Pagi tadi (Y/n) baru saja dikabarkan jika dirinya sudah mendapatkan seseorang yang bisa menjadi tutor untuknya. Dosennya yang bernama Hinata itu memberitahukan hal tersebut kepada (Y/n). Tentu saja gadis itu senang bukan main. Hinata memang dosen yang selalu bersikap sangat baik kepada mahasiswa yang ia ajar, termasuk (Y/n).
Contohnya seperti saat ini. Seharusnya (Y/n) mencari sendiri tutor untuknya. Memang kampusnya menerapkan sistem tutor di mana kakak tingkat mereka bisa menjadi tutor atau pembimbing untuk mengajarkan adik tingkatnya yang kesulitan di suatu mata kuliah. Sayangnya, (Y/n) yang tidak dekat dengan kakak tingkat manapun hanya bisa menemukan kesulitan kala ia ingin mencari seseorang untuk menjadi tutornya di semester baru ini. Gadis itu memang tidak suka bergaul ataupun mengakrabkan diri dengan orang lain. Ia lebih suka seorang diri. Tentu saja, karena ia tidak ingin merasakan rasa kehilangan yang sama seperti saat itu.
Namun, karena dosennya yang bernama lengkap Tachibana Hinata itu sangat baik, maka dengan senang hati beliau membantu (Y/n). Benar saja, dalam waktu sekejap, seorang tutor yang (Y/n) butuhkan sudah bisa ia temui.
Yaitu, hari ini.
Tetapi, sayangnya (Y/n) lupa menanyakan siapa nama orang yang akan menjadi tutornya itu. Ia pikir Hinata akan mengatakannya. Ditambah fakta sepertinya dosennya itu pun lupa tentang hal sederhana itu. Pada akhirnya, (Y/n) hanya menunggu seseorang yang mengenali dirinya dan memperkenalkan diri sebagai tutornya.
Sejak beberapa belas menit yang lalu, (Y/n) sudah duduk di sebuah café dengan tema minimalis. Dindingnya dicat dengan warna putih. Pada beberapa sisi, sebuah pigura yang membingkai lukisan abstrak digantung pada dindingnya. Semua perabotan yang mengisi café itu pun didominasi oleh warna yang senada dan ditambah dengan sedikit nuansa hitam. Sehingga menciptakan kesan yang minimalis dan elegan di saat yang bersamaan.
Tidak ada banyak pengunjung di sana. Hanya ada segelintir orang termasuk dengan (Y/n). Jumlahnya masih bisa dihitung oleh jari.
Lonceng yang berbunyi kala seseorang membuka pintu membuat (Y/n) menoleh. Namun, ternyata tidak ada siapapun di sana. Mungkinkah suara lonceng tadi hanyalah halusinasi sematanya saja? Ah, tidak. Gadis itu sangat yakin jika ia mendengarnya. Lalu, siapa yang membuka pintu tersebut?
Menyadari dirinya mulai berpikiran negatif, (Y/n) pun langsung menepis semuanya. Ia mengembalikan konsentrasinya kepada ponselnya. Benda pipih itu hanya menampilkan tampilan utama layar ponselnya. Yang kemudian layar itu pun digeser ke kanan dan ke kiri hingga si pelakunya merasa bosan.
Mulai diliputi oleh rasa bosan karena lelah menunggu-salahnya juga karena datang terlalu cepat-(Y/n) pun hanya mengaduk-aduk gelas berisi minuman di hadapannya. Ia menatap bagian luar gelasnya. Dari sana terlihat jika minumannya telah tandas sebanyak setengah dari volume semula.
Sekali lagi, lonceng pun berbunyi. (Y/n) tidak menoleh ataupun melirik ke arah pintu. Ia tidak ingin hanya menemukan kekosongan di sana padahal telinganya dengan jelas mendengar suara lonceng yang berbunyi kala pintu dibuka.
"Hei."
Suara seseorang yang menyambut indra pendengarannya membuat (Y/n) mendongak. Namun, sontak netranya membulat. Bibirnya sedikit terbuka, menandakan keterkejutannya. Pandangannya tidak dapat ia alihkan dari wajah lelaki yang berdiri di hadapannya itu. Saking terkejutnya, (Y/n) sampai bangkit dari duduknya. Sehingga menampilkan perbedaan tinggi antara dirinya dengan lelaki itu.
"Bagaimana kabarmu?" tanyanya kemudian.
(Y/n) yang masih terlalu terkejut hanya bisa diam. Ia sibuk menelaah apa yang sedang terjadi saat ini. Pasalnya seseorang yang telah menghilang selama tiga tahun dan bahkan dianggap telah tiada kini justru berdiri di hadapannya. Tampak sehat, tampak baik-baik saja.
"Tidak baik setelah melihatmu."
Sebuah tawa renyah lolos dari bibirnya. Yang kemudian disusul oleh senyuman yang tersungging pada paras tampannya. Senyum yang jarang (Y/n) lihat. Juga merupakan senyum yang ia rindukan.
"Mengapa seperti itu?"
(Y/n) kembali diam seperti semula. Ia yakin dirinya hanya terkejut. Ya, ia yakin memang demikian. Toh waktu sudah berlalu sangat lama semenjak mereka tidak berjumpa. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. Bahkan gadis itu hampir saja melupakan wajah lelaki di depannya ini.
Wajahnya yang cukup tampan itu tidak berubah banyak. Hanya saja terlihat semakin dewasa. Umur mereka memang sama. Namun, terkadang lelaki itu bersikap lebih dewasa daripada (Y/n). Yang terkadang membuat gadis itu lupa jika mereka berada di tahun kelahiran yang tidak berbeda.
Belum sempat (Y/n) menyadari, tubuhnya sudah lebih dahulu dibawa ke dalam rengkuhannya. Menyalurkan kehangatan pada epidermisnya yang dibalut oleh pakaian tipis.
"Aku merindukanmu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Blooming ✧ Inui Seishu
FanfictionMusim semi. Adalah saat di mana takdir mempertemukanmu dengan lelaki itu. Tepat di sebelah rumahmu, menyapamu setiap pagi, juga menjadi orang yang mendapatkan ciuman pertamamu. Musim semi telah menyatukan dua sukma yang tak saling mengenal, sekaligu...