4. Bersilat Lidah

305 28 11
                                    

BAB 4. Bersilat Lidah

Danu melirik resah pada Anaya yang sudah terlelap, terbungkus selimut bersama guling dalam pelukan. Untuk ukuran cantik dan seksi, istrinya ini levelnya memang jauh berada di belakang dibandingkan dengan wanita yang kini sedang merengek memintanya datang. Pada dasarnya paras Anaya cukup menarik, hanya kurang memoles pesona fisiknya ditambah sekarang kurang terawat.

Walaupun memiliki wanita lain yang pesona ragawinya membuat mabuk kepayang, Danu tetap menginginkan Anaya guna memenuhi kebutuhan egonya. Anaya yang naif, sederhana, tidak banyak protes dan selalu patuh pada titahnya membuatnya merasa jadi raja.

Danu memang brengsek. Ingin keduanya tetap dalam genggaman. Terlebih lagi perkebunan teh peninggalan almarhum orang tua Anaya menjadi daya tarik sendiri untuk tetap menahan si naif dalam kungkungan keserakahannya.

Tentang janji meninggalkan Anaya pada wanita keduanya tentu saja bukan kalimat serius. Anaya itu istri yang membawa hoki.

Mantan manajernya yang bernama Bu Ririn, saat terbaring sakit hanya bisa menelan kue lumpur buatan Anaya ketika dia dan Anaya datang menjenguk ke rumah sakit dua tahun lalu. Bahkan setelahnya meminta dibuatkan beberapa kali dengan membayar sejumlah uang, karena hanya kue buatan Anaya yang ingin disantapnya.

Anaya yang memang berhati baik, dengan sukarela membuatkan sampai Bu Ririn sembuh tanpa bersedia dibayar. Sejak saat itulah, sosok Danu lebih diperhatikan. Dari yang awalnya staf biasa, jabatannya naik menjadi wakil manajer berkat rekomendasi Bu Ririn.

Mengandalkan kemampuan dan dedikasi penuh saja agak sulit untuk ternotice, tetapi berkat Anaya, Danu kerap menjadi kandidat yang diperhitungkan setiap kali ada wacana naik jabatan.

Danu tersentak dari lamunannya. Ponselnya berdering karena panggilan telepon, bukan pesan lagi. Buru-buru digesernya tombol merah di layar agar deringnya berhenti. Takut membuat Anaya terbangun.

Danu mengendap-endap, membuka pintu dan keluar dari kamar secepat mungkin. Menuju teras samping, Danu segera mengangkat panggilan yang kembali masuk.

"Mas, pokoknya kamu harus cepat datang. Jangan cuma mau enaknya saja. Perutku sakit! Ini pasti gara-gara ulahmu di tempat parkir tadi siang!"

Suara wanita yang menuntut di seberang telepon terdengar marah sekaligus memelas.

"Ini sudah malam. Aku nggak bisa seenaknya keluar dari rumah, Sayang. Gimana kalau Anaya curiga karena aku mendadak pergi di larut malam? Nanti kita juga yang repot kalau sampai ketahuan."

"Mas Danu tega! Aku juga butuh diperhatikan dan ditemani di malam hari, bukan cuma Anaya! Aku hidup sendiri di kota ini, aku butuh kamu sekarang! Aku ingin minum obat dan perutku juga lapar," selorohnya merengek melengking.

"Kamu itu kan perawat, masa nggak punya stok obat sedikit pun?"

"Aku ini memang perawat, tapi bukan apotek!" serunya kesal

Wanita itu mulai menangis, meracau menuntut Danu untuk datang. Danu mengusap wajahnya kasar. Dibuat pusing akibat ulahnya sendiri. Memutar otak supaya bisa mencari jalan keluar.

"Sayang, dengar. Aku pesankan obat pakai gojek, sama kupesankan makanan delivery. Sebutkan saja merek obatnya juga makanan apa yang kamu mau." Danu berucap lembut. Mencoba bernegosiasi, berharap wanita yang merengek itu luluh.

Bagaimanapun juga, Danu tidak ingin kehilangan si wanita idaman lain, karena sampai saat ini Anaya tak bisa memberikan hal yang diberikan wanita itu. Terutama perbedaan ketika di ranjang, wanita yang disembunyikannya bin*l dan seksi. Bukan seperti Anaya yang kalem di ranjang, pasif malu-malu cenderung membosankan.

Selingkuh ( Setia Dibalas Dusta )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang