thirteen

2.5K 304 67
                                    

hii, masih ada yang nyimpen cerita ini ga?

Suara ketukan sepatu Jisung bergema di lorong rumah sakit yang sepi, merobek kelengangan malam yang kala itu hampa tanpa taburan bintang pun bulan yang tertutup kabut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara ketukan sepatu Jisung bergema di lorong rumah sakit yang sepi, merobek kelengangan malam yang kala itu hampa tanpa taburan bintang pun bulan yang tertutup kabut.

Sudah pukul 1 malam, dirinya gelisah. Tak henti-hentinya berjalan tanpa arah.

Dirinya masih memiliki harapan kecil, sangat kecil, dengan membawa Chenle ke tempat ini, entah kebodohan atau perjuangan yang ia lakukan sekarang. Membuat Chenle masih mempertaruhkan nyawa dalam 1 ruangan didampingi para medis saat risiko kematiannya jauh lebih besar.

Ini bukan seperti drama televisi kebanyakan, yang dimana para dokter tahu bahwa pasien sudah sekarat tapi tak bisa berbuat apa-apa, hanya menunggunya menemui ajal lalu mengatakan, "saya sudah berusaha sebaik dan semaksimal mungkin."

"Lucu sekali, kenapa aku terlalu peduli terhadap anak itu? Biarkan saja dia mati." Jisung terkekeh, menatap pintu ruangan yang menjadi penghalangnya melihat Chenle.

"Persetan dengan Chenle, dari awal tujuanku memang hanya untuk bersenang-senang."

Langkah Jisung berjalan hingga membawanya jauh dari tempat semula, menyusuri lorong panjang yang tampak mencekam.

Hingga sampai lah dirinya di tempat sunyi dengan penerangan yang sudah meredup, halaman belakang rumah sakit. Kakinya berhenti kaku, netranya menatap langit lepas, gelap dan lebih mendung. Tidak seperti biasanya.

Beberapa kilat mulai nampak menyambar, diiringi suara guntur yang membuat Jisung keheranan, bukannya tadi baik-baik saja?

Sepertinya, semesta pun mulai menampakkan kebenciannya pada Jisung.

"Jisung."

Suara ini..

"Ingat posisimu, panggil aku Tuan."

"Baik, Tuan Jisung."

"Ada apa?" Jisung berbalik badan, menatap bawahannya yang menundukan kepala saat langsung disuguhkan tatapan tajam.

Dia Sungchan, Jung Sungchan.

"Aku sudah menjalankan tugas sesuai perintahmu." Sungchan balas menatap Jisung, bersiap mendeskripsikan setiap detail palsu kematian Renjun.

"Hm, bagaimana dengan kremasi?"

Tunggu..

Seperti ada yang salah.

Kenapa Jisung bisa dengan mudahnya langsung mempercayai Sungchan?

"Kami sudah membakarnya dan abu itu telah berada di laut sekarang. Seperti biasa, tempat kejadian perkara selalu bersih, aku pastikan tidak akan ada siapapun yang tahu, aku selalu berani menjamin dengan nyawaku." Dalam berbohong sekalipun, Sungchan harus tetap professional.

Bad Luck | ChenjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang