2. an Invitation

3.8K 737 87
                                    

Jaehyun akhirnya bertekad untuk segera mendekati Hana setelah sekian lama dia maju mundur mau kenalan atau enggak.

Jaehyun memang sering di deketin duluan sama perempuan, tapi soal mendekati perempuan, percaya deh, Jaehyun bener-bener sampai panas dingin memikirkannya saja.

Suatu malam setelah pulang dari tempat les private tambahan ㅡyang sama sekali tidak membuat Jaehyun engap walau masih harus belajar berjam-jam lagi setelah pulang dari sekolah, Jaehyun merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia berencana kirim pesan ke Rose, mau meminta kontak Hana. Tapi baru saja jarinya mengetikkan pesan, seseorang membuka pintu kamar Jaehyun tanpa sebuah ketukan.

"Oh, Mama, kirain siapa?!"

"Kamu lagi apa emang? Kok keliatan kaget gitu Mama dateng? Nggak aneh-aneh, kan?"

"MA?? yang bener aja, aneh-aneh ngapain? Aku cuman mau ngechat temen."

"Bikin Mama panik aja. Yaudah sekarang kamu ganti baju, gih."

"Mau kemana?"

"Mama sama Papa dapet undangan makan malam di restaurant hotel B, anaknya temen Mama berhasil masuk kedokteran, jadi temen Mama syukuran."

"Kereeen, oke aku cuci muka dulu."

"Kamu nanti harus jadi kayak gitu, Jae, biar Mama bisa bangga-banggain kamu. Bila perlu nanti kita adain makan malamnya di restaurant yang lebih mahal. Kamu anak kita satu-satunya soalnya. Ngerti kan kalau keluarga Jung itu semuanya jadi orang berhasil?"

"Iya, Ma, tau."

"Yaudah, Mama sama Papa tunggu di bawah ya. Kamu cepetan. Pake pakaian yang rapi! Jangan asal pake baju, kalo saran Mama sih pakai kemeja yang dari Saint Laurent yang minggu lalu Mama beliin itu,"

"Ngerti Ma, sekarang Mama keluar dulu. Aku ganti dulu."

Akhirnya Jaehyun nggak jadi ngechat Roseanne untuk minta nomor ponsel Hana.









Di sisi lain, di sebuah rumah kecil yang halamannya banyak terdapat bunga-bunga anggrek bermekaran, ada sebuah keluarga kecil yang sedang menikmati makan malamnya bersama. Keluarga ini tidak sempurna, juga tidak lengkap karena kehilangan kepala keluarganya sejak bertahun-tahun yang lalu. Namun keluarga ini selalu terasa hangat.

"Hana, Mama udah bilang, kalo lagi makan taro dulu bukunya."

"Besok Hana ada ulangan, Ma."

"Iya, tapi kalau waktunya makan ya makan."

"Ck, Kak Hana nih nggak seru banget deh orangnya. Udah nggak pernah keluar main, kerjaannya belajar mulu lagi."

"Herin, kamu tuh harusnya contoh kakak kamu. Liat itu raport kamu nilainya gimana."

"Mama jangan marahin Herin dong, Hana kan kayak gini supaya Herin bisa lebih santai. Hana pengen dapet beasiswa penuh pas kuliahnya, jadi nanti uang tabungan Mama bisa buat Herin aja. Herin lebih berpotensi. Dia juga bisa beradaptasi dengan baik, kayanya nanti bisa deh kita daftarin Herin ke kampus terbaik di negara kita. Hana di sini-sini aja, nemenin Mama."

Ibu mana yang nggak terharu mendengar kalimat itu dari anaknya? Hana ini memang terlahir bijaksana, dia juga kuat. Seluruh perilaku Hana mencerminkan dirinya sebagai anak pertama dalam keluarga dan sebagai kakak perempuan untuk adiknya. Apalagi setelah Ayahnya meninggal, Hana semakin merasa kalau tanggung jawab keluarga ada pundaknya juga.

Pregnancy 2 ; where's the dandelion?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang