Selingkuh bab 10. Naif
Hari Minggu ini Anaya sudah berbenah sedari subuh. Mulai dari mencuci piring sambil menyalakan mesin pencuci pakaian agar tidak membuaang waktu.
Setelah perabotan bersih sempurna, ia menjemur pakaian di bagian samping rumah yang ternaungi plafon. Sinar matahari tetap masuk leluasa melalui atap plafon yang sengaja di pasang fiber tembus pandang tepat di atas besi jemuran, tetapi tidak khawatir menjadi basah apabila sewaktu-waktu hujan turun mendadak.
Tak kenal lelah, setelahnya Anaya bergegas menyapu disusul mengepel lantai. Dilanjutkan dengan membersihkan garasi dari debu serta mencabuti rumput di taman kecil halaman depan sembari bersenandung kecil.
Anaya melakoninya penuh semangat berkobar dengan senyuman yang terus tersungging. Mengingat hari ini akan menghabiskan waktu dengan Danu, membuat hatinya berbunga-bunga sejak semalam. Bahkan Anaya ingin sekali pagi datang lebih cepat setelah mendengar janji manis suaminya yang akan mengajaknya berjalan-jalan. Seumpama anak kecil yang sudah tak sabar menanti esok kala menyambut hari raya.
Selepas berbenah usai, Anaya bersegera mandi. Mengacak-acak isi lemari kayu di kamarnya demi mencari baju terbaik yang dimilikinya. Pilihannya jatuh pada celana katun skinny warna biru tua dipadu atasan berupa tunik warna dusty pink polos model baby doll berlengan pendek.
Setelah memastikan baju yang dikenakannya cocok padu padannya, Anaya duduk menghadap cermin. Bermaksud merias wajah lebih niat dengan alat rias seadanya mengingat hari ini begitu spesial baginya. Sebelum dibubuhkan di wajah, tak lupa ia membaca tanggal kadaluwarsa yang tertera pada setiap kemasan produk riasan wajah satu persatu. Saking jarangnya ia memakai make-up lengkap, produk-produk yang tersimpan di laci ada beberapa yang sudah melewati tanggal masa pakainya. Salah satunya adalah pemerah pipi dan alas bedak.
"Ya, sayang sekali," keluhnya berat dengan nada tak rela yang kental terdengar.
Anaya membuang dua item produk tersebut ke tempat sampah. Mendesah gundah karena merasa sayang. Menatap sedikit tak ikhlas, merasa menjadi manusia boros dan membuang-buang uang lantaran yang terpakai baru secuil saja. Baginya, harga produk-produk riasan wajah termasuk dalam kategori mahal sehingga ia jarang berbelanja kelengkapan memoles wajah. Hanya bedak compact powder dan lip tint saja yang rutin dipakainya.
Anaya memiliki beberapa printilan alas bedak serta yang lainnya sebab pernah membelinya untuk dipakai ke acara penting kira-kira setahun lalu, saat Danu mengajaknya ke pesta ulang tahun perusahaan tempat suaminya itu bekerja. Memilih membeli dari brand lokal saja yang sudah resmi memiliki BPOM. Dengan tetap jeli mencari yang termurah juga yang sedang diskon.
Kebanyakan hanya pernah dipakai sekali saja. Anaya yang waktunya banyak tersita mengurusi rumah tangga, mengurus keperluan suami juga disibukkan dengan pekerjaanya, lebih sering memilih merias wajah sederhana saja agar tidak membuang waktu, yang penting terlihat segar.
Selebihnya setelah pesta itu, selain bedak dan liptint, yang lainnya hanya menjadi penunggu laci saja. Berbeda dengan kedua sahabatnya, yang termasuk jejeran para wanita gemar bersolek, memoles wajah sedemikian rupa supaya terlihat menawan.
"Nay, kamu enggak masak sarapan?" Danu bertanya dengan nada menuntut terbungkus perintah di dalamnya. Dia baru selesai mandi masih terbungkus handuk sebatas pinggul, masuk ke kamar menghampiri Anaya yang sedang menyisir rambut.
Anaya berhenti menggulirkan sisir dan menatap penuh tanya. "Lho, kan Mas sendiri yang semalam bilang enggak usah bikin sarapan. Kita sudah sepakat mau sarapan bubur ayam yang dekat alun-alun," jawab Anaya yang kini menjumput rapi rambutnya ke belakang diikat ekor kuda.
"Yang benar?" Danu malah balik bertanya.
"Iya benar. Mas belum pikun, kan?" Anaya memandang lurus dengan dahi berkerut.
"Kenapa aku sampai lupa." Danu menepuk jidatnya sendiri. Fokusnya buyar imbas dari beberapa menit yang lalu si kekasih gelapnya menghubungi ketika Anaya sedang membasuh tubuh. Merengek meminta Danu datang secepat power rangers. Ingin ditemani ke pesta undangan pernikahan rekan di luar kota.
Pikirannya bercabang dilanda dilema. Jika menuruti si keinginan si wanita seksi, maka Danu harus kembali mengingkari janji pada istrinya. Akan tetapi jika permintaan si kekasih gelap tak dituruti, maka kehangatan yang menjadi candu baginya, terancam tak bisa dicicipi untuk beberapa waktu ke depan.
"Mas, kenapa melamun?" Anaya menegur Danu yang bergeming.
Bukannya berpakaian, Danu malah tertegun dengan pandangan menerawang. Kerumitan yang diciptakannya sendiri, perlahan-lahan membelitkan sulurnya menjerat kuat. Api yang dimainkan dan disulutnya, mulai membakar membuatnya terjebak sedikit demi sedikit.
"Cepat pakai bajunya. Nanti masuk angin. Sudah aku siapkan baju ganti." Anaya bangkit dan menepuk pundak Danu, lalu menunjuk celana jeans juga kaus untuk Danu yang diletakkannya di atas kasur.
"Eh, i-iya, Nay." Danu tersentak dari pikirannya yang tengah melalang buana kala Anaya menepuk pundaknya.
"Sebaiknya kita cepat berangkat, Mas. bubur ayam yang di alun-alun cepat habisnya kalau hari libur begini," pinta Anaya yang sibuk memasukkan beberapa keperluannya ke dalam tas kulit selempang warna hitam. Termasuk dompet juga ponselnya.
"Mmm, tapi, Nay. Si hitam bensinnya kayaknya kosong. Harus diisi dulu sambil berangkat." Danu menukas sambil berpakaian.
"Ya diisi saja, Mas. Tinggal ke pom bensin. Gampang kan?"
Danu menghela napas kering. "Iya memang gampang. Tapi masalahnya kamu tahu sendiri kan, gajiku bulan ini tak bersisa. Ini pun menyisihkan untuk isi dompet cuma pas-pasan. Uang ini tidak bisa kupakai seenaknya sebagai antisipasi kalau tiba-tiba mobil mogok atau mendadak ban kempes di tengah perjalanan seperti beberapa waktu lalu."
Danu membuka dompetnya dan menunjukkan isinya kepada Anaya. Hanya terdapat tiga lembar uang seratus ribuan yang menghuni dompet Danu, tidak kurang maupun lebih.
Danu kembali berkilah, mencari seribu alasan yang seolah tak pernah habis dari kepalanya. Sebetulnya uangnya masih lah tersisa cukup banyak. Namun, Danu tidak mau mengganggu uang yang tersisa dalam genggaman demi kepentingannya. Tentu saja uang yang disisihkan sebagai antisipasi demi memenuhi permintaan si wanita lain yang terkadang mendadak merajuk. Guna meredakan rengekan dan supaya kembali bersedia membuka kaki untuknya, hanya uang yang dapat berbicara.
"Ah, benar juga. Maaf, aku lupa," sahut Anaya seraya menggigit bibir merasa tak enak hati.
"Tak masalah, Nay. Cuma kalau kita mau jalan-jalan, berarti bensin mobil harus diisi dulu sampai penuh. Sementara aku tak punya cukup dana untuk jalan-jalan kita hari ini padahal aku yang mengajak," cicit Danu lesu. Berpura-pura memasang mimik muka bersalah sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Biasanya bensin mobil kuisi menggunakan jatah uang operasional transport dari kantor kalau ada pekerjaan lapangan. Lumayan kan bisa berhemat. Mungkin untuk beberapa bulan ke depan, ibu lah yang akan menjadi prioritas. Pengobatannya memerlukan banyak biaya."
Anaya tampak berpikir sejenak, kemudian merogoh tas membuka dompetnya. Momen bepergian berjalan-jalan berdua sudah sangat langka dilakukan dan tak dipungkiri Anaya tak ingin rencana kali ini batal.
Mengabaikan keharusan untuk berhemat, Anaya ingin untuk satu hari ini saja tak memikirkan dulu tentang masalah finansialnya yang pontang-panting. Ingin menikmati waktu bersama suaminya yang semakin lama semakin jarang saja.
"Tenang saja, Mas. untuk jalan-jalan kita hari ini, kita pakai sisa gajiku saja. Lagi pula yang namanya suami istri itu harus saling membantu dan mendukung, uangmu dan uangku adalah uang kita bersama. Tak ada bedanya. Yuk kita berangkat. Aku sudah lapar," ajak Anaya sembari mencangklong tas.
"Makasih, Nay. Aku janji, setelah pengobatan ibu selesai, kita pergi jalan-jalan ke luar kota." Tanpa sadar, Danu kembali berjanji yang belum tentu bisa ditepatinya.
"Aku selalu setia menanti." Anaya tersenyum merekah dan menggandeng Danu menuju garasi. Menyamakan langkah bersama hati yang menghangat dipenuhi sukacita.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Selingkuh ( Setia Dibalas Dusta )
RomanceBlurb Musuh dalam selimut memang nyata adanya. Itulah yang terjadi dalam kehidupan Anaya Hamish. Prahara yang mengguncang rumah tangganya bersama Danu Prasojo ternyata melibatkan andil sahabatnya sendiri. Orang-orang yang paling dipercaya, tega menu...