11. Orang dari masa lalu.

1.6K 317 43
                                    

Don't forget to vote and spam comment if you like the story


__________








"Jadi gimana? Kamu udah mikirin tawarannya?"

Jaehyun menghembuskan napasnya panjang, tatapannya menatap kosong keluar jendela ruang Presdir Rumah Sakit tempatnya bekerja. Menatap gedung gedung tinggi di luar sana sambil masih memikirkan tawaran itu sekali lagi. Menjadi dokter yang tampil di acara TV tidak pernah menjadi mimpinya. Jaehyun ingin diakui kemampuannya mengoperasi pasien dan mengembalikan senyum keluarga pasien dibandingkan diakui jika dia memiliki paras rupawan. Apalagi sebelum-sebelumnya, dokter yang tampil di TV atau bahkan ikut pemotretan suatu brand produk, hidupnya sedikit banyak berubah. Menjadi publik figure sesungguhnya bukan hal yang begitu menyenangkan.

"Kita terus terang saja ya, Dokter Jae, saya tau sudah sejak lama Dokter Jae tidak menerima uang dari orang tua Dokter Jae lagi, bukannya ini peluang bagus? Tampil di TV pendapatannya lumayan membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari kamu. Saya dengar kamu ingin buka klinik sendiri? Saya juga dengar kalau anak kamu dari lahir sudah cacat jantung, bukannya banyak biaya yang kamu tanggung sendirian? Biaya sekolah juga nggak murah. Kamu harus tau dulu sekaya apa orang tua kamu sewaktu masih membiayai semua keperluan kamu. Jadi anak nggak hanya butuh makan dan kasih sayang orang tuanya aja kan? Anak kamu pasti juga punya keinginan. Beli motor kalau temennya punya motor, beli HP bagus karena semua temannya pakai HP bagus. Kamu mau biarin anak kamu jadi yang paling ketertinggalan karena kamu?"

Ucapan Presdir sama sekali benar. Jaehyun memikirkan semua itu bagik-baik. Hidup memang terlalu naif bukan jika hanya mengandalkan saling menyayangi? Kebahagiaan butuh uang. Jaehyun tidak mau suatu saat teman-teman Woojae akan menertawakan kehidupan Woojae yang tidak senyaman kehidupan teman-temannya yang lain.

Wah, dulu sebelum jadi ayah Jaehyun sama sekali belum pernah memikirkan hal hal sejauh ini karena dia kira, nanti semuanya akan diurus oleh Hana. Tapi dunia tampaknya ingin membalas kesalahan Jaehyun di dunia ini.

Sisi positifnya, mungkin hukuman ini masih jauh lebih ringan dibandingkan hukuman di akhirat nanti ketika dia sudah meninggal. Menebus dosa dosa yang dulu dia lakukan, Jaehyun sendiri pun sangat yakin bahwa itu berat.

"Saya pikirkan sekali lagi, Presdir."

Laki-laki yang usianya kurang lebih seusia dengan orang tua Jaehyun mengangguk sambil tertawa renyah. Beliau juga menganggukkan kepalanya tanda bahwa beliau paham dengan keputusan Jaehyun yang masih abu-abu.

"Yasudah, ini jam makan siang kamu, kamu bisa pergi."

"Permisi."

Sekeluarnya Jaehyun dari ruangan Presdir, dia sambut oleh beberapa perawat yang sedang bergegas cepat. Sepertinya ada banyak pekerjaan. Jaehyun berjalan dengan santai di belakang mereka. Namun karena kaki panjang Jaehyun yang bisa menyamai langkah kecil wanit-wanit di depannya, Jaehyun berakhir di lift yang sama dengan mereka.

"UGD rame." Kata salah seorang perempuan rambut pendek dengan kacamata bulat. Dia memberi tahu teman disampingnya setelah mendapat pesan masuk di ponselnya.

Jaehyun hanya melirik. Untuk sejenak dia teringat akan Hana karena postur perawat di depannya mirip Hana. Tingginya juga. Jaehyun tersenyum sedikit.

"Ada perempuan baru kecelakaan juga dianter ambulance kesini. Kita disuruh siap-siap. Tapi masalahnya gue udah disuruh handle perawat anak kecil yang kayanya tetanus karna injek besi karatan pas main. Ini hubungi siapa ya buat orang kecelakaannya?"

"Biar saya bantu liat nanti." Jaehyun menyahuti ucapan perawat itu walau dia tidak diajak bicara.

"Eh, Dokter, bukannya Dokter waktunya jam makan siang?"

"Nggak apa-apa, paling nanganin orang kecelakannya nggak lama."

"Iya, Dokter. Infonya sih nggak ada yang parah. UGD lagi full soalnya, maaf ya Dokter."

"Kenapa harus minta maaf?"

"Eh? Eng..."

"Udah kebuka tuh pintunya, cepet lari tanganin pasien kalian."

Mereka berdua membungkukkan sedikit badannya terlebih dahulu sebelum bergegas lanjut bertugas. Jaehyun mengikuti mereka masih dengan langkah santai. Lagipula ambulance belum datang.

Beberapa detik setelah ia sampai meja informasi, sirine ambulance terdengar, Jaehyun menyiapkan dirinya untuk menyambut pasien kecelakaan tersebut. Ketika para petugas membantu menurunkan pasien dari mobil, Jaehyun berlari kearahnya. Kehebohan itu sempat membuat orang orang disekitar bahkan penunggu pasien heboh mengerumuni pasien yang baru turun tersebut.

Jaehyun tidak bisa langsung melihat bagaimana wajah perempuan itu dan bagaimana pula keadaannya. Namun setelah menerombol banyak orang, ketika matanya dan mata pasien itu bertemu di satu tatap yang sama. Jaehyun dibuatnya membeku. Kenapa kebetulan itu terkadang terasa menyesakkan?

"Mina," ucap Jaehyun nyaris tanpa suara.

Yap, pasien kecelakaan itu adalah Mina. Mina yang dulu terpaksa dengan rela dia tinggalkan disaat sedang cinta-cintanya karena ada suatu masalah.

🌙

"Sayang kamu mau makan dimana sih? Pelan pelan bawa mobilnya, kamu baru belajar."

"Kamu dieeeeem. Jangan bawel terus kayak Papa aku. Aku bisa kok nyetirnya."

"Iya iya aku percayㅡ SAYANG JANGAN NYALIP LEWAT KIRINYAAAAA. BAHAYA SAYANG. AKU MASIH MAU HIDUP."

"Maaf yang, tadi ada celah dan kayanya masi cukup. Kamu juga suka gitu."

"YA AKU KAN LAKI-LAKI, UDAH BISA DARI DULU NAIK MOBILNYAA. KAMU BEDA."

"SST, UDAH SAMPE." Perempuan berusia sekitar 21 tahun itu tersenyum riang sambil mematikan mesin mobilnya. Kebetulan tempat parkir restaurant ini sangat luas, mereka nggak susah susah parkir jadinya.

Nama rumah makan itu terdendengar familiar, memori ingatan tentang kisah masa lalunya seperti terbuka sedikit demi sedikit namun belum juga berhasil ia ingat.

"Ayo, Jaemin, turun. Kamu malah bengong."

"Sayang kamu tempat ini dari mana?"

"Review di Youtube. Katanya enak sedunia."

"Hmm, yaudah ayok."

Restaurant ayam ini masih menjadi satu-satunya, belum ada cabang meskipun sebenarnya cukup ramai. Jaemin dengan berat hati melangkah masuk, takut menemui sosok yang tidak ingin dia temui.

Tapi takdir berkata lain, belum juga masuk ke dalam, Jaemin sudah melihat seseorang itu. Seo Herin. Ia mengenakan apron seperti pelayan rastaurant ini. Setelah beberapa tahun, Herin masih sama. Postur dan tinggi badannya sepertinya bahkan tidak berubah. Mungkin satu-satunya yang berubah di antara mereka hanyalah, perasaan satu sama lain.

"Selamat datㅡ" sapaan Herin terhenti. Tenggorokannya seolah tercekat melihat siapa pelanggan yang baru datang.

"Sayang, aku ke toilet dulu ya. Kamu cari tempat duduk." Pacar Jaemin mencium pipi Jaemin sekilas di hadapan Herin.

Setelah gadis dengan rambut cokelat itu menghilang masuk bilik kamar mandi, Jaemin mendekat ke arah Herin.

"Hei, long time no see. How are you?"

"She is pretty." Herin malah mengatakan hal lainnya.

"Yeah. Kinda." Jawab Jaemin kikuk.

"Dia ya yang waktu itu kamu prioritasin pas kakak aku meninggal terus aku lagi di masa masa paling sedih?"

"Nggak, Rin. Kamu masih suka berasumsi sendiri ya ternyata?"

"Nyatanya emang gitu kan? Dia yang kamu bilang bestie kamu tapi ternyata kenyataannya emang kalian punya rasa lebih antara satu sama lain."

"Masih perlu di bahas ya masalah itu?"

"No. Thank you. Silahkan mau pesan apa?"

"Your number, please." Jaemin menyodorkan HPnya. Herin menatapnya dengan tatapan tajam.


Pregnancy 2 ; where's the dandelion?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang