3. Pesan Tengah Malam

324 29 6
                                    

BAB 3. Pesan Tengah Malam

Tiba di rumah, Anaya berinisiatif mandi lebih dulu dengan tak lupa memasak air panas untuk Danu sebelumnya.

Ia memilih membasuh diri menggunakan air dingin walaupun tubuhnya menggigil supaya tidak membuang waktu. Pemanas air di kamar mandinya rusak minggu lalu dan sedang diperbaiki. Sedangkan untuk Danu, Anaya memanaskan sepanci air yang terbubuh perhatian juga cinta di dalamnya. Tidak ingin sakit flu suaminya kian memburuk.

Sembari menahan dingin yang menusuk, Anaya menyiram tubuh tak memedulikan sensasi merinding menggigit kulit. Sebetulnya bisa saja Anaya membeli yang baru. Dua bulan gajinya sebagai guru cukup untuk membelinya. Akan tetapi, ia lebih memilih diservis saja karena berhemat lebih utama. Anaya yang sudah hidup sendiri sejak kuliah sangat kritis terhadap pengeluaran.

Dalam waktu lima belas menit Anaya menyudahi kegiatan membersihkan diri. Berganti pakaian secepatnya dengan daster ruffle rumahan dan menghampiri Danu yang tengah menonton siaran berita sore di televisi.

"Mas, mandi dulu. Airnya sudah panas," ucap Anaya sambil menepuk lembut pundak Danu.

"Ah iya, Nay. Makasih."

Danu bergegas ke kamar mandi setelah Anaya menuangkan sepanci air panas ke dalam ember besar. Tubuhnya memang butuh disegarkan guna membersihkan jejak lain yang menempeli kulit.

"Bajunya taruh di keranjang saja, Mas. Jangan dimasukin ke mesin cuci.” Anaya menunjuk keranjang baju kotor yang terbuat dari anyaman mirip tikar. “Besok aku cuci kucek pakai tangan. Di mesin cuci, aku lagi rendam bajuku yang kecipratan air hujan. Mau langsung kucuci nanti, biar nggak apek." Anaya berkata sembari menyerahkan handuk bersih pada Danu.

"Aku rendam langsung di mesin cuci saja, Nay. Biar sekalian, jadi kamu nggak capek dua kali," balas Danu terdengar perhatian sembari menerima handuk yang disodorkan Anaya.

Kalimat perhatiannya hanya pengalihan, Danu tengah mengatur strategi supaya jejak rahasia yang mungkin menodai pakaiannya tak diketahui. Jika dicuci manual, khawatir Anaya curiga.

“Beneran nggak apa-apa? Bukannya Mas bilang dikucek tangan lebih bersih?” Anaya agak terheran-heran, biasanya Danu paling anti setelan kerjanya dicuci menggunakan mesin.

“Sesekali nggak masalah. Aku cuma nggak mau kamu kelelahan, cuma aku yang boleh bikin kamu capek dan itu khusus di jam sebelum tidur.” Danu berkilah, alisnya terangkat naik penuh arti.

Semburat merah merebak di pipi Anaya. Kalimat Danu yang penuh perhatian dan sedikit menjurus pada kemesraan membuatnya merona.

"Baiklah, bajunya langsung masukin aja ya, Mas. Jangan lupa detergennya ditambah satu sendok takar."

"Oke, Istriku," sahut Danu cepat.

Dengan muka berseri, Anaya langsung menuju dapur. Penat yang mendera raga menguap lenyap, tersingkir perhatian manis Danu untuknya.

Membuka kulkas satu pintu yang isinya sudah mulai melompong. Anaya memutuskan memasak soto ayam, menyesuaikan dengan bahan masakan yang masih ada.

Citarasa lezat berpadu kuah hangat dan segar, sangat cocok disantap kala hari hujan nan dingin seperti sekarang. Kota Malang tempat tinggalnya ini memang identik dengan hawa sejuk terlebih lagi di saat hujan, menciptakan kesan damai juga romantis yang begitu kental terasa.

Selain sedap di lidah dan hangat di lambung, olahan soto juga dipercaya mampu membantu penyembuhan flu menjadi lebih cepat. Berbagai macam rempah-rempah yang digunakan memiliki efek menyembuhkan, menjadikan soto makanan sehat kaya manfaat.

Anaya juga menyiapkan bahan-bahan wedang rempah yang berkhasiat menghangatkan badan. Direbus dalam satu wadah yang terbuat dari tanah liat. Aroma sedap wedang rempah membaur di udara. Merelaksasi, memanjakan penciuman.

Dengan cekatan dan penuh semangat, Anaya memasak soto juga memeriksa rebusan wedang sesekali. Memastikan airnya menyusut hingga didapat takaran yang diinginkan.

Dua mangkuk soto ayam yang masih mengepul tersaji. Dilengkapi jeruk limau juga sambal yang ditata di wadah kecil. Di samping mangkuk tersedia dua piring nasi putih hangat serta kerupuk udang. Tak lupa dua gelas wedang rempah meramaikan meja makan mungil yang terletak menyatu dengan ruang tengah.

"Mas, ayo makan dulu. Abis itu minum wedangnya. Nanti malam sebelum tidur baru minum obat."

Sarat perhatian tulus, Anaya menarik lengan suaminya. Danu muncul memasuki area ruang tengah selepas berganti pakaian. Tampak segar walaupun tetap berakting bak orang sakit. Menggosok hidung dan berpura-pura terbatuk. Sungguh aktor berbakat.

"Masak apa?" Danu menarik kursi dan mendaratkan bokong di sana.

"Soto ayam, menu kesukaan Mas. Untung saja bahan-bahannya masih ada di kulkas. Aku bikinnya spesial penuh cinta," cicit Anaya riang sambil mengulas senyum.

Anaya tampak begitu puas dan senang walaupun raganya juga lelah selepas mengajar. Yang diinginkannya adalah selalu menjadi istri berbakti untuk pria yang telah menawan hatinya. Mengikat sumpah suci dengannya.

Danu menggaruk-garuk kepalanya tak gatal. Tadi siang dia sudah menyantap menu soto ayam juga bersama si wanita idaman lain sebelum mereka berpisah.

"Ayo dimakan, Mas. Mumpung masih hangat."

Anaya menyodorkan mangkuk juga piring ke hadapan Danu. Bahkan menggenggamkan sendok supaya suaminya itu segera mengisi perut. Hatinya takkan tenang jika belum melihat dengan mata kepala sendiri Danu makan di depannya.

Tak ingin mengundang tanya, Danu menyuap sesendok soto ke dalam mulut. Mengunyah dan menelannya bulat-bulat dengan terpaksa.

****

Gelap merayapi langit seutuhnya. Hujan masih setia membasahi tak kunjung berhenti hingga larut malam. Anaya naik ke kasur setelah memastikan Danu meminum obat flu juga beberapa butir vitamin. Diantaranya ada vitamin C juga Vitamin D, yang diyakini mampu menjadi zat penunjang guna mempercepat proses penyembuhan berbagai macam flu.

"Nay?" panggil Danu setelah lampu utama kamar dimatikan.

"Iya, Mas," sahut Anaya yang sedang membenahi selimut supaya membungkus sempurna tubuh mereka. "Ada apa?"

"Perihal cicilan rumah, kayaknya aku nggak bisa bayar buat bulan ini. Pakai gajimu lagi untuk membayar gimana?" pintanya lugas, tak merasa bersalah.

Anaya menoleh pada Danu, tertegun untuk sejenak. Mengamati raut muka Danu yang memelas dan tentu saja Anaya yak tega.

“Boleh saja, Mas. Rumah tangga kan milik kita berdua, uangku juga uangmu begitu pun sebaliknya. Jangan khawatir, bulan ini biar aku lagi yang bayar. Tapi, memangnya ada apa sampai gaji Mas yang menurutku lumayan besar nggak bersisa sama sekali?"

Danu membuang napas kebingungan. Membasahi bibir, otaknya merangkai skenario akal bulus sebelum menjawab.

"Seperti biasa, Nay. Ibu minta ditransfer, biaya untuk berobat ke dokter dan tempat terapi. Kejepit urat yang diderita ibu sedang kambuh. Terus, aku juga harus membayar cicilan mobil beserta pajaknya yang bertepatan dengan bulan sekarang. Kuharap kamu mengerti."

Anaya mengangguk tipis. Ibu mertuanya memang rutin meminta jatah pada Danu setiap bulannya, bahkan tak jarang gajinya ikut direcoki. Namun, tidak mungkin Anaya melarang Danu berbakti kepada ibunya. Tidak ingin Danu menjadi anak durhaka sehingga ia memilih bungkam enggan menyuarakan pendapat.

"Aku ngerti kok, Mas. Besok aku bayarin cicilan rumah begitu gajiku masuk ke rekening. Sekarang sebaiknya Mas tidur dan istirahat, supaya lekas pulih."

"Makasih, Nay. Kamu memang istri yang super pengertian." Semringah, Danu mengecup kening Anaya sebelum istrinya itu merebahkan diri. “Yuk, tidur,” ajaknya manis.

Berselimut hujan di luar sana berpadu perut terisi penuh, membuat Anaya tak butuh waktu lama untuk tertidur nyenyak. Menyisakan Danu yang kini malah mengotak-atik ponsel, bukannya memejamkan mata.

Sebuah pesan masuk membuat Danu gelisah. Ia terus melirik resah ke arah layar juga Anaya yang tertidur di sebelahnya. Tulisan pesan rengekan terselubung ancaman. Siapa lagi kalau bukan dari wanita yang tadi siang berbagi peluh dengannya.

Mas Danu harus cepat datang sekarang! Atau aku yang akan datang kesitu. Perutku keram gara-gara tadi siang!

Bersambung.


Selingkuh ( Setia Dibalas Dusta )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang