PROLOG

25 1 0
                                    

Angin siang ini terasa lebih mengusik, lebih dingin, berlatar langit yang cenderung abu-abu. Tentu saja itu pertanda mendekati badai, di bulan-bulan akhir tahun itu sudah wajar. Mereka menerpa pepohonan, daun-daun kering berguguran, menari-nari di udara, mengitari pada kisaran aku dan dirinya yang sama berdiri. Titik-titik air satu, dua tetes sudah terasa di wajahku dan itu pertanda timing yang sangat sempurna telah tiba.

Berdiri di depanku, Nia Ramadhani, gadis perawakan tinggi, putih, dengan rambut panjang dan kulit putih blasteran. Dalam arti singkat, dia adalah gadis popular di angkatan tahun pertama, adik kelasku tepatnya. Ya, hari ini adalah hari pertarunganku setelah beberapa minggu persiapan dan atur siasat.

Pengakuan cintaku sudah ku ucap sesaat lalu, amat meyakinkan pada pengakuan kali ini pasti akan berhasil. Perawakan tubuhku yang membungkuk, memerankan rasa yang rendah percaya diri. Kalimat dan suaraku yang terbata-bata saat mengucap pengakuan, pandangan mataku kusorotkan ke tanah.

Nia Ramadhani, gadis target pengakuanku, dengan bangga ku katakan bahwa dirinya sepenuhnya telah berada di cengkeramanku. Ayo katakan, katakan saja, jangan di tahan, ungkapkan jawaban yang aku inginkan.

"Kakak... Kak Agris..."

Betul, aku adalah kakak kelasmu sekarang. Tidak udah bertele-tele, katakan saja, hujan akan segera tiba.

"Kak Agris... Maaf... Maaf saya tidak bisa menerima perasaan kakak. Sekali lagi maaf..."

Rintik air semakin penuh jatuh dari langit, Nia yang sudah mengatakan kalimatnya, segera pergi berlari begitu saja. Dan diriku yang sudah mendengarnya, masih diam mematung, membiarkan saja rintik yang semakin deras menerpa. Bersama angin yang riuh, hujan kali ini terasa lebih dingin dari biasanya.

Dan setelah dia benar-benar telah menghilang dari hadapanku, aku pun bisa tersenyum, tersenyum penuh kepuasan. Mataku melebar, di dalam hatiku penuh tawa. Tubuhku memang menggigil tapi tepatnya bukan karena dingin hujan. Perasaan bahagia begitu menjalar ke seluruh tubuhku, sangat menyenangkan. Tak hanya mulutku ingin segera tertawa lepas, bahkan tubuhku pun begitu bergetar klimaks bahagia.

Seperti yang sudah kuperhitungkan, rencana yang sangat-sangat matang, yang 100% aku yakin sudah sempurna. Jawaban itu yang benar-benar aku nantikan, benar-benar terucap sebagaimana mestinya.

"Ah ya Tuhan... Nikmatnya..."

PENGAKUAN - TOLONG TOLAKLAH AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang