seven

4.4K 537 293
                                    

Warna putih dari sorot lampu mendominasi pengelihatan Chenle yang awalnya diselimuti kegelapan tak berujung, kepalanya terasa semakin berat dan sangat pening, apa baru saja ia terbentur sesuatu yang keras hingga membuatnya menjadi seperti ini? Mem...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warna putih dari sorot lampu mendominasi pengelihatan Chenle yang awalnya diselimuti kegelapan tak berujung, kepalanya terasa semakin berat dan sangat pening, apa baru saja ia terbentur sesuatu yang keras hingga membuatnya menjadi seperti ini? Memori nya tidak sedikitpun mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya.

Nafasnya terengah, mengais-ngais udara dengan susah payah, menyebut nama Renjun berulang-ulang, berharap orang yang sedari tadi dipanggil masih berada didekatnya seperti terakhir kali.

Tangan yang masih dapat bergerak bebas menjalar ke samping, merapalkan doa dalam hati semoga saja keberadaan orang yang tersentuh oleh telapak sedingin es nya ini adalah pria yang satu kampung halaman dengan dirinya.

Sebelah tangan nya yang lain memegang bagian kepala dititik tersakit. "Re- Renjun-ge? Kepalaku.. sakit.. please.. help- ukhh!!"

"Ge.. Gege.. S- sakit huhu.. Tolong.." Dengan tersedu-sedu, ia memohon agar Renjun merespon nya.

Merambat kebawah mencari telapak orang disebelahnya yang setelah ditemukan, segera ia isi kekosongan jari masing-masing, menggenggam nya kuat. 5 buah jari mungil Chenle terlihat kontras diantara jemari besar.

Beberapa lama mencoba bertahan dengan posisi yang sama, ia mencoba membuka mata dan mendapati langit-langit kamar yang cukup asing. Mengerjapkan kembali saat dirasa sepasang pengelihatannya berkunang-kunang.

Demi Tuhan. Seumur hidup baru kali ini ia merasa sesakit ini, bahkan untuk mencoba duduk saja rasanya sangat sulit seperti ditimpa batu besar tak kasat mata.

Apa ajalnya akan segera datang menjemput? Mungkin ia akan cukup siap kalau masalah itu.

Disaat dirinya kalang kabut memikirkan bagaimana nantinya rupa dan wujud malaikat maut serta merta alam yang selanjutnya manusia lewati setelah kematian, sebuah tangan kekar bertengger diatas perut ratanya, menelusup masuk lalu mengusap kulit pucatnya yang terasa lembut, sehalus bayi.

Genggaman yang Chenle pertahankan diambil halus untuk memijit bagian pelipis hingga dahi nya dengan pelan, memang masih sakit namun rasanya sedikit lebih baik dan nyaman daripada sebelumnya. "Renjun-ge?" Matanya masih tertutup, membiarkan dihadapkan kembali dengan gelapnya warna hitam, menikmati sentuhan lembut dan pijatan yang menurutnya oknum itu adalah Renjun.

Tangan mungilnya ikut masuk ke dalam kaos, lagi-lagi menggenggam erat jari yang berada diatas perutnya guna menyalurkan rasa sakit.

Tunggu! Ia baru menyadari hal janggal ini sekarang. Apa Renjun memiliki urat menonjol dipunggung tangannya? Kenapa juga tiba-tiba jari milik Renjun menjadi panjang dan besar? Bukankah itu aneh?

"Apakah hanya ada Renjun dipikiranmu, sayang?" Suara berat seseorang barusan terekam jelas ditelinga Chenle.

Elusan lembut tersebut beralih ke pinggangnya, namun tak lama berubah menjadi rematan yang cukup kasar sampai sang pemilik tubuh meringis.

Bad Luck | ChenjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang