Dua anak laki-laki itu saling kejar-mengejar. Mereka tertawa hingga salah satu anak yang mengejar bersembunyi di balik pohon. Anak yang dikejar sentak berhenti saat tak mendengar anak yang mengejarnya.
"Upan?" panggilnya sambil menatap sekeliling.
"Upan?" panggilnya lagi yang tak kunjung mendapat jawaban.
Angin berhembus di tengah keheningan taman itu. Saat ini sudah sore menjelang malam, wajar kalau taman sudah sepi.
"U ... Upan?"
Anak dengan topi terbalik itu mulai takut. Dia masih saja memanggil anak laki-laki lain yang —sepertinya adalah temannya— entah di mana sekarang.
"U-Upan ... di mana?" panggilnya lagi dengan suara yang sedikit ditinggikan.
Hening.
Tak ada jawaban dan anak itu mulai menangis.
"Iks iks ...."
Isakan mulai terdengar. Namun, tampak anak itu masih berusaha menahan hingga wajahnya terlihat memerah.
Dalam hatinya, dia terus berkata, 'Upan pasti dak jauh. Pasti ... pasti ada di sekital sini.' sambil terus mencari keberadaan Upan.
Dibalik pohon terdekat, tak ada.
Dibalik batu besar tak jauh darinya, tak ada.
Dibalik air mancur, tak ada.
Dibalik kursi, tak ada jua.
Dibalik rumput— ah, percuma.
"Iks— uhh .... Huwaaaa!!"
Ah, seberapa keras dia berusaha meyakinkan diri, tangisan yang ditahan pecah jua. Itu membuat anak yang di cari, Upan —Taufan namanya— muncul dari balik pohon.
"Eehh? Gempa napa nanis?" tanya anak itu dengan wajah panik.
Mendengar suara familiar, membuat anak yang dipanggil Gempa itu menoleh.
"Huwaaa! Upaaan! Huwaa!"
Langsung saja Gempa memeluk anak yang dipanggil Upan. Upan membalas pelukan Gempa sambil mengusap kepala Gempa.
"Sssttt! Jangan nanis, Gem! Nanti ... nanti Upan disangka malain Gempa. Na-nanti ada pak polisi!" kata Upan berusaha mendiamkan Gempa dengan kepanikan yang menjadi-jadi.
Namun, Gempa masih saja menangis.
"Uh ... Iks iks ... Huwaaaa Upan minta maap ... Iks ... Huwaaa!"
Lah, malah nangis juga si Upan.
Keduanya terus menangis hingga akhirnya berhenti dengan isakan kecil. Matahari pun sudah hampir tenggelam.
"Iks iks ... Maap ya, Gem ..." ucap Upan lagi yang duduk saling membelakangi dengan Gempa.
"Iks ... U-un ...."
Setelahnya, mereka berdua sepakat untuk pergi dari taman yang mulai terlihat menakutkan. Terlebih mereka saat terdengar panggilan dari arah gelapnya hutan belakang taman, menyuruh mereka segera pulang.
.
.
.
End
.
.
.
Hayoo~ ada kalian mikir apa yo?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Colours of World
FanfictionWarna dari Dunia. Apakah Warna dari Dunia itu? Hijau itu hutan. Coklat itu tanah. Biru itu langit. Tak berwarna itu laut. Ah, itu secara harfiah saja. Toh bumi dikatakan sebagai dunia para manusia, bukan? Selain itu ada pula hal-hal yang terjadi d...