SECTION #3 : Raiden Shu

780 124 25
                                    

Baiklah, seperti biasa. Gue tersesat. Oh, Lord, I need my friends right now. But forget about that first. Gue Raiden Shu, paling bontot di antara kedua teman gue lainnya. Ya terkadang gue tetep manggil mereka 'kakak' walaupun sekarang gue masuk di tahun perkuliahan yang sama dengan mereka berdua. Alasannya? Gue juga gatau. To be honest, gue cuma ngikutin kemauan mereka.

Kalian ga perlu bingung. Kampus yang gue masuki kali ini terbilang cukup unik, kurikulum dan sistemnya berbeda dengan yang lainnya. Terkenal tentunya, kalau bisa gue bilang, ini terkenal untuk kalangan khusus. Tapi, kampus ini hanya mengundang orang-orang terpilih.

Please, gua cuma berharap kehidupan kampus gue aman nyaman dan sejahtera. Sekarang, masalahnya gua harus kemana ini? Lautan manusia disini banyak banget.

RAIDEN SHU's POV : END

Raiden yang biasanya selalu mengekori kemanapun kedua orang yang dia panggil 'kakak' itu, tetapi sekarang ia kehilangan arah. Di tengah kebingungan, mendadak ada suara muncul di kepalanya, tidak jelas namun dia mengerti, seperti mengarahkannya ke arah segerombolan pemuda yang sedang berkumpul. Dua orang yang sedang berjabat tangan menjadi perhatiannya dan pemuda bernama belakang Shu itu otomatis berlari dengan secara impulsif memegang kedua tangan yang sedang berjabat itu.

"Gua mau ikutan! Hehe. Seru banget kayanya. Lagi kenal-kenalan ya? Okay. Kenalin gua Raiden Shu." Haides menatapnya datar sedangkan Kai terlonjak kaget.

"Rai lu dari mana aja gua cariin!" Omel Hunter kepadanya.

"Ya lu main tinggal aja, udah tau gua sering ga fokus. Temen lu semua kak?"

"Bukan. Baru aja kenalan. Kenalin gua Javin, ini Ashane, Dion, sama yang baru lu pegang tadi itu berdua Hala sama Kai." Sambar Javin yang sepertinya menghafal nama mereka dengan cepat.

"Halo, gua Raiden Shu, nih gua bareng Hunter sama mana yang satu lagi. Nah itu dia! Kak gua disini!" Raiden sadar seseorang dia kenal sedang mencarinya.

"Akhirnya ketemu juga, oh, halo semua, temen lu dek?"

"Temen Kak Hunter."

"Bukan, baru aja kenalan." Hunter menjawab ketus, karena dia tidak merasa orang-orang asing yang baru saja ia temui itu menjadi temannya.

"Santai dong. Kalau gitu let's be friends with me, gua Brio Dorian."

Haides terkesiap menatap tajam Brio yang sekarang menatapnya balik tanpa berusaha memutus pandangannya.

Okay, ini ga wajar kenapa terlalu cepat.

"Helios, Ansel. Can you hear me now?"

"Why you used telepathy suddenly? Telinga gua belum siap anjir, kebakar rasanya."

"Come on Helios, you're the Ra. Get used to it. Ansel, you heard me?"

"Yes. Kenapa? Ada urgent apa lo tiba-tiba make telepati?"

"You guys listen. I already met the Dorian, dan tentunya yang terus dengan Dorian lu pada tau kan siapa?"

"Artee and Shu."

"Tepat. So, tetap ditempat kalian sekarang, jangan kearah gua sampai kita tau ada di dorm mana."

"Alright, Lord. Anything else?"

"Helios, if you detect another group, can you give us a signal?"

"Masalahnya group yang belum lu temui yang mana?"

"Sekarang yang lagi sama gua Shu, Dorian, Herma, Artee, Odite, Odyson, dan-"

"Oshean."

"Yes, right Vulcan. I already met him."

"Bukannya ini terlalu cepat ya?"

"Makanya, lu berdua amati aja bakal kejadian apa. Udah ya. Be careful of the last group."

Keringat bercucuran dengan deras; efek samping ketika Haides mengeluarkan salah satu kekuatannya. Salah seorang disana sadar akan kondisi Haides, ia menariknya menjauh dari kerumunan menuju tempat yang lebih sepi.

"Hei, are you okay? Are you sick?" bisiknya. Namun, Haides masih bertahan dengan tatapan kosongnya, sebelum akhirnya telapak tangan lembut menyentuh dahinya dan mengeluarkan sensasi dingin.

"Maaf aku ngelakuin ini, aku gatau ini kenapa, tapi I'm feeling like, I can calm you with this." Haides tersenyum, namun matanya meneteskan air mata yang selama ini sudah tidak pernah lagi keluar.

"Hala? Why are you crying?" Suara lembut ini sangat ia rindukan.

"Can you call me, Aides?" Haides memohon dengan air mata yang semakin mengalir deras.

"Aides? Terlalu sakitkah? Maaf aku ga bisa nyembuhin kamu kalau kamu ga kasih tau aku kamu sakit sebelah mana. Why are you crying? Please, I don't know but it also hurts me."

"Shean." Panggil Haides ditegah tangisnya.

"Iya? Kenapa Aides."

"Oh Lord. You real, Love." Melihat Haides dengan air matanya yang berlomba untuk jatuh itu membuat dada Kai rasanya sesak. Dia tidak mengerti apa yang terjadi, namun tangannya bergerak melingkar, mendekap leher manusia yang lebih tinggi di depannya saat ini.

"Aides, can you stop crying?, ini sakit. Rasanya sakit. Aku ga suka. Please." Kai sekarang berusaha menahan tangisnya.

"I'm sorry, I really am. But I can't handle this, I miss you. Terlalu lama, ini terlalu lama Shean, kenapa meninggalkan ku selama ini. Kenapa ga bawa aku bersama denganmu. Aku tersiksa disini sendiri. Shean, finally you back."

Haides berucap dengan cepat ditengah tangisnya, yang membuat Kai kebingungan, karena dia merasa baru pertama kali bertemu dengan Haides.

"Okay, okay, I'm sorry, I'm back, but I have no clue what happened, Aides? Kenapa tubuhmu panas sekali." Kai panik, ia menggerakan tangannya dipunggung Aides secara cepat untuk mengusapnya. Haides melepas pelukan itu.

"Want to help me? Tempelkan dahimu di dahiku, pegang kedua pipiku, dan tutup matamu. Itu akan menurunkan panas badanku dengan cepat." Kai menurutinya, dan benar saja, sekitar lima menit, suhu badan itu menjadi normal. Namun tidak dengan tangisannya. Haides tidak bisa menghentikannya.

"Aides, please, I'm friend with water, but not this one from your eyes." Suara halus ini sangat Haides rindukan, mungkin inilah yang membuat tangisnya tidak bisa berhenti, karena ia terlalu lama merindukannya.

Kai membantu menghapuskan air mata itu, menyerapnya ke telapak tangannya, sambil tetap terus menyejukan wajah Haides yang masih memerah. Haides tersenyum dalam tangisnya.

Kai Oshean, sang samudra telah kembali kepadanya.

Kai Oshean, sang samudra telah kembali kepadanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PHENOMENONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang