The Colours of World

I See You

Hari itu, aku pulang setelah membeli sebuah es krim yang dari penjual keliling.

'Es krimnya enak. Rasa strawberry.'

Aku sangat menikmati es krim enak itu. Sesekali aku meloncat kecil saat dinginnya es krim memenuhi rongga mulutku.

Kutatap sekeliling yang tak bergitu ramai, namun tak sepi juga. Padahal ini akhir pekan, tapi tak seperri akhir pekan.

"...."

Langkahku terhenti saat melihat anak sebayaku yang tengah duduk sendirian di sebuah ayunan. Dari tempatku sekarang, dia sedang menatap langit dengan wajah yang... sembab.

'Bukan urusanku,' batinku saat mengenali topi terbalik khasnya, juga jaket coklat dengan lis kuning keemasan yang agak mencolok.

Bukannya menghampiri, aku hanya melewati saja meski sesekali aku melirik padanya.

Saat lirikan kesekian, pandangan kami bertemu. Dia menatap ke arahku dengan senyuman seakan mengatakan dirinya baik-baik saja, atau seperti itulah aku mengartikannya.

Kalau mau jujur nih ya, aku kaget bukan main sampai reflek mempercepat jalanku.

Ya. Kesekian kalinya, aku melihatnya duduk di sana, sendirian, dengan senyuman seakan semuanya baik-baik saja. Padahal jelas-jelas kulihat tadi air mata mengalir pada pipinya.

"Gempa bodoh," gumamku setelah es krim ditanganku habis.

Kesal. Sangat kesal. Di hari berikutnya pun hal yang sama terjadi. Bedanya, hanya waktunya saja. Jika sebelumnya saat sebelum siang, maka kali ini siang sepulang sekolah. Jam-jam segini memang biasanya aku memergokinya menangis dalam diam.  Sekalipun aku tak bertanya, dan dia juga tak mengajakku bicara.

Begitu terus hingga pada suatu hari aku tak lagi melihatnya.

Dia tak ada di tempatnya yang biasa.

Aku pun merasa aneh. Terbiasa melihatnya, bagai rutinitas yang tak bisa hilang. Dan sekarang? Kurasa aku takkan bisa melihatnya lagi.

.

.

.

End