6

12 1 157
                                    

Happy reading makhluk bumi
💚

"Ziva gue tinggal ya, kalau masih lama!"

Teriakan seorang pemuda yang diketahui adalah Arzan, mampu membuat Ziva kalang kabut. Pasalnya pagi ini kakak beradik tersebut berencana berangkat bersama ke sekolah. Namun, karena kebiasaan Ziva yang tidak bisa bangun pagi, Arzan harus rela menunggu lebih dari 15 menit. Baru juga 15 menit Zan, gimana mau nunggu doi peka?

"Sabar dong, teriak-teriak mulu lo!" nampak Ziva yang keluar dari rumah sembari menenteng tas sekolahnya.

"Gue udah sabar ya, lo yang nggak tau diri." sinis Arzan.

"Sama adik sendiri juga git-" Ziva tidak melanjutkan ucapannya, ketika ia melihat orang yang ia kenal tengah menutup pagar tepat di depan rumahnya.

Tanpa pikir panjang, Ziva berlari menuju orang tersebut, "Lo duluan aja, nggak jadi bareng!" teriaknya kepada Arzan.

Arzan yang melihat tingkah ajaib adiknya itu, hanya menggelengkan kepala saja. "Punya adik gitu amat ya," lirih Arzan. Lalu mulai melajukan motornya menuju sekolah.

Ziva yang tadi menghampiri orang tersebut, kini sudah senyum-senyum sendiri.

"Hai, kak El, selamat pagi." sapa Ziva kepada orang tersebut yang tak lain tak bukan adalah El. Iya, Adzriel.

Yang disapa hanya melirik Ziva sesaat, tanpa mau membalas sapaan Ziva.

Ziva pun melirik rumah yang cukup besar berdiri kokoh di hadapannya. "Jadi, keluarga kak El yang beli rumah ini?" tanya Ziva mulai kepo.

"Hm."

Memang, sekarang keluarga El pindah rumah. Mereka baru saja membeli rumah baru di komplek perumahan Ziva. Namanya juga orang kaya, jadi bebas mau beli rumah kapan aja.

"Bagus dong, mulai sekarang gue bisa ganggu kak El tiap hari." Ziva mulai antusias.

Mendengar perkataan Ziva, El langsung berpikir, bagaimana bisa orang tuanya membeli rumah di komplek yang sama dengan Ziva. Lebih parahnya lagi berhadapan langsung dengan rumah Ziva. Nampaknya mulai sekarang hidupnya tidak akan tenang, karena akan bertemu manusia aneh seperti Ziva setiap hari.

"Em, gue boleh nebeng ke sekolah, nggak?" Ziva mulai melancarkan aksinya.

"Nggak."

"Jahat banget sih, gue nggak ada tebengan nih. Mama gue udah berangkat kerja tadi pagi. Terus Arzan, abang gue, juga ninggalin gue." melas Ziva.

Mendengar rengekan Ziva, El hanya memutar bola matanya malas. "Abang lo bukan ninggalin lo, tapi lo yang minta ditinggal." sahut El sedikit panjang.

"Wah akhirnya lo bisa ngomong panjang juga," ujar Ziva keluar topik sambil bertepuk tangan. Dasar Ziva Lebay.

"Ayolah kak, nebeng ya, udah mau jam tujuh nih." mohon Ziva sembari melirik jam yang melingkar di tangannya.

"Nebeng Leo." suruh El, karena memang rumah Leo hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah Ziva. Dan, mulai sekarang mereka bertiga menjadi tetangga.

"Leo itu udah berangkat pagi tadi kak El, katanya ada urusan." jawab Ziva cepat. "Ayo dong, kak El tebengin ya."

El yang merasa risih dengan rengekan gadis di hadapannya, mulai berpikir apakah ia harus memberi tumpangan saja? Karena tak mau terus mendengar rengekan Ziva, akhirnya El mengiyakan saja permintaan gadis yang menurutnya aneh itu.

Our DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang