2. Orang-orang yang Marah

43 1 0
                                    

Ushijima langsung bergegas menuju Rumah Sakit Metro, tempat di mana katanya Seira berada. Pikirannya tidak karuan. Laki-laki bertubuh tinggi itu berlari dengan langkah lebarnya, setelah menanyakan keberadaan pasien atas nama istrinya pada staf.

Dan sampailah dia di ruang inap Seira. Ada tiga orang lain yang sudah berada di sana, yang sejujurnya wajah mereka tidak terlalu asing untuk Ushijima kenali. Mereka adalah teman-teman dari istrinya.

Namun, wajah mereka sama sekali tak bersahabat. Ushijima tak tahu apa masalahnya dengan mereka, dia memilih langsung mendekat ke arah Seira.

Seira terlelap di atas ranjang, wajahnya pucat. Ushijima melihat selang infus terpasang di lengannya. Dia tertegun melihat kondisi istrinya yang terlihat memprihatinkan. Dia tak berani membangunkan perempuan itu, Ushijima hanya berdiri mengamati keadaan Seira yang ditangkap indra penglihatannya. Bertanya-tanya apa saja yang sudah dia lakukan selama ini, sampai membuat perhatiannya luput untuk istrinya, hingga ia terkapar di rumah sakit tanpa diketahuinya.

“Seira keguguran.”

Jantungnya seolah berhenti berdetak selama beberapa detik setelah mendengar perkataan itu. Ushijima menoleh kepada Yui yang kini berdiri di sampingnya, perempuan dengan potongan rambut bob itu memasang wajah yang sulit diartikan.

“Seira hamil?” Ushijima nampak masih sulit mempercayai apa yang didengarnya tadi.

"Usianya kandungannya masih 3 minggu,” kata Yui menerangkan, “dia mungkin juga nggak tau kalau dia lagi hamil. Wajar kalo lo juga nggak tau karena lo sibuk di rumah sakit.”

Napasnya tercekat. 3 minggu. Usia kehamilan yang masih dini untuk dideteksi. Usia kehamilan juga yang rentan untuk mengalami keguguran. Dia melihat istrinya sekali lagi, lalu mengusap lembut rambut hitamnya.

“Tapi Ushijima, sesibuk apa sih sampe nggak bisa ngangkat telefon?” tanya Yui dengan ketus. Melihat bagaimana laki-laki itu merespons tentang keadaan istrinya dengan tingkah sebiasa ini, kepalanya terasa mendidih. Dia mendorong Ushijima menjauh dari Seira.

“Yui …” Kiyoko, sahabat lain dari Seira, yang juga berada di ruangan itu, terlihat khawatir dengan tindakan konfrontasi Yui ke Wakatoshi. Tapi Daichi yang juga di sana menyuruh Kiyoko untuk membiarkannya terlebih dahulu. Sejujurnya laki-laki itu juga gondok sekali dengan kelakuan Ushijima.

“Sesibuk apa sih lo di rumah sakit sampe nggak heran nggak ada kabar dari istri lo selama berhari-hari?” tanyanya dengan nada pelan tapi sarat penekanan, Yui berusaha semaksimal mungkin agar tak membangunkan Seira yang masih tertidur.

Namun, mengingat kembali seberapa menakutkannya yang telah dialami Seira selama beberapa hari belakangan ini, dia tiba-tiba kehilangan kontrol diri, “Dia nelfon lo berkali-kali tapi nggak lo angkat!”

“Seira di rumah sendirian, Ushijima,” Air mata Yui luruh bersamaan dengan amarahnya yang mulai meluap, “Seira sendirian!” teriaknya.

“Dia kehilangan bayinya, dan nggak ada siapapun di samping dia.”

“Gue tahu kalo lo nggak cinta sama dia, gue tahu kalo lo nikahin dia cuman buat nutup mulut orang tua lo yang nanya kapan lo nikah terus-terusan,” Yui tercekat di tengah-tengah perkataanya karena tangisannya yang terus mengucur, karena bercampur perasaan marah dan sedihnya, “Minimal kalo lo nggak nganggep dia sebagai istri lo, lo harusnya bisa memperlakukan dia kayak manusia, bajingan!” pekiknya lagi.

Dan Ushijima hanya terdiam. Menerima semua amukan yang dilimpahkan padanya. Semua yang dikatakan Yui adalah fakta yang tak bisa disangkalnya. Perempuan itu menyerang dengan semua kesalahan-kesalahan fatal yang telah dilakukannya hingga mengakibatkan Seira berakhir seperti ini.

Dia pun melihat ke arah Seira sekali lagi, dengan matanya yang masih terpejam, Ushijima bisa melihat bulir air mata jatuh dari sana.

···

Berlanjut ke bab berikutnya ...

···

28 Oktober 2024,
Senin,
9:21 WIB.

Ruang: Berkumpul & BergumulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang