I Still Do

1.2K 29 14
                                    

Halaman 25. Itu yang tertera di sana ketika bocah 10 tahun itu membukanya. Lembaran lainnya masih kosong, 24 lainnya penuh coretan entah itu gambar konyol, coret tak jelas atau sebuah tulisan yang tak rapi. Ia tengkurap mewarnai gambar sebuah rumah kayu kecil di atas pohon. Membenarkan letak kacamata bulatnya sesekali, dan mengedipkan dua manik hijau yang kadang-kadang berair karena terlalu dekat dengan jarak buku.

"Selesai"

Dia mengusap karyanya dengan ibu jari. Merekahkan sebuah senyuman dari bibir mungilnya. Dia menutup bukunya. Sampulnya tebal, berwarna merah cenderung gelap dengan tulisan berwarna emas di tengah. "My happiness". Layaknya buku dongeng, itu yang tertera di sampul sebagai judulnya.

Dia menaruh buku di sebuah meja kecil di sana. Satu-satunya benda lain selain dirinya dan buku merah yang berada di dalam ruangan sempit, terbuka, terbuat dari kayu dan papan coklat.

Ia turun dengan beberapa kayu yang di paku di pohon besar, yang menjadi satu-satunya akses untuk kau bisa naik ke rumah pohon itu. Ia melompati satu anak tangga. Mendaratkan kakinya yang beralas sepatu mungil putih yang pas di kakinya. Noda lumpur dan bekas rerumputan yang ia injak menempel di tepian sol.

Dia merogoh saku kemeja kebesarannya, mengambil sebungkus permen. Membukanya dengan sedikit sulit menggunakan gigi, lalu dengan gembira mengesapnya.

Hingga, mata hijaunya mengarah pada ujung jalan. Suara kerumunan orang membuatnya penasaran. Ia melangkahkan kakinya menghampiri. Menyembunyikan diri di balik sebuah batu.

"Jaraknya hanya beberapa meter saja Dad. Kita bisa jalan kaki" seorang remaja berambut merah tengah berbicara pada seorang pria dengan rambut yang sama merahnya.

"Kita punya banyak barang. Kita tidak piknik, kita pindah rumah. Apa kau masih melupakannya?" sang ayah menggeleng-gelengkan kepala di sana. Sedangkan si anak mendengus kesal. Lalu seorang wanita keluar dari mobil di ikuti dua orang anak laki-laki yang wajahnya sangat mirip. Mereka juga memiliki rambut yang sama merahnya.

Dia melihat beberapa orang yang ia yakini sebuah keluarga itu penasaran. Ia pun melangkah menuju semak-semak yang tumbuh di pinggir jalan. Menguping untuk lebih dekat. Membenarkan lagi posisi kacamatanya. Ia dapat melihat wanita itu marah-marah terhadap suaminya. Sang pria dan anak remajanya mengganti ban mobil yang sepertinya bocor. Sedangkan dua laki-laki yang wajahnya sama hanya cekikikan. Ia ikut tertawa. Lalu atensinya berpindah pada dua anak seumuran dengannya.

Dia menyingkirkan rambut hitam yang menutupi kacamatanya. Menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas lagi. Ia melihat, seorang anak perempuan dengan rambut merah sebahunya tengah berdiri di belakang anak laki-laki yang sedikit lebih tinggi darinya. Memeluk sebuah Teddy Bear yang pas di dekapannya. Dirinya tersenyum tanpa sadar.

"Nah, sudah!"

Dia melihat anak yang paling tua marah dan masuk ke dalam mobil duluan. Di susul oleh yang lain. Mobil itu kemudian melaju dan berhenti di sebuah rumah yang tak jauh dari sana. Ia keluar dari persembunyiannya. Mengekor dengan berjalan mengendap-endap. Kemudian bersembunyi di balik sebuah tanaman hias di halaman rumah. Kembali menguping.

"Percy, bantu ibu beres-beres. Dan kalian.." sang wanita menunjuk dua anak kembarnya. "berhenti berbuat onar dan bantu Dad!" seru wanita itu galak. Keduanya mengangguk.

Kemudian perhatiannya beralih pada si gadis kecil ketika sang ibu mendekatinya.

"Ron, ajak Ginny main. Tapi jangan terlalu jauh"

Anak laki-laki mengangguk lalu merangkul adik perempuannya.

"Jadi namanya Ginny.."

Para rambut merah masuk ke rumah kecuali dua anak tadi.

Bring and read (Harry Potter and Another One-shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang