.

"Arzan!"

Orang yang merasa dipanggil pun menoleh dan mendapati seorang gadis menghampirinya.

"Gila, dari pagi loh, gue cariin lo nggak ketemu-ketemu." omel Ziva dihadapan lelaki tersebut.

"Abang! Kebiasaan banget manggil nama langsung." peringat lelaki yang diketahui bernama Arzan.

"Iya deh, abang Arzan yang ganteng."

Haidar Arzan Narendra, lelaki yang Ziva cari dari pagi. Panggilannya Arzan, dia kakak satu-satunya yang Ziva punya. Usia mereka terpaut 2 tahun dan sekarang Arzan menduduki bangku kelas XII, lebih tepatnya XII IPA 2. Arzan itu salah satu cogan di SMA Trijaya, dia wakil kapten tim voli. Meskipun sebentar lagi jabatannya digantikan oleh adik kelas, karena sekarang dia sudah kelas XII. Kelihaiannya dalam bermain voli dan pesonanya, Arzan banyak digandrungi siswi Trijaya. Banyak yang ngantri jadi pacarnya, tapi ya, Arzan cuek aja sih. Pasti dipikiran kalian sifat Arzan dingin, 'kan? Salah besar, Arzan orangnya baik dan ramah kok.

Hubungan Ziva dan Arzan bisa dibilang harmonis. Ya, meskipun terkadang cekcok layaknya adik kakak. Arzan sangat menyayangi Ziva begitu juga sebaliknya.

"Ngapain nyariin gue? Ada maunya, 'kan lo?" tuding Arzan kepada Ziva.

"Nggak kok, suudzon banget sih jadi orang. Cuman mau nyampein pesan mama aja, katanya pulang sekolah lo disuruh mampir ke butik. Lo di chat mama dari pagi tapi hp lo nggak aktif."

"Ngapain?" tanya Arzan sembari melihat handponnya yang memang dimatikan sedari pagi. Ternyata benar ada pesan dari mamanya.

"Ya nggak tau. Udah ya gue mau ke kantin." pamit Ziva hendak pergi.

Baru selangkah Ziva berjalan, terlebih dulu Arzan menahan tangannya. "Baru hari pertama lo sekolah jangan bikin masalah." peringat Arzan, lalu berjalan menjauh dari Ziva.

Ziva hanya memandang tubuh tegap kakaknya. "Emangnya gue troublemaker apa? Orang kalem gini kok." monolog Ziva sambil menata tatanan rambutnya. Dengan segera dia berlari menuju kantin untuk menyusul kedua sahabatnya.

***

Mohon dimaafkan, karena banyak typo yang bertebaran. Sekian terimagaji.


Salam istrinya Jeno

naa.

Our DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang