Selamat Tidur

183 27 30
                                    

Siang itu, terdapat kerumunan orang di trotoar. Tak ada kecelakaan, hanya pertengkaran dua pemuda kembar di sana. Tak menarik juga. Hanya saja, mereka yang menonton merasa kasihan pada pemuda berkacamata dengan jaket coklat itu.

"Kau itu paham gak sih?!"

"Gempa paham kok, kak."

"Kau itu gak paham! Kalau paham harusnya kau gak usah ngucapin terus! Muak tau gak!"

"Em... maaf---"

"SUDAH KUBILANG JANGAN BERKATA MAAF LAGI!"

"...."

Gempa merunduk mendengar bentakan kakaknya, Taufan.

Semakin merasa bersalah saja dia. Padahal ini hanya masalah kecil yang diawali dia tidak sengaja menyenggol Taufan saat pulang bersama. Tentu Gempa meminta maaf dan Taufan bilang tak masalah.

Perlu di catat, Gempa orang yang tak bisa tak berkata 'maaf'. Jadi, tak hanya sekali saja dia berkata begitu.

Kejadian selanjutnya, Gempa tak sengaja menginjak kaki Taufan yang kembali tak dipermasalahkan Taufan saat adiknya meminta maaf.

Pemuda berkacamat itu hanya takut kakaknya marah dan kembali meminta maaf walau sudah di maafkan. Terjadi lagi hal lain saat Gempa tak sengaja tersandung, lalu di tolong sang kakak. Alih-alih berterima kasih, Gempa malah meminta maaf.

Itu cukup membuat Taufan geram dan terjadilah pertengkaran ditrotoar itu.

"Terserah. Paham kah, kagak kah. Aku pulang duluan. Ke toko buku sendiri sana!"

Fix. Kakaknya marah besar padanya. Dia tak tahu harus bagaimana lagi. Sudah beribu maaf diucapkan tapi kakaknya malah semakin marah.

'Apa yang harus kulakukan?' batin Gempa terus berpikir sembari meremat jaketnya, tepat pada dada kirinya.

Taufan hanya cuek pada adiknya yang terdiam.

'Sesekali diginiin kurasa tak apa.'

Kembaran Gempa itu berjalan dan menyebrang jalan saat lampu untuk para penyebrang menyala.

Melirik ke belakang, dilihatnya Gempa yang masih terdiam. Tak ikut menyebrang.

'Terserahlah....'

Sampai diseberang, sedikit dia melirik ke belakang. Saat itu pula maniknya membulat sempurna kala melihat keadaan sang adik diseberang.

Gempa masih di sana. Berdiri pada trotoar sambil meremas kuat dada kirinya. Wajahnya pucat pasih dengan darah mengalir pada hidung.

"Ge--Gempa!"

Tak memperhatikan lampu rambu yang telah berubah warna, Taufan berlari mendekati Gempa. Suara klakson tak dipedulikannya. Mobil yang nyaris menabraknya pun sampai diloncatinya.

Rutukan terus dia batinkan, karena lupa kalau Gempa punya penyakit jantung yang kronis.

'Aku kakak bodoh!'

Brugh!

"Gempa! Hey! Gempa?!" panik Taufan saat sampai di seberang dan langsung menangkap adiknya yang kehilangan keseimbangan.

"Ge--Gempa... hah... baik kok... hh... hah... kak--"

"Kita balik ke rumah sakit sekarang."

Mengabaikan kerumunan yang memandang khawatir juga Gempa yang tak kunjung membaik, Taufan tetap menggendong adiknya ala bridal dan berlari menuju rumah sakit.

The Colours of WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang