Keheningan melanda. Menciptakan suasana yang tenang, damai. Rangkaian kata yang ingin diucapkan mendadak lenyap tak berbekas. Hanya dapat dirasakan perasaan bernama rindu yang menyeruak memenuhi rongga dadanya.
"Mengapa... mengapa kau menghilang selama tiga tahun ini?"
Itulah pertanyaan pertama yang (Y/n) lontarkan kepada Seishu. Lelaki itu pun menatapnya lamat-lamat. Mulai dari matanya, bentuk hidungnya, hingga berakhir pada bibirnya. Bibir yang pernah ia kecup untuk pertama kalinya bagi si empunya.
Seusai puas memandangi paras ayu milik gadis itu, Seishu beralih menatap ke arah netra (Y/n). Kala manik (e/c) dan manik dark emerald itu beradu, mendadak degup jantung si lelaki berdetak dua kali lebih cepat. Sontak ia mengalihkan pandangannya, bersamaan dengan si pemilik manik (e/c) itu. Tak diketahui oleh Seishu bahwa (Y/n) pun mengalami hal yang sama.
"J-Jadi, apa jawabanmu?" (Y/n) pun kemudian menuntut penjelasan dari Seishu tanpa mengulang pertanyaannya setelah ia merasakan detak jantungnya yang kembali normal. Dengan perlahan, ia kembali menatap Seishu dengan hati-hati. Khawatir jika detak jantungnya kembali menggila.
"Aku..." Seishu menggantung perkataannya. Ia menunduk, menatap ke arah kedua tangannya yang saling bertautan di atas meja, "hanya ingin bertemu dengan waktu."
Di saat Seishu mengatakan kalimat itu, tatapan matanya berubah sendu dan juga menyiratkan keseriusan di sana. Tampak berbeda dengan tatapan matanya yang dulu. Yang selalu tampak sama dan sulit untuk dibedakan.
"Maaf, (Y/n)."
Mulut gadis yang namanya disebut oleh Seishu itu hanya bisa membisu. Ia tidak menyangka jika itulah jawaban yang Seishu katakan di saat mereka baru saja dipertemukan kembali setelah tiga tahun tanpa saling menghubungi. Mengejutkan? Tentu saja.
Selama ini, (Y/n) pikir hubungan yang ia jalin dengan Seishu tiga tahun yang lalu baik-baik saja. Sama sekali tidak menciptakan kesan jika lelaki itu akan pergi darinya. Pergi ketika rasa sayang dan cinta itu masih berada di dalam relung hatinya.
"Lalu, mengapa saat ini kau menemuiku? Untuk meninggalkanku lagi? Apakah dengan kepergianmu itu masih tidak cukup untuk melukaiku?" cecar (Y/n). Air matanya mulai merebak. Netranya yang sebelumnya terlihat biasa saja kini tampak berkaca-kaca. Bahkan Seishu yakin sebentar lagi air mata gadis itu akan tumpah dan dirinyalah penyebabnya.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Seishu langsung merengkuh tubuh (Y/n). Sekaligus sebagai pelukan mereka untuk yang kedua kalinya setelah mereka dipertemukan lagi. Bersamaan dengan tangis (Y/n) yang juga pecah.
***
Tangisnya telah berhenti sejak beberapa menit yang lalu. Namun, tangisannya itu kini digantikan oleh rona merah yang tampak tidak terlalu jelas pada pipi (Y/n). Seishu yang tidak tahu mengapa pipi (Y/n) memerah pun berasumsi jika gadis itu terkena demam. Ia bahkan mengecek kening (Y/n) dan membandingkannya dengan keningnya sendiri. Namun, hasil yang ia dapatkan malah pipi (Y/n) semakin memerah.
"Kau tidak sakit. Lalu, mengapa kedua pipimu memerah?" tanya Seishu setelah ia mengecek suhu tubuh (Y/n).
"Aku, aku hanya..."
(Y/n) pun kembali diam. Lebih tepatnya ia menolak untuk menjelaskannya kepada Seishu. Pasalnya, penyebab pipinya memerah ialah karena ia teringat jika ketika Seishu mendekapnya, mereka masih berada di dalam café. Tentu saja, meskipun pengunjung di dalam sana tergolong sedikit, rasa malu pun masih tetap ada. Memang hal itu tidak berlaku kepada Seishu, tetapi ceritanya berbeda bagi (Y/n).
"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja," ucap (Y/n) kemudian. Sebagai tanda jika dirinya sudah tak ingin membahas hal tersebut lebih lanjut.
Lelaki itu menatap (Y/n) sejenak. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke arah bangunan café yang tampak berbeda dari luar. Seishu kembali menatap pada (Y/n) yang duduk di sebuah bangku yang terbuat dari batu. Batu itu dibentuk menjadi sebuah balok sehingga bisa diduduki.
"Hari sudah malam. Apakah kau ingin kuantar pulang?"
***
Yamaha R15 itu berhenti di depan sebuah rumah. Mesinnya pun kemudian dimatikan. Helm yang lelaki itu kenakan ikut dilepaskan. Si gadis berusaha untuk turun dari atas motor. Cukup sulit karena body motor itu tinggi sehingga Seishu mengulurkan bantuan pada (Y/n).
Setelah berhasil turun, (Y/n) pun menyerahkan helm yang ia gunakan tadi kepada Seishu setelah dilepasnya. Lelaki itu pun menaruh helm yang diberikan oleh (Y/n) ke tempat yang sana seperti semula.
"Apakah kau ingin mampir sebentar?" tawar (Y/n). Mencoba untuk mencegah Seishu pergi secepat mungkin.
Seishu menatap ke arah bangunan rumah (Y/n). Bentuknya masih sama seperti yang terakhir kali ia lihat. Kemudian, lelaki itu mengalihkan pandangannya pada (Y/n) lagi. Menatap lurus-lurus ke arahnya.
"Aku ingin, tetapi ibuku sudah mencariku dan menyuruhku segera pulang," jawab Seishu dengan nada kecewa yang terselip di ucapannya.
Reaksi yang sama pun terjadi pada (Y/n). Namun, kemudian ia tertawa kecil. Tawa yang sudah lama tidak Seishu lihat. Sekaligus menjadi tawa yang selalu ia ingat.
"Sepertinya ibumu lebih merindukanmu daripada aku yang baru saja bertemu denganmu lagi," ujar (Y/n) setelah tawanya lenyap.
Seishu tersenyum samar. Ia pun turun dari jok motornya. Berdiri tepat di hadapan (Y/n). Ia sedikit menunduk, mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu. Kala jarak tersisa dua centimeter lagi hingga bibir mereka bertemu, Seishu menjauhkan wajahnya. Juga membuat (Y/n) membuka mata dan kembali merasa malu.
"Apakah kau mengira jika aku akan menciummu?"
Sontak rona merah itu menjalar hingga ke seluruh wajah (Y/n). Beruntung karena hari sudah malam semua itu tidak akan terlihat.
"A-Aku masuk ke dalam dahulu. Berhati-hatilah ketika kau pulang nanti."
Dengan segera, (Y/n) berbalik hingga berjalan mencapai pagar rumahnya. Ia menoleh lagi ke belakang, menatap pada Seishu sekali lagi. Lalu, bibirnya mengucapkan beberapa kata yang membuat detak jantung lelaki bersurai pirang itu. Ditambah dengan senyuman terbaiknya yang terpatri pada wajah gadis itu.
"Aku juga merindukanmu, Inupi."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Blooming ✧ Inui Seishu
أدب الهواةMusim semi. Adalah saat di mana takdir mempertemukanmu dengan lelaki itu. Tepat di sebelah rumahmu, menyapamu setiap pagi, juga menjadi orang yang mendapatkan ciuman pertamamu. Musim semi telah menyatukan dua sukma yang tak saling mengenal, sekaligu...